"Kamu balik dulu sana, siapa tau mau mandi dan lain-lain," suruh Rendi pada Yudis.
Mereka semua tengah berkumpul di kursi depan ruangan dimana Papa dirawat. Begitu juga dengan Sabiru dan Keano yang duduk di sebelah mereka bertiga.
"Iya, Kak. Pulang dulu aja ngga papa, lagian ada Bang Rendi, kok," kata Hana menenangkan.
Yudis menghela napas, mau tetap di sini juga kondisinya acak-acakan. Dia harus tampil lebih segar. "Yaudah, aku pulang dulu. Kalau butuh sesuatu telfon ya?"
"Iya," jawab Hana.
Hana menoleh Sabiru dan Keano yang diam berada di sampingnya. Kedua temannya itu datang jauh-jauh untuk dirinya dan Papa.
"Makasih ya udah mau repot-repot ke sini," ucap Hana merasa tidak enak hati.
"Ga masalah, Sab. Datangnya kita ke sini juga bisa kenal sama keluarga lo. Tau kondisi papa lo juga," jawab Sabiru.
"Tau ngga, Sab? Sabiru nyariin lo terus di kampus soalnya lo ga ada kabar," celetuk Keano membuat Sabiru diam-diam melayangkan pandangan tajam.
Hana terkekeh. "Kenapa ngga tanya dosen pembimbing? Gue udah izin padahal."
Baru saja Sabiru hendak menjawab, Keano menyerobot, "Mana sempat, dia aja udah khawatir duluan." Sabiru menatapnya kesal.
"Cieee khawatir nih! Jangan-jangan lo suka ya sama gue?" tebak Hana dengan nada gurauan. Sabiru tersedak ludahnya sendiri. Keano senyum-senyum sendiri.
"Ya kali gue suka sama lo." Sabiru menjawab sembari mengalihkan pandangan.
"Siapa tau ye kan?" kediknya santai.
Sedangkan di sudut tembok, Rendi tengah sibuk dengan ponselnya. Berulang kali Hana melihat wajahnya yang frustasi karena telepon tak kunjung berhenti.
"Kenapa, Bang?" Hana menghampiri abangnya.
Rendi berdecak pelan. "Atasan nelponin terus. Padahal udah tau abang izin."
Sejak awal Papa sakit, Rendi selalu izin dari pekerjaannya. Itu sudah seminggu. Tentu saja atasan akan merecoki Rendi. Hana mengerti. "Lebih baik sekarang abang ke kantor, selesain masalahnya dulu."
"Tapi kan--"
"Bang Rendi udah nggak masuk seminggu. Pasti pekerjaaannya udah numpuk. Seenggaknya dikelarin dikit-dikit. Atasan marah juga bukan tanpa sebab," jelas Hana mendorong agar Rendi mengikuti ucapannya.
"Terus kamu sendirian?"
"Ada saya dan Keano," ucap Sabiru menghampiri mereka.
Rendi menatap pria yang lebih muda darinya kemudian mengangguk-angguk lalu menepuk bahu Sabiru. "Tolong jagain mereka ya, saya percaya sama kamu.""Abang ke kantor dulu, Han," pamitnya.
Namun, selang beberapa menit sepeninggal Rendi, kejadian tadi terulang lagi pada Papa.
Hana cepat-cepat masuk ke dalam ruangan dan tanpa disuruh pun Sabiru dan Keano langsung memanggil perawat. Karena hanya keterbatasan orang yang boleh masuk, Sabiru dan Keano tetap di luar sedangkan Hana di dalam menemani.
Dokter yang merawat Papa juga turut masuk dan memeriksa kondisinya. Hana melihat wajah serius sang Dokter merasa gelisah.
"Kondisi pasien semakin memburuk, kami harus memindahkannya ke ruang ICU," katanya. Hana benar-benar lemas.
"Tolong siapakan ruangan untuk pasien," suruh dokter pada perawat yang diangguki patuh.
Melihat brankar Papa di dorong oleh perawat menuju ruangan yang disampaikan oleh Dokter. Ketiganya langsung mengikuti perawat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girls Dorm (Selesai)
Ficção AdolescenteIni adalah sequel cerita 'Saya Terima Kost Putra' Setelah sekian lama menjadi pemilik kost, justru kini Hana menjadi anak kost-nya. Dia berjumpa dengan teman-teman baru yang sekarang tinggal satu atap dengannya. Seperti kisah sebelumnya, setiap pen...