Satu hari berlalu dengan cepat dan hari berikutnya dimulai.
Tuan muda Lawrence yang tidak pernah makan bersama sejak kedatangan Aleth, kini duduk dengan tenang di kursi dan memakan makanan nya dengan khidmat.
Duduk berhadapan dengan pemuda itu, Victor tersenyum saat melihat putranya makan dengan lahap. Pria itu meletakkan beberapa sayuran ke piring putranya dan berbicara dengan lembut, "Makan lebih banyak sayur."
Melihat pemuda yang lebih mirip seperti mendiang istrinya memakan makanan yang ia berikan, pria pemilik gelar Marquess ini merasakan hatinya menghangat.
Luca di sisi lain hanya memakan apa yang ada di piringnya, mata pemuda itu melirik Aleth yang duduk di sebelah Victor dengan senyum di sudut mulutnya.
Aleth yang merasa sedang diejek, mencengkram sendok yang ia pegang. Tapi secara perlahan dia mengendurkan cengkraman itu bersamaan dengan senyuman lembut yang terukir di bibirnya. Suaranya tak kalah lembut dari senyum itu, "Ayahmu benar. Makan lebih banyak sayur, Laura jauh lebih berisi di banding kau sebagai kakaknya."
Seolah dia mengingat sesuatu, Aleth membuat wajah terkejut dan berkata kepada Victor; "Aku baru ingat! Laura mengirim pesan, dia mengatakan bahwa dia merindukanmu. Ah, gadis itu, baru beberapa hari berada di Akademi dan dia sudah mengeluh rindu."
Victor yang mendengar itu tersenyum, namun matanya melirik pemuda yang masih menyantap makanannya dengan tenang. Pemuda itu tidak bereaksi atau mengatakan apapun, membuat Victor menjadi cemas. Ia takut putranya akan marah dan salah paham mengenai masalah ini.
Dia sebenarnya akan memberitahu Luca tentang memasuki Akademi Roxana setelah pemuda itu pulang dari jalan-jalannya hari itu. Namun ia tidak sempat karena kejadian kabut sihir membuat putranya koma dan melewatkan ujian masuk Akademi.
Itu yang dipikirkan Victor. Tapi pikiran Aleth berbeda, wanita itu menganggap diamnya Luca adalah karena dia merasa kesal. Seolah dia memenangkan penghargaan, Aleth tersenyum bangga.
Merasakan ke empat mata tengah menatapnya, Luca yang sedari tadi menunduk untuk memakan makanannya perlahan mendongak.
Tidak ada kemarahan yang di inginkan Aleth, wajah tampan pemuda itu nampak lembut dan matanya yang jernih menunjukkan kebingungan. Dia bertanya, "Ada apa? Kalian menatapku seperti itu..."
Victor merasa aneh dengan hal ini, jadi dia bertanya: "Nak, kau tidak... marah?"
"Ah.. Maksud ayah tentang Laura?" Luca menggelengkan kepalanya, pemuda itu tersenyum lembut, "Tidak, aku tidak marah. Aku sudah mendengarnya dari Lia kemarin, yah, walaupun aku merasa sedikit sedih karena ayah tidak memberitahuku apa-apa tentang Akademi..."
Luca menundukkan kepalanya, rambut pemuda itu ikut diturunkan dan dia tampak seperti anak anjing yang ditinggalkan pemiliknya.
Victor melihat penampilan menyedihkan anaknya dan hatinya menjadi sakit: "Nak..."
"Aku tidak menyalahkan ayah, sungguh!" Luca kembali mengangkat kepalanya, "Aku tahu ayah pasti akan memberitahuku soal Akademi karena ayah tahu aku sudah belajar mengenai sihir. Hanya saja... Keadaan dan situasi tidak membantu. Ada kabut sihir dan aku tidak sadarkan diri selama empat hari. Ujian masuk sudah terlewat dan kita tidak bisa melakukan apapun, yah, setidaknya masih ada tahun depan 'kan?"
Luca kembali memakan makanannya. Agak sedih memang, karena Roxana adalah tempat dimana penyihir hebat berada. Dia bisa mempelajari banyak teknik sihir jika ia dapat memasuki Akademi, 'Sayang sekali...'
"Tidak! Kau akan masuk Akademi tahun ini!"
Suara tegas Victor membuat Luca, bahkan Aleth yang sedari tadi diam terpana.
"A... Ayah?" Luca berucap bingung.
"Tenang saja, Nak. Ayah pastikan kau akan masuk Akademi tahun ini! Jadi jangan bersedih, oke?" Victor tersenyum.
Luca menatap ayahnya dengan penuh kekaguman, "Ayah yang terhebat!"
Saat ayah dan anak mengobrol dengan gembira, Aleth di sisi lain, menggenggam sendoknya begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih. Bahkan wajah wanita itu sudah sangat memerah seperti hampir meledak.
Sayangnya tidak ada satupun yang memperhatikan ini.
***
Hari menjelang siang. Luca kini tengah berada di taman belakang kediaman Lawrence, dia duduk di bawah rimbunnya pohon dan mengamati sepasang cincin perak yang ada di jari rampingnya.
Ayahnya mengatakan bahwa ini adalah perangkat sihir. Luca pernah membaca sesuatu tentang perangkat sihir di salah satu buku yang dibawa Lia. Di sana tertulis, perangkat sihir dibagi menjadi dua kelas. Kelas rendah dan kelas atas.
Perangkat sihir kelas rendah, seperti namanya, itu adalah perangkat sihir yang biasa-biasa saja. Perangkat sihir kelas rendah dapat melindungi penggunanya dari kerusakan sebesar sepuluh persen. Sedangkan perangkat sihir kelas atas memiliki lebih banyak keunggulan yaitu dapat melindungi penggunanya dari kerusakan lebih dari lima puluh persen dan bahkan bisa menyelamatkan nyawa pengguna itu.
Cincin perak ini... Pastinya bukan kelas rendah.
'Perangkat sihir sebagus ini... Sayang jika di kembalikan.' Luca tersenyum saat memandangi cincin itu. Dia tidak berniat untuk mengembalikannya, lagipula orang itu mungkin juga tidak ingin itu dikembalikan.
"Tuan muda!" Panggilan gadis itu memutuskan pikiran Luca. Pemuda bermata cokelat itu menoleh dengan bingung ke arah Lia yang saat ini wajahnya memerah karena berlari.
Luca mengerutkan keningnya, "Kenapa kau berlari seperti itu? Duduk dan tenangkan nafasmu."
Lia mengangguk menurut, dia duduk di samping Luca, menjaga jarak kesopanan dan mulai mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. Setelah sedikit tenang, akhirnya gadis itu berbicara, "Tuan muda, saya dengar anda masuk ke akademi Roxana?! Apakah itu benar??"
"Ku kira ada apa..." Luca menghela nafas tak berdaya, kemudian pemuda itu menjawab pertanyaan Lia. "Belum masuk. Ayah mengatakan kalau aku bisa masuk tahun ini, tapi entah bagaimana.."
Akademi Roxana adalah akademi yang tidak memandang status. Bahkan jika ayahnya adalah seorang Marquess, akademi tidak akan menerimanya begitu saja. Belum lagi masa ujian masuk telah berakhir, apakah bisa dia memasuki akademi?
Lia juga jelas memikirkan hal yang sama. Gadis itu mengerutkan kening sebentar sebelum tersenyum, "Tuan muda tidak usah khawatir! Saya yakin jika Tuan pasti akan memasukkan anda dengan cara apapun!"
"Kenapa kau begitu bersemangat.." Luca menggelengkan kepalanya dengan senyuman geli terpatri di wajah tampannya.
Lia yang merasa ditertawakan, berkata dengan tegas, wajah gadis itu memerah. "Tentu saja saya bersemangat! Jika anda memasuki akademi Roxana, saya yakin sihir anda akan bertambah dan menjadi lebih kuat!!"
"Kau benar..." Luca memperhatikan telapak tangannya, pemuda itu nampak memikirkan sesuatu hingga senyumnya menjadi semakin dalam. Akan lebih mudah menyingkirkan hama-hama itu nanti...
Lia bagaimanapun tidak mengetahui apa yang dipikirkan tuan mudanya. Gadis itu hanya merasa terpesona untuk ke sekian kalinya saat dia melihat senyum sang tuan muda.
⚜️⚜️⚜️
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Back To Medieval Times
FantasySeorang pemuda tampan yang entah bagaimana bisa terlempar ke abad pertengahan dan terlebih lagi dunia itu adalah dunia dalam novel! Nasib menjadi karakter figuran dan mati dengan sia-sia. Luca : "Aku akan merubah semuanya." Kemudian... Para lelaki :...