Jangan lupa vote, follow, dan comment💗••••
Entah keberanian dari mana atau keajaiban dari mana, kakinya melangkah menuju gadis itu. Gadis yang tengah berdiri di depan toilet sembari bermain ponsel. Saat jarak keduanya tak begitu jauh dengan kurang ajarnya lelaki itu menarik ponsel yang semula berada dalam genggaman gadis itu.
"Nama lo siapa?"
••••
Kening gadis itu menggerut, menatap binggung lelaki di hadapannya itu. Tak ada niatan untuk menjawab dengan cepat Kinara merampas ponselnya yang berada di tangan Lingga. Tetapi sayangnya ia kalah cepat dengan lelaki itu.
"Ck jawab dulu pertanyaan gue! Punya mulut kan?" tanya Lingga meremeh.
"Balikin hp gue dulu!"
"Jawab dulu bego!"
"Lo cowok yang kemarin? Gue gak nyangka kita bakalan ketemu lagi. Jadi gimana? Tawaran gue yang semalam?"
Pertanyaan Kinara lantas membuat Lingga terdiam cukup lama. Pikirannya sibuk memikirkan jawaban. Tak di sangka gadis ini masih mengingatnya. Tetapi dengan cepat tangan lelaki itu terulur memberikan ponsel yang semula berada di tangannya dan berlalu pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Jujur saja Kinara merasa binggung dengan lelaki tadi, maksudnya melakukan hal tadi untuk apa sih?
Kinara merasakan perbedaan lelaki itu dengan sosok lelaki yang ditemuinya semalam, bisa di bilang tingkah lakunya berubah-ubah sesuai situasi. Semenjak kehilangan semangat hidupnya, kehidupan Lingga menjadi berbeda begitu juga sifatnya.
••••
Rapat osis kali ini membahas soal perencanaan program yang akan di laksanakan satu semester ke depan. Mungkin ini akan menjadi rapat terlama memgingat sudah dua jam mereka duduk terpaku di ruangan ini tetapi belum kunjung selesai, beberapa di antara sudah merasa bosan dan mengantuk.
Si ketua osis, Lucina Dewintara atau akrab di sapa Luna. Satu sekolah mengenalnya bukan karena dia ketua osis saja, dia juga cantik, kaya, tapi semua itu hanyalah cover saja, aslinya gadis itu berbeda 180⁰ dengan tampangnya. Jika sudah benar-benar mengenal Luna, maka orang-orang akan mengetahui jika gadis itu tak seindah wajahnya, kelakuannya jauh dari kata baik, dia lebih sering menindas dan sama sekali tidak bertanggung jawab atas kerjanya sebagai ketua osis. Semua pekerjaannya di timpahkan kepada Kaiden dan rekan-rekan lain. Tujuannya masuk osis cuman satu, pamer. Tapi anehnya banyak yang memilihnya, itulah yang menjadi pertanyaan di benak lainnya salah satunya Kinara.
Sorot mata Kinara sejak memulai rapat hingga sekarang tak pernah berpindah, pandangannya terkunci pada sesosok lelaki yang tengah menjelaskan sesuatu di depan. Lelaki yang menjadi pusat perhatian semua saat ini, siapa lagi kalau bukan Kaiden. Sekali-kali ia tersenyum saat pandangan keduanya saling bertemu, bahkan itu menyebabkannya menjadi salah tingkah sendiri. Benar-benar tidak peka kah Kaiden dengan semua kode yang diberikannya? Memang paling benar adalah memendam perasaan, daripada mengungkapkan perasaan berakhir menjadi asing.
Jujur saja terkadang Kinara merasa tidak pantas menyukai Kaiden. Apa yang dia punya untuk bersanding dengan lelaki yang nyaris sempurna seperti Kaiden? Pantaskah ia egois dan meminta Kaiden hanya untuknya? Apakah perasaannya yang sudah hampir setahun ini akan berakhir tak bahagia? Entahlah Kinara tidak tahu yang akan di lakukannya ialah pasrah dan mengikuti alur saja.
Tak mau berharap lebih, jauh lebih baik memendam daripada terluka namun memendam memberikan luka. Mereka hanya sebatas teman yang saling memendam, tanpa mengungkapkan dan pada akhirnya saling melupakan.
Seperti kata pepatah cinta tak selalu memiliki, begitulah yang menjadi prinsip cinta gadis itu.