Hana membagikan piring kecil dari kertas agar Papa, Yudis dan Rendi dapat mencicipi kue buatan Rara. Gadis itu senang sekali ketika mereka mengambil kue itu, padahal belum dicicipi.
"Nanti kasih tau rasanya biar Teh Rara tau enak atau engga," suruh Hana.
Ketiga pria itu menyendokkan kue ke dalam mulut mereka. Seperti yang para perempuan duga, keluarga Hana menyukainya. Skill Rara bukan kaleng-kaleng.
"Wahh enak banget ternyata! Serius ini buatan sendiri?" kata Rendi memberi komentar.
Rara mengangguk senang, bibirnya terus saja menyungging senyum. Makanannya manis, senyumannya juga manis. Rendi jadi diabetes.
"Kayaknya bikin kue gini bukan cuma sekedar hobi, deh!" celetuk Yudis menerka.
"Teh Rara emang kerjanya di Cafe bagian hidangan. Cocok banget deh!" timpal Hana.
Papa menyuruh para perempuan untuk ikut makan. "Ayo kalian juga ikut makan, masa cuma tamunya aja?" kekehnya ala bapack-bapack.
Alhasil semuanya pun menikmati hidangan yang telah tersaji di depan mereka. Saling bercengkerama satu sama lain.
Kebetulan Hana duduk di samping Yudis sehingga memudahkan ia untuk bertanya. "Kak!" panggil Hana pelan.
"Hm? Kenapa?" gumamnya masih asyik menikmati kue.
Hana mendekatkan wajahnya agar suaranya tidak terdengar oleh yang lain kecuali Yudis. "Kak Alan kok ngga ikut? Kenapa?"
Wajah Yudis kini menjadi menyebalkan. Pria itu memandang Hana dengan sorot jahil. "Ciee nyariin. Kangen ya?"
Gadis itu menghela napas, sepertinya bertanya pada Yudis adalah hal yang sia-sia. Daripada berakhir sama, lebih baik dia diam saja.
Yudis mendengus geli, "Bang Alan ngga ikut ya karena sibuk. Bang Rendi aja berusaha buat cuti."
Yeah, Hana memakluminya. Alan sudah bekerja tentu akan lebih sulit untuk bepergian jauh. Tidak seperti anak sekolah atau mahasiswa yang suka bolos. Yang ada perekonomian jadi berantakan.
"Lah Kak Yudis ngga sibuk?" sindir Hana.
"Lagi ngga ada job. Temen-temenku juga pada healing, yaudah aku ngikut," kediknya santai seolah bukanlah hal berat.
Rara masuk ke dalam rumah dan melihat jam dinding yang mengharuskannya bergegas menuju tempat kerja. Ia segera ke kamar dan berganti pakaian.
Hana meletakkan gelas gelas kotor ke atas nampan dan membawanya ke dalam. Ia pun tak sengaja berpapasan dengan Rara yang sudah rapi bersiap untuk bekerja. "Oh iya aku lupa kalau Teh Rara harus kerja," kata Hana.
"Makasih ya, Teh, udah bantuin," ucap Hana tulus.
"Santai aja, aku seneng kok keluarga kamu datang ke sini. Apalagi nyicipin kue nya," kikik Rara.
"Oh iya, nanti malam keluargaku ngajakin kita semua jalan-jalan. Nanti nyusul ya?" ajaknya. Kata Rendi, ngga afdhal ke Jogja kalau ngga pergi ke Jalan Malioboro.
"Ya coba nanti aku atur waktunya. Semoga bisa izin," jawab Rara berusaha menyempatkan.
"Oke. Hati-hati," seru Hana ketika Rara melenggang pergi dari hadapannya.
Ketika melewati teras, Rara berpamitan satu persatu pada keluarga Hana yang sedang bersantai. "Permisi, Pak, saya pamit dulu mau ke tempat kerja," pamitnya sopan pada Om Heri.
Om Heri pun menjawab dengan ramah, "Oh iya silahkan. Hati-hati di jalan."
Saat berpamitan pada Rendi meski dari jarak jauh, ada-ada saja akal-akalan Rendi untuk mencoba mendekati rekan kos adik sepupunya itu. "Mau saya antar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girls Dorm (Selesai)
Teen FictionIni adalah sequel cerita 'Saya Terima Kost Putra' Setelah sekian lama menjadi pemilik kost, justru kini Hana menjadi anak kost-nya. Dia berjumpa dengan teman-teman baru yang sekarang tinggal satu atap dengannya. Seperti kisah sebelumnya, setiap pen...