Chapter 11

6.4K 841 6
                                    

"Paman, lama tidak bertemu." pria bermanik kuning itu tersenyum sopan dan juga berjalan mendekati Victor yang datang dari kejauhan.

Victor balas tersenyum. Mereka berdua saling berjabat tangan dan berpelukan, menanyakan kabar masing-masing; "Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?"

"Seperti yang paman lihat, aku sangat sehat." Balas pria itu masih dengan senyum lebarnya. "Paman sendiri?"

"Aku juga baik-baik saja."

Luca yang untuk sementara diabaikan, kini menyela dan bertanya pada ayahnya; "Ayah mengenalnya?"

Victor akhirnya mengalihkan matanya pada putranya, kemudian dia terkekeh, "Dia, anak dari sahabat ibumu, Ivan Joanna Olivier. Kau pernah bertemu dengannya sepuluh tahun yang lalu dan menghabiskan satu bulan bersama."

"Paman benar," Ivan menambahkan; "kau bahkan memanggilku 'kakak' dengan manis~"

Pria itu menjangkau Luca dan mengacak-acak rambutnya, namun segera di tepis oleh pemuda bermanik cokelat itu.

Luca membantah; "Tapi aku tidak mengingatnya!"

"Tentu saja kau tidak mengingatnya, karena baru berumur enam tahun saat itu." Victor tersenyum dan merapikan rambut lembut putranya. Dia melanjutkan, "Ini bukan tempat yang tepat untuk mengobrol, masuk dan kita bicara di dalam."

Keduanya mengangguk setuju.

Luca berjalan di belakang dua pria yang kini tengah mengobrol mengenai kabar keluarga satu sama lain. Dia melirik Ivan dan memikirkan nama lengkap pria itu yang nampak familiar.

Ivan Joanna Olivier...

Seketika mata Luca membulat dengan tidak percaya. Tidak mungkin 'kan?!

***

"Pria itu sangat tampan."

"Lihat betapa kekar tubuhnya itu."

"Andai saja suami masa depanku seperti itu juga..."

"Itu tidak mungkin. Teruslah berkhayal, Hahahhaha."

Di dapur, para pelayan berbisik dengan gembira. Gadis-gadis itu membicarakan ketampanan Ivan. Lia yang tengah membuat teh untuk tamu yang datang, segera berucap, "Kecilkan suara kalian. Jika Nyonya Aleth ada disini dia pasti akan langsung memarahi kalian."

"Tapi dia tidak ada disini 'kan." salah satu pelayan berucap, "Menyebalkan melihatnya, yang terus saja bertindak sebagai penguasa di kediaman."

"Kau benar, itu menyebalkan. Dia bahkan memarahiku karena beberapa hal sepele." pelayan lain menimpali.

"Jika saja kita bisa melawan... Hah, sayangnya kita hanya pelayan."

Mendengar bahwa arah pembicaraan menjadi semakin menyimpang, Lia dengan cepat membuka suara. "Hentikan pembicaraan ini. Kembali bekerja dengan benar."

Pelayan lain segera menjawab 'baik'. Lia adalah yang paling dihormati di antara pelayan, karena gadis itu bekerja langsung dibawah perintah Tuan muda.

Selesai dengan teh yang ia buat, Lia meminta dua pelayan untuk membawakan camilan. Mereka bertiga berjalan dengan teratur menuju ruang tamu.

Mendekati ruang tamu, Lia melihat pria yang disebut-sebut oleh pelayan lain sangat tampan. Gadis itu berhenti sebentar sebelum kembali melanjutkan berjalan dengan wajah tenang.

Pelayan yang berjalan dibelakangnya, melihat dengan bingung pada telinga Lia yang memerah. Apa udara sepanas itu...? Batin pelayan itu.

Di ruang tamu, kedua pria berbeda usia itu tengah mengobrol.

"... Aku baru menerima kabar tentang hal itu saat dalam perjalanan dan segera menuju ke sini untuk melihat situasi." Ucap Ivan mengakhiri penjelasan kenapa ia datang.

Sebelumnya, Ivan tengah berada dalam perjalanan pulang setelah menyelesaikan misi yang dia terima dari Akademi. Di tengah perjalanan ia mendapat kabar jika kabut sihir muncul di pinggiran ibukota beberapa hari yang lalu dan mengakibatkan seorang gadis serta putra dari sang Marquess terluka. Mendengar kabar ini, Ivan langsung melajukan kudanya dengan kecepatan maksimal untuk melihat keadaan.

Victor mengangguk setelah mendengarkan, lelaki dengan gelar Marquess itu berkata dengan pengertian. "Berat bagimu untuk melakukan perjalanan ke sini, nikmati tehmu."

Pelayan menyajikan teh dan camilan, Ivan mengucapkan terima kasih dan meminum tehnya dengan tidak tergesa. Caranya meminum teh menegaskan identitas kebangsawanannya.

Lia yang mendapatkan ucapan terima kasih, membungkuk dengan sopan, "Sudah tugas saya." dia sangat tenang diluar, tapi hatinya kini telah menjerit karena melihat betapa tampan dan anggunnya pria bermanik kuning itu. Untungnya dia bisa menahan emosi itu tetap berada di dalam dan tidak keluar, jika tidak... Ck, jangan membayangkan betapa hebat kejadian itu nantinya.

Lia selesai dengan tugasnya, dia membungkuk sopan dan akan meninggalkan ruang tamu, saat suara Victor memanggilnya.

"Lia,"

"Apa perintah anda, Tuan?"

"Dimana Tuan mudamu?" Victor bertanya karena saat mereka memasuki kediaman, anaknya itu sudah tidak mengikuti di belakang. Entah kemana pemuda itu pergi.

Mendengar pertanyaan itu, Lia dengan sigap menjawabnya. "Tuan muda saat ini sedang membersihkan diri di kamarnya." kemudian bertanya dengan sopan, "Apa Tuan ingin saya memanggilnya?"

Victor mengangguk, "Minta dia untuk turun setelah selesai."

Lia mengangguk kemudian dia kembali membungkuk sebelum berjalan pergi menuju kamar sang Tuan muda.

"Luca sudah besar..." Ivan tiba-tiba bersuara. Pemuda itu menghela nafas sedih, "Aku belum bertemu dengannya selama sepuluh tahun dan dia sudah sebesar ini."

"Anak laki-laki tumbuh dengan cepat. Aku sendiri tidak menyadarinya." Victor menimpali.

Mengambil satu biskuit yang ada di meja, Ivan dengan santai memakannya. Pemuda itu bersuara setelah beberapa kali memakan camilan di atas meja, "Ngomong-ngomong paman, apakah Luca sudah belajar sihir?"

Terakhir kali dia datang, Victor bercerita bahwa Luca tidak ingin belajar sihir atau bahkan beladiri. Dan Ivan yang mengetahui itu sedikit khawatir.

"Anak itu sudah jauh lebih baik sekarang. Dia akhirnya tahu bagaimana menggunakan sihir." Saat membicarakan putranya, mata sang Marquess melembut, "Aku ingin memasukkannya ke dalam Roxana tapi insiden itu membuat dia melewatkan ujian masuk..."

Victor menggelengkan kepalanya tak berdaya. Namun itu hanya sekejap, sebelum pria itu dengan tegas berucap, "Tapi tidak apa! Bagaimana pun caranya, aku akan memasukkan Luca ke Akademi. Bahkan jika melalui jalur gelap.."

Ivan yang sedari tadi mendengarkan kini membuka mulutnya. Tapi dia belum mengeluarkan satu kata pun, sebelum disela oleh seorang prajurit muda yang datang dengan tergesa.

"Lapor, Sir! Gadis yang hampir satu minggu tidak sadarkan diri, kini membuka matanya!"

Dengan segera Victor berdiri dan memberikan perintah, "Kita berangkat sekarang!"

Pria itu mengisyaratkan maaf kepada Ivan sebelum dengan tergesa mengikuti prajurit muda itu untuk kembali ke rumah sakit, tempat dimana gadis itu di rawat.

Ivan yang di tinggalkan sendirian, hanya bisa tersenyum seraya menggelengkan kepalanya. "Paman benar-benar sibuk, sama seperti ayah."

⚜︎⚜︎⚜︎

[BL] Back To Medieval TimesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang