"... Tuan muda, anda kelihatan lesu. Ada apa?" Lia yang mengantarkan teh dibuat khawatir karena penampilan Tuan mudanya.
Dia baru saja datang, tapi disuguhkan oleh pemandangan Tuan mudanya yang menatap buku serta telapak tangannya dengan linglung. Dia merasa sangat khawatir.
Setelah beberapa saat termenung, Luca akhirnya menghela nafas. "Tidak apa Lia. Aku hanya... Merasa sedikit kecewa."
"Jika saya boleh tahu, apa yang membuat anda kecewa, Tuan muda?" Lia bertanya. Gadis itu menyerahkan secangkir teh favorit Tuan mudanya, berharap kelesuan Tuan mudanya akan sedikit berkurang.
"Ini mengenai sihirku." Luca menerima cangkir itu, "Aku ingin mempelajari mengenai tekanan energi, tapi aku bahkan tidak tahu bagaimana caranya." dia kembali menghela nafas, meminum tehnya dengan lesu.
Lia tidak tahu banyak mengenai sihir, tapi dia bisa merasakan kelesuan Tuan mudanya. Gadis itu mencoba berpikir dan akhirnya bersuara setelah dia mengingat sesuatu. "Tuan muda, saya pernah mendengar rumor mengenai salah satu penyihir elemen kayu." Lia menghentikan ucapannya. Gadis itu menunggu instruksi sang Tuan muda.
"Lanjutkan." Luca meletakkan cangkirnya.
Mendengar itu, Lia kembali melanjutkan, "Menurut rumor yang saya dengar, salah satu dari ketiga penyihir itu, kini tinggal di ibukota. Tapi itu hanya rumor, saya tidak tahu apa itu benar atau tidak."
Lia tidak secara eksplisit menyuarakan sarannya. Tapi dengan memberitahu informasi itu pada Luca, dia secara sopan mengatakan jika Luca bisa menemui penyihir itu dan meminta sang penyihir untuk mengajarinya sihir.
Dari sudut matanya Lia bisa melihat, wajah Tuan mudanya kini menjadi lebih baik.
"Lia, kau benar-benar yang terbaik!"
Apa reaksi gadis pelayan ini? Tentu saja, dia memerah hingga ke telinganya.
***
Disalah satu kamar yang ada di penginapan kelas atas, sepasang ibu dan anak tengah berbicara dengan harmonis.
Laura membantu ibunya mengemas semua barang bawaan wanita itu. Gadis yang satu tahun lebih muda dari Luca ini bersuara, "Ibu akan kembali sekarang?"
"Tentu saja. Memakan waktu satu hari penuh untuk kembali ke kediaman." Aleth berucap.
"Tapi aku masih ingin bersama ibu..."
Mendengar nada sedih dari putri satu-satunya itu, Aleth menghela nafas. "Kau tahu, aku harus kembali. Banyak hal yang harus ku lakukan untuk menstabilkan posisi ku sebagai seorang Marchioness."
"Aku tahu." Laura menundukkan kepalanya.
Aleth memeluk putrinya, "Aku akan sering mengirimkan surat. Dan juga, ingat pembicaraan kita di restoran waktu itu. Aku mengandalkan mu."
Laura yang dipeluk hanya bisa diam. Ibunya selalu seperti ini, dia sudah terbiasa. Tapi mau bagaimanapun ini ibunya, wanita yang telah membesarkannya. Dia tidak bisa membencinya, hanya karena kurangnya kasih sayang yang diberikan.
Itu benar, dia benar-benar tidak bisa membencinya. Harusnya begitu 'kan?
***
Sementara di sisi lain, Victor juga tengah mengemas barang-barangnya. Pria bergelar bangsawan itu mengemas hal terakhir ke dalam tasnya, lalu segera menutup tas itu.
Mata yang selalu memancarkan kilau hangat namun tegas itu kini beralih kepada seorang pemuda yang sedari tadi diam. Victor menghela nafas, dia mendekati putra satu-satunya itu.
"Kasusnya sudah ditutup. Ayah tidak punya alasan lain untuk tetap di sini." Victor mengusap rambut Luca.
Luca melepaskan tangan pria itu, dia berucap dengan sedikit kesal. "Apa aku tidak bisa menjadi alasannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Back To Medieval Times
FantasySeorang pemuda tampan yang entah bagaimana bisa terlempar ke abad pertengahan dan terlebih lagi dunia itu adalah dunia dalam novel! Nasib menjadi karakter figuran dan mati dengan sia-sia. Luca : "Aku akan merubah semuanya." Kemudian... Para lelaki :...