Prolog

7.7K 141 0
                                    

     Senin ini kejadian seperti sebelumnya kembali terjadi. Arsenio menatap bosan pada putranya itu. Wajahnya memancarkan aura kemarahan yang besar.

"Tidak bosan kamu bikin masalah terus?" tanya Arsenio.

"Kerjanya hanya bisa membuat masalah! Kamu hanya merusak nama baik saya saja, Lingga!," amarah Arsenio tidak tertahan lagi dan....

Plak

Sebuah tamparan di layangkan kepada sang anak menimbulkan bekas kemerahan.
Tidak puas sampai disitu Arsenio kembali memukul rahang sang anak hingga tampak lebam dan sedikit bercak darah.

"Mas sudah jangan dilanjutkan lagi, bicarakan ini baik-baik dengan Lingga. Kasihan dia, mas," tutur lembuh Rani sembari menggelus lengan sang suami.

"Dia sudah keterlaluan, jika dibiarkan anak tidak tahu diri ini akan kembali berulah," ujar Arsenio menatap tajam Lingga.

Malam ini menjadi saksi dimana begitu besarnya kemarahan Arsenio pada sang anak. Terbukti dari wajah Lingga penuh dengan luka lebam dan darah segar yang terus menerus bercucuran, tubuhnya penuh luka lebam. Kemarahan lelaki empat puluh tahun itu tidak sampai disitu, setelahnya ia kembali menghajar Lingga dengan ikat pinggang, memukul rahang hingga menendang tubuh bocah sepuluh tahun itu.

Kondisi Lingga benar-benar mengenaskan, ia hampir saja pingsan jika saja sang ibu tak datang menyelamatkannya dari amukan sang ayah. Berakhir sang ibu yang ikut dipukul. Jelas Lingga tak terima akan hal tersebut, namun apa yang dapat diperbuatnya? Dengan kondisi seperti ini ia tak dapat berbuat apapun kecuali menangis hal tersebut.

Satu-satunya orang yang dia cintai dan sayangi disakiti oleh ayahnya sendiri. Di usia sedini ini perlakuan seperti tadi sudah biasa di dapatkan oleh Lingga, bahkan Arsenio tidak segan-segan menggurungnya dalam ruangan 24 jam tanpa makan dan minuman.

"Jangan sakiti bunda," ujar Lingga lemah. Sebisa mungkin ia mencoba bangkit untuk melindungi sang ibu dari pukulan sang ayah lagi.

"Kamu siapa mengatur-ngaturi saya hah?!."

Plak

Dan pada akhrinya Lingga kembali dipukul lagi dan lagi. Darah kembali keluar lagi. "Dasar anak tidak tahu diri. Saya menyesal mempunyai anak seperti kamu!" teriak Arsenio.

Bak di timpah ribuan jarum, hatinya begitu sakit mendengar penuturan sang ayah. Air matanya kembali jatuh berderai membasahi pipi. Dari semua rasa sakit yang pernah dirasakannya, jujur ini yang paling sakit. Jika tahu seperti ini ia lebih memilih untuk tidak dilahirkan.

Merasa puas Arsenio pun pergi meninggalkan Lingga yang sudah terbaring lemah di lantai. Perlahan Rani mendekati sang anak membantunya bangun. "Bunda obati lukanya ya," tutur lembut Rani.

Lingga hanya tersenyum tipis akan kebaikan sang ibu. "Perkataan papa tadi jangan dimasukan ke hati ya. Masih ada bunda yang sayang sama Lingga."

Meskipun sulit tetapi perkataan ibunya ada benarnya. Setidaknya ia masih memiliki sosok yang menyayangi dan melindunginya.

Dengan sorot mata yang sendu Lingga berkata, "Bunda janji ya jangan tinggalin Lingga?"

"Iya bunda janji, sayang."

••••

••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


TBC

Gimana nih prolog nya? Suka gak? Aku harap begitu ya🙌🏼

Jangan lupa vote dan follow

Mungkin ada kritik/saran yang ingin di sampaikan silahkan komen yaaaaaa!

Follow ig @calindly

Thanks for reading and see you next chapter💗

With love,
- Calindly

10/06/2023

LinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang