Sebelas

293 27 0
                                    

"Silahkan cari referensi sebanyak mungkin melalui buku-buku ataupun internet. Minggu depan presentasi. Sekian dari saya, terimakasih."

Dosen meninggalkan ruangan usai memberikan sebuah tugas kelompok yang telah dibaginya. Sebuah kebetulan yang tidak sengaja, Sabiru satu kelompok dengan Sabrina.

Sebelum pulang, mereka berkumpul terlebih dahulu untuk membahas tugas secara sekilas.

"Widihhh Sabiru dan Sabrina ada dimari nih!" ledek teman dekat Sabiru yang bernama Keano membuat Hana mencoba bersabar.

"Jangan mulai," ingat Sabiru.

Kelompok Hana berisikan hanya tiga orang yakni Sabiru, Hana dan Keano. Semoga saja Hana tidak menimpuk tas ke wajah Keano yang menyebalkan itu.

"Jadi gimana?" tanya Hana.

Sabiru berdehem. "Besok kita mulai kerja kelompok. Cari-cari referensinya dulu di perpus." Hana mengangguk paham.

"Mendingan besok berangkat bareng-bareng aja pakai mobil Sabiru," usul Keano mengingat tujuan mereka sama.

"Lo samper gue ya, Sab?" Keano menaik-naikkan kedua alisnya.

Sabiru tidak menggubris justru dia memandang Sabrina seolah bertanya apakah ia juga akan ikut bersamanya?
"Lo mau bareng ga?"

Hana berpikir sejenak. Ada untungnya dia menumpang pada Sabiru. Dia tidak perlu merogoh saku meski harga naik bus tidak seberapa. "Yaudah gue bareng lo."

"Biru," panggil Hana membuat Sabiru menaikkan satu alisnya.

Melihat gelagat Hana yang aneh, Sabiru jadi curiga. "Gue boleh nebeng pulang ga? Kartu bus gue belum diisi ulang," cengirnya tanpa dosa.

Keano meledek. "Kantong nipis ya mba?"

"Brisik lo!" balas Hana.

Sabiru terkekeh lalu mengangguk. "Ayo gue anterin pulang."

Keano yang merasa ditinggalkan pun kalang kabut. "Loh loh, terus gue pulangnya gimana?" mengingat Sabiru hari ini membawa motor.

"Jalan kaki!" balas Hana sengaja sambil menjulurkan lidah.

"Tadi bukanya lo mau bareng Januar?" timpal Sabiru.

"Oh iya! Gue lupa! Kayaknya dia udah nungguin deh! Duluan ya!" katanya sambil lari terbirit-birit menuju parkiran meninggalkan keduanya yang tertawa pelan.

Sepeninggal Keano, mereka berdua berjalan beriringan menuju parkiran sambil ngobrol-ngobrol ringan. "Lo kok bisa betah temenan sama Keano?"

Sabiru mengedikkan bahu, "Ya gimana ya, orang pertama yang gue kenal waktu masa orientasi itu si Keano."

Pria itu menaikkan alis sambil tersenyum geli. "Sebel ya sama dia?"

"Bukan sebel lagi, Ru," malasnya.

"Yaudah sih ngga papa, kalau nama kita mirip dan emang beneran jodoh gimana?" celetuk Sabiru.

"Ya kali! Gue sih nggak mau," balas Hana dengan nada bercanda.

"Kenapa?" nada bicara Sabiru berubah menjadi serius membuat Hana mengerjapkan matanya. Apakah dirinya salah bicara?

Hana menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Ya ngga papa sih. Gue juga tau Keano cuma bercanda. Lagian kan ngga mungkin juga lah lo jadi suami gue nanti," cengirnya lantas berjalan mendahului. 

Sabiru menghela napas lantas melanjutkan langkahnya menuju parkiran.

Hana sudah sampai lebih dulu menunggu Sabiru di belakangnya. Dia tidak hafal motor pria itu.

Sabiru tak lama datang dan mengeluarkan kendaraannya dari banyaknya jejeran motor yang terparkir rapi. Memberikan satu helm kepada gadis itu.

Ketika menerimanya, Hana jadi bertanya-tanya. "Kayaknya lo setiap hari bawa dua helm deh!"

"Memang," kediknya sambil menyalakan mesin motor.

"Mana model helm nya kaya cewe lagi," gumam Hana seraya memakainya.

Gadis itu tersenyum-senyum jahil membuat Sabiru mengerutkan dahinya seolah bertanya 'kenapa'.
"Gebetan lo dari fakultas mana? Spill dong!"

"Lah? Kenapa jadi bahas gebetan?" bingungnya.

Hana menyilangkan kedua tangannya. "Ngga mungkin lah setiap hari ke kampus sengaja bawa dua helm."

"Simulasi jadi tukang ojek," jawabnya asal. Hana terbahak mendengarnya. Kira-kira siapa ya yang mau jadi pelanggan ojeknya?

Hana pun duduk di boncengan motor. Namun sebelum itu dia meminta izin kepada Sabiru. Takut Sabiru nggak nyaman duduk terlalu deket sama cewe. Meski begitu, Hana tahu bagaimana etika nebeng cowo.

Ketika berhenti di lampu merah, Sabiru sengaja mengubah arah salah satu spion yang kini tak lagi mengarah pada jalanan di belakangnya melainkan wajah Hana yang tidak terhalang kaca helm.

Melalui pantulan itu, Sabiru melihat wajah polos Hana yang fokus melihat jalanan ramai di sekitarnya. Pria itu menarik sudut bibirnya. Spion pun kembali mengarah ke arah yang seharusnya dan pandangannya pun kembali terfokus ke depan.



🏙🏙



Tok tok tok

"Iya tunggu sebentar," sahut dari dalam.

Kala pintu rumah terbuka, nampaklah Depita yang terkejut melihat siapa yang datang. Perempuan itu meringis pelan, "Eh Kak Alan? Ada apa ya kak?"

"Hana ada?" tanyanya langsung.

"Hana masih kuliah, Kak. Mungkin sebentar lagi pulang," jawabnya.

Alan mengangguk. "Ya sudah saya pamit dulu."

Pria itu bergegas menuju mobilnya untuk menuju kampus Hana dan menjemput gadis itu. Tapi rupanya, sebelum dia benar-benar membuka pintu mobil, Hana datang.

Tidak sendirian.

Hana melepas helm dan memberikannya kepada Sabiru lantas mengucapkan terimakasih kepada pria itu. Sebelum Sabiru pergi, pria itu sempat melempar senyum tipis kepada Alan dan Depita yang masih di dekat pintu sebagai bentuk rasa sopan.

Namun hal itu berbeda bagi Alan. Wajah pria itu menjadi datar.

Setelah Sabiru melenggang pergi, Hana menghampiri Alan. "Kak Alan udah lama ya?" Alan hanya menggeleng.

Gadis itu mengerutkan dahinya melihat perubahan dari pria di depannya. Biasanya Alan lebih ekspresif dengannya meski sekedar tersenyum tipis "Kak? Kenapa?"

Depita yang sedari tadi melihat mereka hanya bisa lelah membatin. "Dasar Hana bego!" kemudian masuk ke dalam tak ingin mendengar percakapan privasi mereka.

"Saya mau ajak kamu pergi, tapi kalau masih cape lain hari aja," katanya membuat Hana berseru senang.

"Pergi kemana, Kak?" pokoknya kalau masalah jalan-jalan, Hana bakal maju paling depan.

"Gudang sejarah."






































Siapa bakal jadi sad boy?







Bersambung.
10 Juni 2023


The Girls Dorm (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang