Emma melongo melihat kedatangan Aisha. Bukannya bosnya bilang tidak akan kembali. Lalu kenapa tiba-tiba muncul. “Ma'am, bukannya kau—”
Aisha memotong ucapannya dengan mengangkat tangan menyuruhnya diam. Dengan kesal memasuki ruangannya dan membanting pintu membuat asistennya terlonjak kaget.
Setelah merapikan mejanya dengan buru-buru, Emma membuka pintu ruangannya tanpa mengetuk. Kepalanya menyembul melihat Aisha menelungkupkan kepalanya di atas meja kerjanya. Kenapa lagi?
Masuk ke dalam lalu menutup pintu sangat pelan tanpa suara, ia menghampirinya dan duduk di hadapannya.
Aisha mendongak ketika merasakan ada orang lain di ruangannya.
“Kau bisa bercerita padaku,” ujar Emma pengertian.
Menyandarkan punggungnya, Aisha menghela napas. “Gagal. Dia semakin marah padaku,” ungkapnya terdengar frustasi.
Kening Emma berkerut heran. “Bagaimana bisa? Bukannya kau bilang semalam dia sudah mulai luluh?”
“Aku juga tidak mengerti!” jawab Aisha ikut merasa heran dengan tingkah istrinya. “Semalam dia berubah lembut. Pagi tadi juga dia mau menciumku. Tapi siang ini dia marah lagi,” jelasnya kesal.
“Belum sehari tapi emosinya sudah berubah.” Emma bergumam. Tampak sedang berpikir. “Mungkin tanpa sepengetahuanmu, kau sudah menyakiti perasaannya,” tebaknya.
Aisha terdiam. Kemudian menjawab lirih, “Sepertinya memang begitu.”
“Apa maksudmu seperti itu?”
“Dia merasa aku telah melakukan pelecehan padanya.”
Mata Emma memicing. Langsung merasa tidak suka dengan perbuatannya.
“Tapi aku sama sekali tidak bermaksud seperti itu!” sambung Aisha sebelum dirinya sempat kena semprot seperti yang dilakukan istrinya.
Emma menghela napas lelah. Ada-ada saja perbuatan mereka yang memunculkan masalah baru lagi. “Beritahu aku apa yang sudah kau lakukan supaya aku bisa memberikan saran,” pintanya. Kemudian melipat kedua tangannya di atas meja bersiap untuk mendengarkannya dengan serius.
Aisha mengatakan semua yang terjadi termasuk wejangan dari Maura yang justru melahirkan malapetaka. Begitu mulutnya menutup setelah selesai bercerita, tawa Emma meledak kencang. Air matanya degan cepat merembes di sudut matanya.
Aisha hanya bisa merengut di kursinya menahan malu.
“Ya, Tuhan ...” Emma menyeka sudut matanya. Masih tertawa geli. “Kalau kau tidak menjelaskannya, kesalahpahaman kalian akan terus berlanjut. Dan juga kau melakukannya di waktu yang tidak tepat.”
“Terus kapan waktu yang tepat?”
“Yang pasti saat dia tidak sedang makan,” jawabnya menggelengkan kepala. “Bagaimana bisa kau tidak berpengalaman sama sekali? Kau tidak pernah menonton film romantis?”
Gelengan kepala Aisha menimbulkan pertanyaan lagi. “Kalau film erotis?”
“Apa lagi itu.” Aisha memutar matanya.
Pertanyaan lain timbul di benak Emma. Dengan kerutan di dahi ia bertanya, “Lalu bagaimana caranya kau melakukan itu dengan istrimu? Kau tidak punya pengalaman, juga tidak pernah menonton film yang menjurus ke sana.” Ia sangat penasaran darimana bosnya mendapatkan pengetahuan tentang seks.
Aisha menegang mendengar pertanyaan yang sama sekali tidak ia duga itu.
Menghela napas untuk menenangkan rasa gugupnya, ia menjawab, “Aku pernah bilang tidak semua hal harus kau ketahui.”
Untuk sekarang itu jawaban yang aman. Ia seorang bos. Kantornya adalah teritorialnya.
“Kau bener,” ucapnya lagi sebelum Emma membalas ucapannya. “Aku harus segera memperbaikinya karena tidak lama lagi aku harus pergi ke China dan bolak-balik ke Korea untuk mengurus bisnis. Waktu kami bersama pasti akan berkurang,” imbuhnya cepat.
“Sebaiknya kau mencari CEO baru, Ma'am,” saran Emma. “Meski nanti hubungan kalian sudah membaik, aku tidak yakin istrimu akan menyukainya. Kau sendiri pernah bilang kalau berjauhan dengannya membuatmu tersiksa. Dia pasti juga merasakan hal yang sama.”
“Kau tahu aku tidak semudah itu mempercayai orang lain,” balas Aisha tersenyum sedih.
“Daripada harus meninggalkan istrimu?”
“Tidak ada pilihan lain,” jawabnya mantap. “Ada Clarissa yang menjaganya. Dia akan baik-baik saja meski aku tidak ada di dekatnya.” Menolak saran yang diberikan.
Emma memaksanya senyumnya mengetahui Aisha lebih memilih meninggalkan istrinya daripada harus memperkejakan orang lain untuk menggantikan posisinya.
Baca selengkapnya chapter 25 sampai 28 di KaryaKarsa :)
KAMU SEDANG MEMBACA
She and Her Sexy CEO (KaryaKarsa)
RomansaAisha Tyler, wanita gila kerja yang lebih bergairah dengan uang daripada cinta. Memiliki obsesi pada kekayaan lantaran trauma menjadi orang miskin saat masih kecil. Hingga diusianya yang ke-35 tahun, dirinya belum juga berkeinginan untuk mencari pas...