Sebuah kecupan kecil di wajahnya membuat Gratia menggeliat tak nyaman. Siapa yang berani-beraninya menganggu paginya kalau bukan Aisha. Kedua matanya terbuka memperlihatkan netra coklat cerah yang langsung memberikan tatapan tajam kepada sang istri.
“Selamat pagi.” Aisha tersenyum tanpa dosa.
Gratia salah fokus dengan pakaian kerja yang dikenakan. “Udah mau berangkat?”
Jam berapa ini.
Aisha mengangguk. “Ya, aku mau ke kantor.”
“Jadi cuma sehari,” gumamnya tersirat nada merajuk. Tidak apa-apa juga kalau Aisha memilih berangkat ke kantor. Cuma kalau boleh, ia lebih suka Aisha bekerja di rumah saja.
“Maaf, ya ...”
Aisha meminta maaf sembari membelai kepalanya.
“Pulang cepat?”
“Aku tidak yakin.”
“Ya, sudah.” Pada akhirnya Gratia hanya bisa pasrah.
Rasa kantuk kembali menyergapnya. Aisha tersenyum geli melihatnya mengucek mata. Menggemaskan seperti anak kecil. “Kau tahu? Terkadang tingkahmu terlihat seperti anak kecil,” ungkapnya. “Apa yang kau rasakan semenjak hamil?”
Gratia juga merasakan perubahannya. Ia jadi lebih ingin dimanja dan bermanja-manja. Dan kalau keinginannya ditolak, hatinya menjadi sangat sedih yang menurutnya berlebihan karena sampai membuat dadanya sesak.
“Aku tidak tahu kenapa, tapi akhir-akhir ini aku merasa lebih ingin dekat denganmu,” jawabnya tersipu malu. “Keberadaanmu membuatku nyaman.”
Aisha sedikit terperangah mendengar pengakuan tersebut. Jantungnya mendadak berdebar lebih cepat. Wajahnya juga perlahan terasa hangat.
Ia mengulas senyum sebelum membalas, “Kalau begitu aku akan berusaha untuk lebih dekat denganmu. Aku berangkat sekarang.”
Aisha beranjak, tapi Gratia menahan tangannya. “Ciuman selamat tinggal?” pintanya malu-malu.
Aisha terkekeh lalu menundukkan kepalanya dan mencium bibirnya.
***
Maura bersiap-siaplah untuk pergi makan siang bersama rekan kerjanya saat pintunya diketuk. “Masuk!” teriaknya dari dalam.
Pintu terbuka lalu kepala Aisha menyembul dan lantas tersenyum kepadanya. “Aku ke sini untuk mengajakmu makan siang bersama,” ungkapnya menunjukkan bungkusan di tangannya.
Maura tidak langsung menjawab. Ia justru memandang Aisha dengan ekspresi tidak mengerti. Maksudnya, berani-beraninya wanita itu datang menemuinya disaat ia sedang marah kepadanya.
“Kau masih punya rasa malu untuk menemuiku?”
“Aku sudah meminta maaf,” balas Aisha. Membuka pintu lebih lebar. “Dan kemarin kami menghabiskan waktu bersama. Aku sudah berusaha untuk memperbaikinya.”
“Bagus kalau begitu.” Maura mengangguk singkat. “Ayo, kita makan saja di kantin.”
Baca selengkapnya chapter 19 dan 20 di KaryaKarsa atau klik link di bio :)
KAMU SEDANG MEMBACA
She and Her Sexy CEO (KaryaKarsa)
RomanceAisha Tyler, wanita gila kerja yang lebih bergairah dengan uang daripada cinta. Memiliki obsesi pada kekayaan lantaran trauma menjadi orang miskin saat masih kecil. Hingga diusianya yang ke-35 tahun, dirinya belum juga berkeinginan untuk mencari pas...