Delapan

327 29 0
                                    

Mendengar penuturan papa yang tiba-tiba, akhirnya pria itu menjelaskan. "Jangan biarin Alan sendirian. Masa kita rame-rame dia sepi sendirian?"

Hana jadi bertingkah agak gugup, "Kenapa ngga Kak Yudis aja?"

Alan pun melirik gadis itu. Sedangkan Yudis yang seketika mengerti keadaan jadi memulai aksinya. "Lah kan aku mau bantu bawain motornya Rara. Kamu lupa?"

Depita menyipitkan mata melihat tingkah Hana yang sedikit berubah. Apalagi setelah nama Alan disebutkan. Sebagai teman yang hidup satu atap, rasanya ia sedikit curiga.

"Hm yaudah." Hana menghela napas pasrah.

Setelah keputusan itu diambil, akhirnya mereka berjalan bersama menuju parkiran. Sedangkan ketiga teman berjalan bersama tepat di belakang Hana dan Alan yang jalan beriringan.

Depita merangkul Julie dan Rara kemudian mendekatkan mereka. "Eh kalian ngerasa ada yang beda ngga sih?"

Rara mengerut. "Beda gimana maksudnya?"

"Tingkahnya Hana," kata Depita memperjelas.

"Iya ada," sahut Julie membuat Depita menjentikkan jarinya merasa puas karena ada yang sepemikiran.

"Kak Alan sama Sabrina saling suka," ucap Julie mengagetkan keduanya terutama Rara.

"Tuh kan! Tebakan gue emang selalu bener. Ternyata lo peka juga, ya, Jul?" sahut Depita.

Meskipun Julie jarang bersuara. Dia memperhatikan sekitarnya mulai dari hal-hal sepele. Sampai misteri Hana dan Alan pun ia menyadarinya.

"Tapi bukannya Sabrina deket sama semua temen kost nya. Kayak Yudis misalnya," bingung Rara.

"Itu udah beda konteks, Teh Rara. Nanti kita liat aja, deh!" sahut Depita menutup perbincangan.

Tidak lama, mereka semua pun sampai di parkiran. Kawanan mobil Om Heri sudah duduk manis di tempat. Sedangkan Hana masih harus berjalan dengan Alan untuk menjumpai mobil kantor pria itu.

Gadis itu tidak sengaja melirik wajah Alan yang terlihat lelah. "Kak Alan kayaknya capek banget."

Alan mengangguk membenarkan. "Tadi baru sampai dari Jakarta langsung nyusul ke sini."

Hana menghembuskan napasnya. "Harusnya istirahat aja. Ngga usah ikut nyusul."

Pria itu tersenyum geli. "Kenapa memangnya?"

Hana melirik sekilas wajah Alan yang sekarang jadi menyebalkan. "Ngga papa. Nanti kalau sakit sendirian kan kasian."

"Saya bukan orang yang lemah," elak Alan kemudian menyalakan sensor ke arah mobil agar kuncinya terbuka.

Hana memutar bola matanya malas. "Terserah Kak Alan aja, deh."

Gadis itu masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Alan. Hana terkesiap kala tidak sengaja menatap foto kelulusannya bersama Gilang dan yang lainnya terpajang di atas dashboard. Foto yang sama seperti yang Hana punya.

"Aku jadi kangen waktu kelulusan," ucap Hana sambil menyentuh foto kecil itu.

"Sesekali Gilang datang berkunjung ke rumah Papa kamu juga kost-an," timpal Alan.

"Terus gimana?" Hana penasaran dengan kelanjutan ceritanya.

"Dia selalu ngerasa sepi kalau dateng ke rumah. Katanya, kapan kamu pulang?" Alan berujar apa adanya seperti yang Gilang utarakan.

Hana tertawa pelan. "Halah sok sok an kesepian. Dia juga pasti sibuk banget, lah! Apalagi Kedokteran."

Alan melakukan mobilnya mendahului mobil Papa karena Hana lah yang tau tempat tujuannya. Sepanjang perjalanan, tidak ada percakapan di antara mereka berdua.

"Radio nya aku nyalain ya, Kak?" tanya Hana meminta izin. Alan mempersilahkan dengan senang hati.

Karena hari juga sudah malam, biasanya stasiun radio lebih sering menyetel musik-musik menenangkan dibandingkan bercakap-cakap. Alan fokus mengenai sedangkan Hana menikmati alunan musik.

"Ini belok kiri, Kak." Hana memberi tahu jalan sebelum mereka memasuki halaman restaurant.

Mobil milik Om Heri juga tidak lama nampak di indera penglihatan gadis itu. Menunggu para penumpang itu turun dan berjalan bersama-sama.

"Ayo kita ke sana," ajak Alan kepada Hana agar menghampiri teman-temannya dan para pria usai mengunci mobil dengan remote sensor.

Hana menghampiri sang Papa. "Di sini masakannya enak banget loh, Pa! Kadang aku diajakin temen kampus ke sini."

Dari segi tampilan, restaurant ini terbilang cukup besar dan luas. Lampu berpijar terang di segala penjuru.

"Yaudah mumpung lagi ada Papa, makan yang banyak. Uang saku ngga akan berkurang," ledek Papa.

Rendi pun mengajak teman-teman Hana agar berjalan lebih dulu supaya tidak berada di belakang sendiri. Hana mencari tempat duduk yang sekiranya cukup untuk banyak orang.

Pelayan restaurant dengan inisiatif langsung menghampiri. Menawarkan berbagai menu terbaik mereka.

"Kalian mau pesen apa?" tawar Hana pada teman-temannya.

"Kita mah ngikut aja, Sab," jawab Rara.

"Pesen aja yang kalian mau. Santai aja, Papa uangnya banyak, kok!" ujarnya membuat Papa tertawa tapi tak urung menawarkan para perempuan untuk memesan makanan yang mereka inginkan.

Mereka duduk saling berhadapan. Kebetulan atau memang disengaja, Rendi berhadapan dengan Rara, Yudis berhadapan dengan Julie, begitu juga dengan Alan dan Hana.

Andai saja Depita tahu masing-masing hati setiap pemuda-pemudi di sebelahnya itu, ia pasti akan merasa sendirian.



























Bersambung.
4 Juni 2023

The Girls Dorm (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang