Aisha buru-buru keluar dari mobil ketika sampai di depan halaman rumahnya. Setengah berlari ia memasuki rumahnya. “Di mana Gratia?”
Melihat wajah bosnya yang dengan jelas memperlihatkan kepanikan luar biasa membuat Clarissa tidak berani bertanya ada apa. “Dia tadi berlari ke kamarnya.”
Tak menunggu lama, Aisha melangkahkan kaki jenjangnya menaiki tangga untuk menuju kamar mereka. Namun saat ia membukanya, kamar itu kosong. Jadi ia beralih untuk membuka kamar yang ditempati Gratia sebelumnya. Dan benar saja, pintunya terkunci dari dalam. Istrinya pasti berada di sana.
“Hei, kau baik-baik saja?” tanyanya cemas sembari mengetuk pintu. “Biarkan aku menjelaskannya. Ini tidak seperti apa yang kau lihat. Aku berani bersumpah kami tidak melakukan apapun.”
Usai mengatakan sederet kalimat itu dengan cepat, Aisha diam menunggu tanggapannya. Tapi tak ada jawaban.
“Grat?” panggilnya sekali lagi namun tetap tidak ada jawaban. “Ya, Tuhan ...” Aisha menyisir rambutnya ke belakang seraya menghela napas berat. Tidak biasanya ia bingung menghadapi orang lain. “Aku harus menghubungi Maura,” gumamnya mengambil ponselnya di dalam saku jasnya lalu erjalan menuruni tangga menuju rumah sakit.
“Kau sibuk? Aku membutuhkan bantuanmu,” selorohnya begitu Maura menjawab panggilannya.
***
“Kau gila?” semprot Maura setelah mendengar semua penjelasan dari Aisha. “Aku menyuruhmu untuk membahagiakannya, bukan menyakitinya.”
“Ini bukan salahku! Ini kecelakaan!”
“Ini jelas salahmu!” balas Maura sengit. “Jika kau langsung pulang ke rumahmu, masalah ini tidak akan terjadi!”
Meraka berdebat di ruang kerjanya. Aisha menghela napas, menyibakkan rambutnya ke belakang. Ia benar-benar bingung.
“Aku sudah memberihakumu untuk lebih memprioritaskan istrimu. Dia satu-satunya keluarga yang kau miliki saat ini,” jelas Maura merasa lelah meladeni sikap sahabatnya.
Aisha hanya diam, merasa bersalah dan menyesal. Dirinya memang lalai melakukan tanggungjawabnya.
“Lalu aku harus melakukan apa? Dia bahkan tidak membukakan pintu untukku,” pintanya memelas. “Kau lebih berpengalaman soal ini daripada aku.”
“Kau memang keterlaluan,” cibir Maura kesal. “Berikan dia waktu untuk menyendiri—”
“Sampai kapan?” potong Aisha tidak sabaran.
“Suka-suka dia,” jawab Maura malas. “Setelah dia merasa lelah dan keluar dari kamarnya, berikan sesuatu yang dia suka.” jelasnya. “Aku selalu luluh jika suamiku membujukku dengan cara seperti itu.”
Sesuatu yang Gratia suka? Aisha tidak tahu apa itu.
Melihat wajahnya yang kebingungan membuat Maura menaruh kecurigaan. “Jangan bilang kau tidak tahu kesukaan istrimu sendiri?” tebaknya memicingkan mata tajam. Kemudian menghela napas tidak percaya karena Aisha tidak berani menjawabnya.
“Kau bercanda?” ungkapnya tidak mengerti.
Yang ditanya justru memalingkan wajahnya.
Kekesalan Maura kian memuncak. “Lalu apa yang kau lakukan selama menikah!? Sampai kau tidak mengetahui kesukaan istrimu sendiri!?” Ia benar-benar tak habis pikir.
Aisha meringkuk di kursinya. Tidak berani menatap apalagi menjawab. Jantungnya berdetak kencang menerima kemarahan Maura.
“Berbicara denganmu membuatku kesal,” ucap Maura seraya menggelengkan kepalanya dan berdiri. “Pergilah, aku mau menemui pasienku.”
Baca selengkapnya chapter 21 dan 22 di KaryaKarsa atau klik link di bio :)
KAMU SEDANG MEMBACA
She and Her Sexy CEO (KaryaKarsa)
RomanceAisha Tyler, wanita gila kerja yang lebih bergairah dengan uang daripada cinta. Memiliki obsesi pada kekayaan lantaran trauma menjadi orang miskin saat masih kecil. Hingga diusianya yang ke-35 tahun, dirinya belum juga berkeinginan untuk mencari pas...