sepoeloeh

332 31 1
                                    

Hari bekerja tidak bisa ditunda terlalu lama, orang dewasa harus kembali ke kehidupan normalnya sesegera mungkin. Hal itulah yang membuat Rendi, Papa dan Yudis harus pulang ke ibu kota.

Barang-barang sudah berada di bagasi mobil. Kini merasa tengah berada di kos Hana untuk berpamitan.

Hana yang merasa mulai kesepian ditinggal keluarganya balik ke Jakarta sedikit sulit. Pasti tau lah bagaimana rasanya jadi anak rantauan yang jauh dari orang tua.

Gadis itu menyederkan kepalanya di bahu sang Papa sembari memeluk lengannya. "Papa cepet banget sih pulangnya. Hana masih kangen tau."

Papa tersenyum simpul menatap putrinya. "Papa juga masih pengen di sini, tapi ngga bisa."

"Manja banget anak cewenya, Om," ledek Yudis melihat interaksi keduanya. Sedangkan Alan tersenyum tipis melihat kedekatan antara putri dan ayahnya.

"Bodo amat!" Hana menjulurkan lidahnya.

"Nanti kamu juga ngerasain sendiri kalau punya anak perempuan," sahut Papa membuat Yudis terkekeh geli.

"Waduhh belum ada calon udah bahas anak aja. Gimana ya?" celetuk Yudis.

Entah kenapa Julie yang berdiri di samping mereka melirik Yudis. Padahal sama sekali tidak ada hubungannya dengan dirinya. Parahnya Yudis malah terang-terangan melihatnya sehingga Julie terpaksa melihat objek lain.

Hana yang sedari tadi memperhatikan pun menyahut. "Halah sok-sok an ngomong begitu. Kayaknya dari awal ke sini, Kak Yudis udah kecantol sama cewe deh!"

Yudis sontak mendelik. "Mana ada?"

Gadis itu sengaja melanjutkan. "Ada. Bahkan ngomongnya aja alus banget, kayak bukan Kak Yudis yang biasanya."

Yudis dengan bombastik side eyesnya. "Yaudah si, suka-suka aku!" semuanya jadi ngakak.

"Berarti bener. Memang kecantol sama siapa?" imbuh Alan membuat keadaan semakin menjadi-jadi.

Yudis melebarkan matanya, "Bang Alan beneran percaya sama Hana?"

Alan berkata seraya menatap netra gadis itu. "Percaya."

Hana tersenyum puas sebab Alan sekubu dengannya. Yudis menghela napas, dia baru ingat bahwa Alan memiliki perasaan pada Hana. Tentu saja akan berkata yang baik-baik seolah memuja-muja penuh damba.

Rendi menengahi. "Udah-udah. Daripada nungguin Yudis yang belum pasti, mendingan doain aku."

Sontak semuanya menatap ke arah pria itu. "Udah ada calonnya, Bang?" kaget Hana karena biasanya Rendi selalu gagal dalam asmara.

"Calon pacar maksudnya. Tinggal dianya suka balik atau engga," kata Rendi di akhiri tawa candaan.

"Yeee, itu berarti masih belum pasti! Sama aja," sahut Hana.

Papa pun melerai keributan random itu membuat Hana kembali sedih saat ayahnya mengulang kata pamit. "Papa sama yang lain pulang dulu ya. Kamu sama temen-temen jaga kesehatan, jangan sampai telat makan. Paling penting ibadah jangan sampai bolong."

Hana tersenyum lembut. "Iya, Pa. Papa juga jaga kesehatan. Udah nggak muda kaya dulu lagi soalnya."

"Wahh Hana ngejekin Om tua tuh!" kompor Yudis.

"Ribut mulu perasaan," ujar Rendi.

"Om emang udah tua sih. Makanya harus nurut sama putri Papa," sahut Papa menyadari diri sendiri.

Alan dengan kedua pria muda itu saling berjabat tangan dan menepuk punggung sebagai ucapan selamat tinggal. Setelahnya mereka bertiga masuk ke dalam mobil.

The Girls Dorm (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang