sembilan

325 32 0
                                    

"Kamu pulang sama saya aja."

Selepas acara makan malam di restaurant, Alan mengajaknya untuk pulang bersama. Namun Hana merasa tidak enak hati.

"Ngga usah, Ka. Takutnya jalan pulang Kak Alan ngga searah. Lagian Kak Alan harus segera istirahat," tolak Hana.

"Ngga masalah. Biar saya yang izin sama Papa kamu." Alan merasa itu hanyalah masalah kecil. Ia hanya ingin lebih banyak waktu dengan Hana.

Alan pergi meninggalkan Hana yang tengah berjalan menuju parkiran mobil. Pria itu menghampiri Papanya dan berbicara padanya. Dari sini Hana melihat papanya menengok ke arahnya sekilas dan kemudian mengangguk.

Alan menghampirinya lagi sehingga membuat gadis itu bertanya, "Gimana?"

"Boleh. Katanya jangan mampir-mampir. Langsung pulang." Hana terkekeh pelan lantas mengangguk mengiyakan.

Alan menyalan mesin mobil kala meteka telah duduk manis di kursi masing-masing. Sedangkan mobil Rendi sudah melenggang lebih dulu mengantarkan teman-teman kos Hana.

Di perjalanan kali ini, tidak terlalu sunyi. Selain alunan musik bervolume kecil, keduanya juga saling berbincang.

"Kak jelasin dong kenapa Kak Alan bisa tiba-tiba dateng ke Jogja?" pinta Hana ingin tahu.

Alhasil, Alan menceritakan kronologinya. Ia bercerita mulai dari atasan di kantornya yang hendak memilih satu orang terbaik yang akan naik jabatan ke posisi yang cukup tinggi. Dan Alan lah yang menerima keberuntungan itu.

"Awalnya saya menolak karena harus pindah tugas ke kota lain."

"Tapi setelah tau kalau dipindah tugaskannya ada di kantor pusat, saya mengambil kesempatan itu."

"Memang kenapa kalau di kantor pusat?" tanya Hana penasaran.

"Kantor pusat ada di Jogja. Jika saya mengambil kesempatan itu, kita nggak perlu berjauhan lagi. Iya, kan?" Hana yang sedari tadi mendengarkan pun tercengang.

"Misal nih kalau aku masih tinggal di Jakarta, Kak Alan ngga mau ambil tawaran itu?"

Melihat Alan menggeleng, Hana menatap pria itu tidak percaya. Sejak kapan Alan menjadi sebucin ini?

"Please, Kak. Lain kali jangan kayak gitu lagi. Aku jadi merasa bersalah, nih!" Hana menjauhkan wajahnya.

"Kenapa harus merasa bersalah? Itu keputusan saya," jawab Alan enteng. Gadis itu menghela napas lelah.

"Tapi dasar alasannya karena aku." Hana tiba-tiba jadi sedikit emosional.

Alan menghembuskan napasnya. "Saya sudah mengambil kesempatan itu. Kamu ngga bersalah. Maaf kalau kamu sebagai alasannya."

Gadis itu merilekskan tubuhnya. Melihat Alan yang diam saja membuatnya merasa bersalah. Dia harus meminta maaf atas apa yang dia lakukan. Namun mobil sudah berhenti di depan rumah kost.

Alan sudah keluar lebih dahulu. Mengantar Hana sampai benar-benar masuk ke dalam. "Udah malem, setelah ini langsung tidur," ucap Alan tanpa memandangnya.

"Maaf, Kak."

Mendengar itu, Alan menghembuskan napasnya. Mengendurkan otot wajahnya yang kaku. Ia mendekat pada Hana.

"Saya juga minta maaf."

Bagaimana Hana tidak tersulut emosi? Dia hanya tidak ingin Alan mengorbankan pekerjaan atau masa depannya hanya karena perempuan. Dia tidak mau Alan menjadi bodoh karena perasannya sendiri.



Keduanya masih berada di fase hubungan tanpa nama.




"Sini-sini!" bisik Depita kepada Rara agar perempuan itu melihat pemandangan di depan rumah mereka dari balik tirai ruang tamu.

"Kak Alan so sweet juga ya," celetuk Rara melihat pria itu mengacak puncak kepala Hana.

"Justru yang keliatannya dingin gitu malah so sweet abis, Teh!" ujarnha sok tahu. Depita melongok Julie yang tengah membaca buku di ruangan yang sama.

"Lo nggak mau liat, Ju?"

Julie melirik sekilas lalu membuka lembaran selanjutnya. "Ga berminat."

"Yaudah aku masuk ke dalam ya, Kak. Hati-hati di jalan," pamit Hana sambil melambai kecil sebelum berbalik menuju pintu rumah kos nya.

Dua perempuan yang sedang mengintip pun kalang kabut kala Hana hendak masuk ke dalam rumah dengan setengah berlari. Di luar prediksi.

"Eh kalian kenapa pada ngumpul di sini?" heran Hana melihat ketiga temannya di ruang tamu.

Depita seolah sibuk dengan kukunya dan Rara sibuk membaca majalah model. "Emang kenapa? Ini kan rumah kos kita juga," sahut Depita.

Hana mengerjapkan matanya sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Ya ngga papa, sih. Tumben aja."

Saat Hana hendak ke kamarnya. Ia berhenti sejenak menatap teman-temannya. Depita dan Rara jadi bingung.

"Ngomong-ngomong, majalahnya kebalik, Teh." kemudian Hana melenggang pergi.

Julie berusaha menahan tawa saat Rara menyadari kebodohannya. Bahkan sedari tadi ia tidak fokus membaca karena ketiga temannya yang kocak itu.
























Bersambung.
5 Juni 2023

The Girls Dorm (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang