Mata kuliah hari ini selesai. Semua mahasiswa bergegas keluar ruangan begitu juga dengan Sabiru dan Keano.
Suara dosen menginterupsi acara kemas-kemas mereka semu. "Salah satu anak bisa bantu saya?"
Dengan wajah menyebalkan, Keano menunjuk raga Sabiru. "Sabiru, Pak. Sabiru bisa bantu bapak!"
Sabiru menatap temannya kesal. Oh dia paham, apakah ini termasuk dalam kategori balas dendam usai presentasi waktu lalu?
"Sabiru, ikut saya ke ruangan kerja ya."
Sabiru menatap datar pada Keano yang melempar wajah meledek. Tunggu saja pembalasan darinya.
Pria itu berjalan mengekori sang dosen menuju ruang kerjanya. Sekalinya masuk, beuhh rasa dingin mengudara menyelimuti tubuhnya.
"Duduk dulu," kata Pak Dosen mempersilahkan.
"Iya, Pak," jawabnya sopan.
Sembari menunggu, Sabiru melepas tas yang masih merangkul setia di bahunya lantas menyandarkan tubuhnya sembari bermain ponsel. Lumayan lah ngadem bentar.
Sabiru kembali menegakkan punggungnya saat Pak Dosen datang membawa sebuah laptop. "Sebentar lagi saya ada acara dan belum sempat menyelesaikannya. Boleh minta tolong rapikan semua data-data mahasiswa di sini?"
Sabiru mengangguk. "Boleh, Pak. Tapi sebelumnya izin bertanya apakah saya men-"
"Iya, kamu akan saya beri nilai tambahan karena sudah membantu saya. Tenang saja," kata Pak Dosen seolah bisa membaca pikiran Sabiru.
Pria itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Mahasiswa butuh upah lebih dalam membantu pekerjaan dosen. Walau begitu, Sabiru mengerjakan tugas yang diberikan.
Sebenarnya, hanya dengan memblok seluruh barus dan pandai menggunakan microsoft excel pasti akan mudah. Tapi memang kali ini filenya lumayan banyak.
"Kamu kalau mau kopi ambil aja," tawar Pak Dosen sambil menunjuk mesin pembuat kopi di salah satu meja.
"Iya, Pak. Nanti saya ambil."
File itu berisikan data identitas mahasiswa. Agar tidak ada yang keliru, Sabiru tetap menggulir layar, memeriksanya hingga ke bagian paling akhir.
Dia kembali mengklik file yang lain. Isinya pun sama. Tentang identitas.
Ketika netranya tak sengaja melihat nama Hana di sana, jarinya berhenti untuk menggulir layar. Dia mengingat secara detail semua tentang Hana.
Tapi ada satu yang membuatnya menaikkan satu alisnya.
Tanggal kapan Hana dilahirkan.
🏙🏙
Di sinilah, mereka berdua, Keano dan Sabiru menghabiskan malam. Di gerai lesehan pedagang kaki lima yang menjual nasi goreng dengan view jalanan yang cukup ramai.
Keano terlihat menikmati nasi goreng favoritenya itu. Sedangkan Sabiru hanya menyeruput teh manisnya merasa kenyang hanya melihat Keano makan.
"Serius lo nggak pesen? Padahal enak banget!" Keano sengaja melebih-lebihkan ekspresinya agar Sabiru tergiur.
"Nggak. Gue udah kenyang."
Di sela-sela suapannya, Keano membicarakan sebuah alasan. "Ngomong-ngomong, tumben banget lo ngajakin gue keluar? Napa dah?"
"Ngga penting sebenernya," katanya membuat Keano memutar bola matanya malas lantas melanjutkan sesi makannya.
"Ke," panggil Sabiru tiba-tiba yang hanya dijawab gumaman.
Sabiru membasahi bibirnya sebelum berkata, "Lo udah punya pacar?"
Aktivitas Keano terhenti seketika. Bahkan sendok berisi nasi itu masih menggantung dekat bibirnya. Wajahnya mendongak patah-patah.
"Sab, jangan bikin gue takut dong!"
Sabiru mengerutkan alisnya. "Hah?"
"Lo ngapain nanya begitu ke gue? Gue masih lurus ya!" Sabiru semakin bingung apa maksud temannya.
"Emang siapa yang belok?" Sabiru balik bertanya.
"Lo!" tuding Keano.
Ah Sabiru mengerti arah pembicaraan orang di depannya ini. "Maksud lo gue gay?" Keano mengangguk. Memang pada dasarnya Keano yang lola atau kosa katanya yang terlalu rumit sampai salah arti?
"Enak aja! Gue juga masih demen cewe!" sewot Sabiru tak terima.
"Lah terus ngapain lo tanya gituan ke gue?"
Sabiru berdecak pelan. "Gue serius tanya. Lo udah punya pacar atau belum?"
Walau sensasi creepy masih terasa di sekitar Keano. Namun pria itu masih nau menjawab dengan waras. "Terakhir kali gue punya pacar itu sebelum masuk kuliah."
Sabiru membulatkan bibirnya mengerti. "Gimana cara lo bisa pacaran sama mantan lo waktu itu?"
Keano memberi tatapan penuh selidik membuat Sabiru sedikit grogi. Takut ada sesuatu yang ia sembunyikan terkuak begitu saja. "Hayooo cewe mana yang lagi lo incer?"
"Ngga usah kebanyakan tanya, dulu lo bisa pacaran sama mantan lo gimana caranya?"
Bukannya menjawab, Keano malah cengengesan. "Jangan bilang lo suka sama Sabrina?" tebaknya membuat Sabiru full gugup. Telinganya memerah.
"Yaelah, Sab. Tinggal bilang 'tutorial nembak cewe' aja susah banget," sindir Keano habis-habisan.
Keano menyilangkan kedua tangannya sembari mengusap dagu seolah berpikir. "Dulu cara gue nembak cewe itu kasih dia bunga sama coklat. Trus bilang kalau 'gue suka sama lo. Lo mau jadi pacar gue?' udah gitu doang!"
Mendengar alurnya yang begitu mudah membuat Sabiru bertanya. "Berhasil pacaran berapa lama?"
"Satu bulan," polosnya.
"Pantes."
Pantas saja hubungan Keano tidak berlangsung lama. Cara pria itu mengutarakan perasaannya pun seperti ala kadarnya permainan.
"Gini aja deh, sekarang lo jelasin konsep dasar nembak calon pacar lo. Nanti biar gue bantu secara detail," ujarnya seolah pajar paling ahli.
Sabiru berdehem sejenak. Menetralkan raut wajah yang menurutnya berlebihan. "Sebentar lagi cewe itu ulang tahun, jadi ... Ya gitu."
Padahal ingin sekali Keano membalas 'Ya gitu gimana?' . Tapi melihat Sabiru susah payah membicarakannya, ia harus peka.
"Oke gue paham. Lo mau nembak si cewe tepat di hari ulang tahunnya?" Sabiru tidak menjawab tidak juga merespon. Keano mengerti, pasti jawabannya adalah iya.
"Gampang aja, sih! Lo cukup ikutin saran-saran dari gue."
Keano mendekatkan wajahnya yang kembali berulah menyebalkan. "Tapi cewe yang lo maksud itu Sabrina, kan?"
"Sekali lagi lo nanya!"
"Iya ampun, Bang!" Keano menutupi kepalanya dengan tangan saat Sabiru berlagak akan memukulnya. Pria itu tertawa puas karena berhasil membuat Sabiru salah tingkah.
Bersambung.
14 Juni 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girls Dorm (Selesai)
Teen FictionIni adalah sequel cerita 'Saya Terima Kost Putra' Setelah sekian lama menjadi pemilik kost, justru kini Hana menjadi anak kost-nya. Dia berjumpa dengan teman-teman baru yang sekarang tinggal satu atap dengannya. Seperti kisah sebelumnya, setiap pen...