Hari sudah menunjuk pukul tujuh malam. Dan mereka bertiga baru keluar dari perpustakaan. Setelah ketiganya masuk ke dalam mobil, Sabiru melaju meninggalkan halaman parkiran.
Hana mengeluarkan dua box dessert dari paperbag. "Oke guys, jadi tadi Teteh di kosan buat dessert box dan sengaja bikin lebih."
"Nih satu buat lo." Hana memberikan satu box kepada Keano yang diterima dengan senang hati.
Sabiru dengan inisiatig menepikan mobilnya di pinggiran jalan. "Trus ini buat lo." Hana memberikannya kepada Sabiru lengkap dengan sendoknya.
"Ayo cepetan cobain. Terus kasih komentar ya, biar gue sampein ke Teteh gue."
"Makasih, Sab," ucap Sabiru dan Keano bergantian kemudian mencicipi makanan gratis itu.
"Gimana-gimana?" Hana tidak sabar mendengar pujian untuk kue hasil buatan Rara.
"Enak banget cuyy! Mana gratis lagi!" sahut Keano membuat Hana mendengus geli tapi tak urung dia membenarkan perkataan pria itu.
Sabiru mengangguk. "Iya, enak. Kapan-kapan bikinin buat kita lagi."
"Itu sih namanya nge lunjak yee!" kata Hana membuat keduanya terbahak.
Melihat Hana yang hanya memperhatikan ekspresi makan mereka. Sabiru jadi bertanya. "Lo nggak mau cicipin juga?"
Hana mengangguk antusias lantas meminjam sendok milik Sabiru tanpa berkata apa-apa membuat pria itu sedikit terkejut. "By the way, ngga papa pake sendok bekas gue?" tanyanya hati-hati.
"Ya terus pakai apa lagi? Teh Rara ngga bawain sendok lebih," santainya lantas memasukkan sendokan dessert itu ke dalam mulutnya. Dalam hatinya, gadis itu terus memuji Rara.
Hana memberikan dessert itu kepada Sabiru lagi. "Nih! Makasih ya?"
"Udah? Ngga mau lagi?" tawarnya dan Hana pun menggeleng. Pasti nanti di rumah, Rara akan menawarinya lagi. Sudah cukup untuk manis hari ini.
Ponsel Hana berdenting menampilkan pop up yang merupakan pesan dari Alan. Segera ia membuka aplikasi chat dan membacanya.
Kak Alan
Kamu lagi sibuk?
Iya, Kak. Lagi sama temen-temen mampus
Maaf yaHabis ada acara?
Kerja kelompok sih kak
Ini lagi perjalanan pulang
Kenapa?Ngga ada apa-apa
Yaudah hati-hati
Istirahat yang cukupAlan tidak mungkin mengirimkan pesan kepadanya tanpa alasan yang jelas. Atau Alan hendak meneleponnya? Mungkin. Tapi ia tidak bisa karena ada Sabiru dan Keano. Semuanya laki-laki. Takut Alan salah paham.
"Kenapa? Ada masalah?" tanya Sabiru ketika melihat wajah Hana di sela-sela menyetirnya.
"Engga ada," jawab Hana sambil memasukkan kembali ponsel ke dalam tas kanvas.
Mobil Sabiru telah sampai di pelataran kos Hana. Gadis itu segera membawa tas nya. Sebelum itu dia berucap pada Sabiru. "Makasih, ya, udah anter gue pulang."
"Sama-sama."
Hana menutup pintu mobil Sabiru lantas melambaikan tangan saat pria itu hendak meninggalkan halaman rumah kos.
Gadis itu masuk ke dalam rumah kos. Seperti biasa, para penghuni kos tengah berkumpul di ruang santai. Tetapi masih ada yang kurang. Julie.
"Pulang malem, Sab?"
"Iya, Teh. Tugasnya lumayan," jawabnya kemudian berjalan menuju kamar untuk meletakkan tas dan berganti pakaian.
Setelahnya ja datang kembali bersama mereka. "Julie mana?"
"Engga tau, tadi sore baru pulang terus langsung ke kamar," jawa Depita.
Hana yang merasa khawatir itu pun mendatangi pintu kamar tanpa nama. Satu-satunya pintu kamar yang polos tanpa tempelan apapun adalah kamar Julie.
Tok tok tok
"Jul ... Ayo sini kita ngumpul," ajak Hana dari balik pintu yang tertutup rapat.
Tidak ada sahutan dari dalam. Rara dan Depita jadi ikutan khawatir lantas mereka bertiga kini betada di depan kamar Julie.
"Julie, lo ngga papa kan?" Depita bersuara.
Akhirnya Hana memutuskan untuk membuka knop pintu. Rupanya tidak dikunci. Alhasil ketiganya masuk ke dalam kamar Julie.
Begitu mengejutkannua saat Julie tengah terbaring dengan wajah pucat. Baik Hana, Rara maupun Depita sangat cemas. Julie terlihat tidak nyaman dengan keadaannya.
Rara duduk di tepi ranjang mencoba merasakan suhu tubuh Julie dari dahinya. "Dia demam."
"Aku ambil kompres dulu," inisiatif Hana.
"Eh kita ada obat paracetamol nggak ya?" tanya Depita.
"Setauku ada sih, coba liat di kulkas," pinta Rara yang diangguki patuh oleh gadis itu.
Rara memandang temannya itu. Dia menyingkirkan anak-anak rambut Julie yang menghalangi. "Kamu sakit kok diem aja sih, Julie ... "
"Kamu ada rasa mual ga?" Julie menggeleng lemah.
"Sebentar ya, aku ambilin air minum hangat dulu," izin Rara sebelum pergi ke dapur.
Berpapasan dengan Hana, Rara menyuruhnya langsung mengkompresnya. Depita mengambil tablet obat paracetamol yang tersisa di kulkas. Ia mengecek tanggalnya.
"Duh, mana udah kadaluwarsa," gumamnya.
Depita langsung bergegas mengambil jaket dan pergi ke apotek. Hana menempelkan sapu tangan kecil yang telah diperas dan meletakkannya di atas dahi Julie.
"Minum air putih dulu." Rara memberikan sebuah sedotan yang tercelup dalam gelas agar Julie lebih mudah meminumnya.
"Udah, makasih." Rara menaikkan selimutnya sebatas dada. Tinggal menunggu obat dari Depita.
"Obatnya udah dapet!" Depita benar-benar secepat kilat. Demi temannya.
"Ju, sekarang minum obatnya ya biar bisa cepet sembuh." Hana membantu tubuh Julie yang lemas untuk duduk.
"Maaf ya ngerepotin kalian semua," katanya tak enak hati.
"Sstt, ga ada kata ngerepotin," bantah Rara.
"Setelah ini istirahat. Semoga besok pagi udah mendingan," lanjutnya. Mereka bertiga pun keluar dari kamar setelah mematikan saklar lampu.
Mereka berempat tinggal dalam satu atap yang sama. Tidak ada kata repot dalam membantu satu sama lain.
Bersambung.
11 Juni 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girls Dorm (Selesai)
Teen FictionIni adalah sequel cerita 'Saya Terima Kost Putra' Setelah sekian lama menjadi pemilik kost, justru kini Hana menjadi anak kost-nya. Dia berjumpa dengan teman-teman baru yang sekarang tinggal satu atap dengannya. Seperti kisah sebelumnya, setiap pen...