Chapter 13

6.1K 782 10
                                    

Luca menatap pintu kamar mandi dan menjawab Lia dengan gumaman samar sebelum kemudian bertanya, "Ada apa?"

Segera, suara Lia terdengar, membalas pertanyaannya, suara gadis itu sedikit teredam karena terhalang oleh pintu. "Tuan meminta anda turun setelah anda selesai membersihkan diri."

Memikirkan bahwa masih ada Ivan di luar, agak tidak sopan untuk tidak keluar, jadi Luca mengatakan 'Ya' setelahnya memberi perintah: "Siapkan pakaianku."

Pemuda bermanik cokelat itu kini sudah terbiasa memerintah, salahkan karena identitasnya adalah seorang Tuan muda. Lagipula, dia tidak pernah diperlakukan begitu hormat sebelumnya.

Lia di sisi lain pintu menjawab dengan sopan.

Mempercepat gerakannya, Luca selesai setelah beberapa menit. Pemuda itu mengenakan jubah mandi dan keluar dari kamar mandi, tidak ada seorang pun di kamarnya. Hanya terlihat satu set pakaian berwarna ungu yang tersusun rapi di atas ranjang, itu pasti Lia yang meletakkannya.

Pakaian eropa kuno cukup sederhana, hanya celana panjang, kemeja putih disertai rompi ataupun pakaian lainnya. Tapi di kalangan bangsawan, ini jauh dari kata sederhana. Yah, walaupun dari segi bentuk itu sama saja, namun kain serta pernak-pernik yang di gunakan jelas kelas atas.

Mematut dirinya di depan cermin, Luca mengagumi dirinya. Pemilik asli memiliki wajah yang benar-benar tampan, hidung mancung, bibir tipis, serta mata berwarna cokelat itu yang nampak berkilau. Sungguh sangat tampan... Tapi karena jiwanya yang mengisi tubuh ini, jelas sekali bahwa dirinya lah yang tampan.

Mengingat bahwa ayahnya masih menunggu, Luca menyelesaikan acara bercermin nya dan keluar dari kamar.

Lantai dua adalah area miliknya. Tidak banyak pelayan yang berlalu lalang, karena Luca tidak membutuhkan begitu banyak pelayan. Itu sungguh merepotkan, dia cukup hanya dengan Lia. Gadis itu bisa melakukan segalanya.

Menuruni tangga, Luca bisa melihat beberapa pelayan tengah sibuk melakukan pekerjaan masing-masing. Saat dia berjalan melewati mereka, mereka memberhentikan semua aktivitas yang tengah di lakukan, kemudian membungkuk dengan sopan kearah Luca. Baru setelah pemuda itu benar-benar melewati mereka, mereka akan melanjutkan pekerjaan masing-masing.

Luca sudah terbiasa, bagaimanapun dia sudah ada disini hampir satu bulan.

Berbelok, Luca dapat melihat seorang pria berambut cokelat tengah menikmati tehnya. Dia berjalan mendekat dan bertanya, "Ivan, dimana ayahku?"

Ivan meletakkan cangkir tehnya dan menatap Luca, "Tidak sopan memanggilku seperti itu. Aku dua tahun lebih tua darimu," Ivan memberi isyarat angka dua menggunakan jarinya, "Panggil aku kakak~" Lanjutnya dengan senyum.

Luca yang mendengar itu, secara internal memutar matanya. Jiwaku berumur dua puluh satu tahun, ditambah aku sudah menjalani satu kehidupan, apakah aku gila memanggilmu kakak?

Luca tidak menghiraukan kata-kata Ivan, duduk di sofa tunggal yang ada di sebelah Ivan, pemuda itu kembali bertanya, "Dimana ayahku?"

Memilih berhenti untuk menggoda pemuda bermanik cokelat ini, Ivan menjawab, "Tadi, seorang prajurit datang dan memberi kabar. Mengatakan bahwa gadis yang sudah lama tidak sadarkan diri kini telah membuka matanya. Jadi, paman pergi dan meninggalkan aku sendirian disini.." dia menggunakan nada sedih pada kalimat terakhirnya.

Luca jelas tidak ingin memperhatikan itu. Dia mengangguk mengerti, "Itu pasti terkait dengan kabut sihir."

Mendengar kata 'kabut sihir' Ivan berubah menjadi sedikit serius, bagaimana pun insiden ini cukup serius karena melibatkan warga biasa dan bahkan melukai putra sang Marquess, jadi dia bertanya, "Pelakunya belum di temukan?"

Luca menggelengkan kepalanya, "Tidak ada informasi, bagaimana bisa di temukan?"

Pemuda itu menuangkan teh untuk dirinya sendiri. Selama proses, rantai cincin yang menggantung di jarinya bersentuhan dengan porselen, menciptakan suara dentingan ringan.

Suara ini terdengar di telinga Ivan dan dia secara sadar mengalihkan pandangannya ke arah sepasang cincin perak yang tersemat di jari Luca.

Sekali lihat, dia bisa tahu bahwa itu adalah perangkat sihir kelas atas. Namun entah kenapa, Ivan merasa pernah melihat perangkat sihir berbentuk cincin ini di suatu tempat. Jadi dia bertanya kepada Luca, "Perangkat sihir itu, dimana kau mendapatkannya?"

Luca akan meminum tehnya saat Ivan bertanya, pemuda itu berhenti sebentar, dan mengalihkan pandangannya pada sepasang cincin yang ia kenakan, "Ini? Aku membelinya secara acak, tidak tahu jika itu perangkat sihir."

Luca tersenyum, "Bukankah aku sangat beruntung?" dia meminum tehnya setelah mengatakan itu. Tidak ada keraguan dalam kebohongannya, dan sikap tenang ini, membuat Ivan mempercayai kata-kata pemuda itu.

"Ah~ bagaimana bisa adik kecil ku yang manis sangat beruntung?" Ivan menatap Luca dengan tatapan menggoda.

Luca mengerutkan keningnya, "Berhenti memanggilku adik." Ini terasa aneh.. (-"-;)

"Kenapa~?" Ivan mencondongkan tubuhnya, lelaki bermanik kuning itu tersenyum, "Saat kecil kau memanggilku kakak dengan manis, kau tahu?"

"Aku tidak tahu dan tidak mau tahu!"

"Kenapa kau sangat manis~?"

"Jangan mencubit pipiku!"

"Manis~" ^^

***

Di salah satu restoran terkenal yang ada di Ibukota, seorang gadis cantik duduk dengan anggun. Manik berwarna ungunya penuh dengan senyum saat dia berterima kasih dengan rendah hati pada seorang pelayan yang menyajikan teh.

Pelayan itu mengangguk sopan dan kemudian undur diri.

Di hadapan gadis itu duduk seorang wanita dengan warna mata yang sama. Wanita itu mengangguk puas saat melihat perilaku putrinya.

Laura tersenyum saat melihat ibunya mengangguk. Dia dengan perhatian menuangkan secangkir teh untuk ibunya, "Aku senang kau datang, Bu."

Aleth mengambil teh itu dan tersenyum, kasih sayang terlihat jelas dimatanya; "Ibu merindukanmu, sudah beberapa hari." dia menyesap tehnya, sebelum meletakkan kembali cangkir porselen itu di meja. "Bagaimana kabarmu?"

"Baik. Sihir ku meningkat dengan pesat." Nadanya membawa kesombongan dan kebanggaan diri yang sangat jelas. Sikap gadis itu sangat berbeda dengan beberapa saat yang lalu. Tidak ada rendah hati, yang ada hanya kebanggaan dari kebanyakan bangsawan.

"Jangan berpuas diri." Aleth mengingatkan, "Kau harus lebih banyak berlatih, kemungkinan besar bahwa anak itu juga akan memasuki Akademi."

Laura tentu saja tahu siapa yang dimaksud dengan 'anak' oleh ibunya. Dia mengerutkan kening, "Apakah ayah akan memasukkan nya juga?"

Aleth, "Begitulah. Luca adalah anak kandungnya, dia tentunya ingin memberikan yang terbaik untuk anak itu."

"Tapi ujian masuk telah terlewat. Akademi Roxana bukan akademi dimana mereka akan menerima siswa hanya karena siswa itu adalah keturunan bangsawan, semuanya perlu diuji." Ucap Laura.

"Entahlah, lupakan tentang itu. Kau hanya perlu melakukan satu hal jika ia berhasil memasuki akademi." Aleth memberi isyarat agar putrinya sedikit mendekat.

Menuruti isyarat ibunya, Laura mendekatkan dirinya. Gadis itu mendengarkan dengan seksama apa yang Aleth katakan, semula dia memasang wajah tidak mengerti bercampur dengan ketidaksenangan tapi perlahan, ekspresi itu digantikan dengan sebuah senyum.

"Sesuai keinginanmu, Bu."

⚜︎⚜︎⚜︎

Halloo!!

Nungguin ya??

Sorry, aku lagi sibuk plus ga ada kuota, hehehe..

Yang mau traktir pulsa, boleh kokk. Gausah banyak² 5k aja cukup kok

Yang mau traktir chat akun ku aja ya..

See you next Chapter!!!

[BL] Back To Medieval TimesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang