Angin berhembus, dedaunan pohon yang semula diam kini bergoyang mengikuti arah angin membawa mereka. Sehelai daun jatuh dari tempatnya dan mendarat tepat diatas kepala seorang wanita.
Wanita ini memiliki paras cantik dengan rambut bergelombang berwarna merah kecoklatan. Mata cokelatnya yang indah bersinar kala cahaya matahari mengenainya, bibir tipisnya tersenyum saat dia dengan santai mengambil sehelai daun yang ada di rambutnya.
Angin kembali berhembus, kini bukan hanya dedaunan yang terkena, angin ini juga menerbangkan rambut dan gaun wanita itu.
Dia menyelipkan rambutnya di balik telinga dan berucap dengan lembut, "Anginnya kencang ya, Luca."
***
Luca membuka matanya. Dia menatap langit-langit kamarnya dengan bingung, mencoba untuk mengingat mimpi apa yang ia miliki tadi. Beberapa saat berlalu dan dia masih tidak bisa mengingatnya.
Lupakan, lagipula itu hanya mimpi.
Menyingkirkan selimut yang ada diatasnya, Luca turun dari ranjang. Dia berjalan menuju pintu balkon, lengan halusnya terulur dan membuka pintu kaca itu. Segera, angin pagi menyapanya.
Matahari baru saja terbit. Cahayanya yang hangat jatuh di tubuh pemuda berstatus bangsawan itu. Membuat dirinya jauh lebih bercahaya daripada matahari itu sendiri.
Di kehidupan sebelumnya, Luca adalah pria yang tampan. Dan saat dia pindah ke sini, ketampanannya bahkan menjadi luar biasa. Pemilik asli lahir dengan garis keturunan bangsawan, dia terlahir dengan kemewahan dan ayahnya, Victor, jelas adalah pria yang tampan. Jadi penampilan ini benar-benar diwarisi oleh pria itu.
Suara ketukan pintu terdengar, menyadarkan Luca dari pesona sang surya.
Lia di luar pintu bersuara, "Tuan muda... Anda sudah bangun?"
Hanya terdengar gumaman samar dari dalam. Tapi dengan suara itu, Lia bisa memastikan bahwa Tuan mudanya sudah bangun. Jadi gadis itu kembali bersuara, "Tuan menunggu anda untuk sarapan bersama."
"Aku akan segera turun." Luca melanjutkan, "Jika tidak ada yang lain, kau bisa pergi."
Lia menjawab dengan sopan, "Baik." sebelum pergi dan menyibukkan diri.
Tuan muda tidak menginstruksikan dirinya untuk membantu nya bersiap-siap, jadi Lia tidak akan bertanya. Dia adalah pelayan yang akan mematuhi semua yang dikatakan tuannya dan jika tidak ada perintah, maka dia tidak akan bertanya.
Luca disisi lain menatap matahari yang sudah mulai meninggi sebentar, sebelum dia kembali memasuki kamar, berniat untuk bersiap-siap. Dia tidak bisa membiarkan ayahnya menunggu terlalu lama, dan juga dia benar-benar sudah lapar. ( ̄∇ ̄)
***
Di dalam kereta kuda, seorang pria menatap balkon lantai dua kediaman Lawrence dengan senyum. Manik berwarna kuningnya menatap lekat kesana, seolah mencoba untuk mengingat sesuatu yang telah ia lihat.
Dia bergumam, "Sungguh pagi yang indah."
"Tuan...?"
"Jalankan keretanya."
"... Baik!"
***
Luca menuruni anak tangga sembari merapikan lipatan lengan bajunya. Hari ini dia mengenakan kemeja putih seperti biasa dengan rompi berwarna biru tua serta celana panjang yang menguraikan kakinya dengan baik.
Dia berjalan dengan santai menuju ruang makan, disana, terlihat sang Marquess tengah berbicara dengan seorang perwira. Luca tidak ingin mengganggu pembicaraan mereka, jadi ia dengan pengertian diam dan duduk dengan tenang di kursinya.
Selang beberapa saat, Victor mempersilahkan perwira itu untuk pergi. Mata yang memancarkan kilau acuh tak acuh itu, kini melembut kala pandangannya beralih ke pemuda di depannya.
Victor tersenyum, "Bagaimana tidurmu?"
Luca berterimakasih pada Lia yang menuangkan tehnya, kemudian mengangguk untuk menjawab sang ayah. "Itu baik, aku tidur dengan sangat nyenyak. Juga mendapatkan mimpi."
"Oh ya?" Victor nampak tertarik, "Mimpi apa itu?"
Luca menggelengkan kepalanya, "Aku tidak ingat. Saat aku bangun, aku melupakan apa yang ku mimpikan." Dia menatap ayahnya dengan mata bingung, "Apa ayah pernah mengalaminya juga?"
Ada senyum di bibir pria dengan gelar Marquess itu, "Semua orang pernah mengalaminya. Habiskan sarapanmu, Nak."
Luca mengangguk dan mulai memakan sarapannya. Semula dia merasa biasa saja tapi kemudian dia merasa ada yang kurang, dia bertanya, "Ayah, dimana Ivan?"
Victor menggelengkan kepalanya saat mendengar ucapan anaknya, "Dia dua tahun lebih tua darimu, panggil dia dengan sopan."
Umurku 21 tahun, jadi mengapa aku harus memanggilnya kakak? ─ batin Luca.
Melihat anaknya tidak menjawab, Victor hanya bisa menghela nafas. Dia tidak akan melanjutkan topik ini karena tidak ingin terjadi pertengkaran yang tidak masuk akal. Jadi Victor memilih mundur dan menjawab pertanyaan anak itu sebelumnya.
"Dia sudah pergi, kembali ke Ibukota." Victor melanjutkan, "Bukankah dia sudah memberitahu mu?"
"Dia memberitahu ku." Luca meminum tehnya, "Hanya saja aku tidak menyangka akan pergi pagi-pagi sekali."
"Anak itu terburu-buru. Lagipula dia menunda satu hari kepulangannya."
Ruang makan kembali hening, meskipun begitu suasana disana tampak harmonis. Victor memakan sarapannya dengan khidmat, begitu juga dengan Luca. Mereka selesai dengan cepat dan kembali ke aktivitas masing-masing.
Victor sepertinya masih memiliki sesuatu untuk dilakukan, jadi dia segera pergi setelah menyelesaikan sarapannya. Luca berasumsi bahwa itu masih berkaitan dengan kasus kabut sihir tempo lalu. Mungkin setelah ayahnya pulang, Luca akan menanyakan hal ini.
Dia sungguh penasaran dengan perkembangannya. Apakah itu akan seperti yang tertulis dalam novel atau berbeda.
Yah, itu akan ditanyakan nanti. Untuk sekarang, dia akan melatih sihirnya untuk menjadi lebih kuat!
***
Cuaca hari ini sangat bagus. Langit berwarna biru cerah dengan awan berwarna putih seperti kapas. Benar-benar cocok untuk melatih sihirnya!
Duduk di bawah pohon dengan buku di tangannya, Luca membaca lembar demi lembar halaman buku itu dengan fokus.
Ini adalah buku mengenai elemen kayu yang ditemukan Lia entah dari mana. Dia sudah membaca hampir setengah dari buku itu dan telah memahami sedikit mengenai elemen kayu.
Elemen ini adalah fariasi dari elemen Alam. Yang mengkhususkan penggunanya pada penyembuhan luka, baik luar maupun dalam. Tapi ini semua bergantung pada pengguna itu sendiri. Jika mereka bisa mempelajarinya dengan baik dan bersungguh-sungguh, maka bukan mustahil untuk menarik seseorang yang setengah langkah menuju kematian.
Tapi sayangnya, belum ada orang seperti itu. Di antara tiga penyihir dengan elemen kayu saat ini, belum ada yang sampai pada level itu.
Bukan hanya untuk penyembuhan saja, elemen kayu juga bisa digunakan untuk bertarung. Tapi ini lebih difokuskan pada tekanan energi mereka, karena elemen kayu adalah elemen yang cenderung lembut. Jika pengguna tersebut bisa mengontrol tekanan energi mereka, maka sebuah besi kuat bisa dipotong dengan mudah melalui energi itu. Jika tidak, maka itu hanya bisa menjadi bumerang untuk sang pengguna.
Dan hal inilah yang akan dipelajari Luca hari ini. Dia lebih tertarik dengan pertarungan daripada mengenai penyembuhan. Di dunia dimana yang kuat menjadi raja, kekuatan dan pertahanan diri jelas diperlukan. Meskipun penyembuhan juga penting, tapi ini bisa di kesampingkan.
Luca meletakkan bukunya di atas pangkuannya. Dia fokus pada telapak tangannya dan berusaha mengeluarkan energinya. Segera, cahaya hijau keluar dari tangannya. Dia mengamati cahaya itu, sebelum kemudian menyadari..
SETELAH ITU BAGAIMANA?!
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Back To Medieval Times
FantasíaSeorang pemuda tampan yang entah bagaimana bisa terlempar ke abad pertengahan dan terlebih lagi dunia itu adalah dunia dalam novel! Nasib menjadi karakter figuran dan mati dengan sia-sia. Luca : "Aku akan merubah semuanya." Kemudian... Para lelaki :...