Sepuluh

1.2K 34 0
                                    

Jangan lupa vote, follow, dan comment💗

••••

Di dalam pikirannya Kinara sejujurnya mengkhawatirkan Lingga. Lelaki itu kenapa lagi? Kinara tahu dirinya bukan siapa-siapa untuk mengnatur-ngatur tapi mengapa ia harus memukul orang untuk menyalurkan emosinya?

••••

"Gimana masalah tadi?" Tanya Delion menatap Lingga yang tengah menyesap sebatang rokok. "Di skors doang." Jawaban enteng darinya membuat kedua sahabatnya geleng-geleng kepala, bukan sekali dua kali lelaki itu terkena masalah dan hukuman yang sama. "Tadi kita lihat bokap lo dateng juga sama asistennya."

"Dia dateng bukan karena gue." Jawaban Lingga lantas membuat kedua sahabatnya mengerutkan dahi, apa maksudnya ini?

"Anyway entar malem di club Gale ada party, jadi lo pada dateng gak?" Tanya Liam mencoba mengahlikan perhatikan karena di rasanya ini bukan urusan mereka, Lingga tripikal orang yang akan bercerita jika ingin. Delion memutar bola mata malas, "Harusnya lo gak perlu tanya jelas gue gak bisa." Kedua sahabatnya pun terkekeh, "Maksud gue Lingga, ya kali anak soleh kek lo masuk club." Ucap Liam dengan penekanan saat mengucapkan kata soleh.

"Malem sekitar jam delapan gue ke sana," Liam menggangguk kemudian menyesap rokoknya yang tinggal setengah.

Sudah menjadi kebiasaan Lingga untuk pergi ke club bahkan dulunya ia tak pernah absen ke sana, sekarang pun begitu hanya saja terkadang ia di sibukkan dengan beberapa aktivitas tidak jauh dari balap liar ataupun karate juga boxing

••••

"Pokoknya gue gak mau tahu, prospek kerja kita bulan ini harus dilaksanain semuanya!"

"Jangan banyak protes!" Teriak gadis berambut coklat pendek itu--siapa lagi kalo bukan si ketos, Luna.

"Ngomong doang kerja kagak," sindir salah satu diantara beberapa anak osis yang ikut rapat. Suara sindirannya tak begitu keras namun sialnya dapat di dengar oleh Luna.

"MAKSUD LO APAA HAH?! SEMUA DI SINI DIATUR, GAK SUKA YAH TINGGAL KELUAR!" Nada bicara Luna naik beberapa oktaf bahkan serasa satu sekolah dapat mendengar suara teriakkannya. Semua menatap kaget Luna, diluar dugaan. Kaiden yang di sampingnya lantas dengan sigap menenangkannya, "Udah Na, tenangin diri ya. Kontrol emosi kamu." WAIT?! KAMU?! Jarang sekali lelaki itu berkata seperti itu.

Ia pun segera mendudukkan Luna, kemudian mengambil segelas air putih untuk gadis itu. "Diminum dulu yaa," gadis yang sempat berdebat dengan Luna tadi pun langsung meninggalkan ruangan osis tanpa berkata sepatah kata pun, toh apa pentingnya. Sikap Kaiden yang begitu perhatian dan lembut kepada Luna mampu membuat satu ruangan heboh, bagaimana tidak yang mereka ketahui Kaiden hanya dekat dengan seorang gadis saja yaitu Kinara.

Dari kejauhan tampaknya Kinara melihat semua perlakuan manis Kaiden kepada Luna. Dengan tersenyum kecut, betapa bodohnya ia berharap dengan Kaiden. Harusnya sejak awal ia sadar diri, bukannya malah berharap lebih. Apakah memang Kaiden yang tidak peka dengan perasaannya atau lelaki itu tidak ingin berhubungan lebih dengannya? Mungkin kata orang benar, tidak hubungan pertemanan antara laki-laki dan perempuan yang tanpa melibatkan perasaan.

Rasa sakit yang selama ini Kinara hindari, nyatanya harus ia rasakan lagi hari ini. Sakitnya tidak main-main, terlebih lagi sepertinya ia sudah jatuh terlalu dalam. Masa lalu masih jadi pemenangnya. Mengingat Kaiden dan Luna sempat menjalin hubungan meskipun hanya tiga bulan saja. Jika dipikir-pikir perjuangannya selama ini sia-sia hanya demi mengejar cinta yang entah kapan akan berlayar. Lelah rasanya, tapi perihal perasaan jauh lebih di pentingkan di sini.

LinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang