Makan malam sudah selesai dan Luca memutuskan untuk kembali ke kamarnya setelah melihat Ivan dan ayahnya hendak melanjutkan obrolan di ruang santai. Dia tidak berniat untuk bergabung, obrolan membosankan tidak cocok dengannya.
Sesampainya dikamar, Luca segera merebahkan tubuhnya di ranjang besar itu. Di dunia ini, mereka tidak menggunakan bola lampu untuk menerangi ruangan. Mereka menggunakan lentera malam yang sudah diberikan sihir sebelumnya dan akan menyala saat malam tiba. Sebaliknya, jika matahari muncul, maka lentera itu akan padam secara otomatis.
Melihat langit-langit kamar yang diterangi cahaya lembut, Luca tiba-tiba memikirkan tentang cincin yang ia kenakan. Dia secara perlahan mengangkat tangan kanannya dan memperhatikan dua cincin yang tersemat di jarinya.
Cincin mempunyai kilau keperakan, saat itu mengenai cahaya lentera malam. Terlihat sangat berkilau dan elegan. Dari awal ia melihatnya, dia sudah mengetahui bahwa ini bukanlah perangkat sihir biasa. Belum lagi karena Ivan dan ayahnya memperhatikan cincin ini, yang membuatnya yakin jika itu benar-benar kelas atas.
Secara teori dia telah mengetahui hampir semua hal mengenai perangkat sihir, tapi secara praktek dia benar-benar tidak tahu bagaimana cara menggunakan benda ini. Terlebih lagi, perangkat sihir memiliki cara yang berbeda untuk diaktifkan tergantung dengan bentuk dan jenis yang dimiliki.
Untuk perangkat sihir berbentuk cincin ini... Luca benar-benar tidak tahu bagaimana cara mengaktifkannya.
Dia menggosok cincin yang ada di jari telunjuknya menggunakan ibu jari dan memikirkan bagaimana cara menggunakan perangkat sihir ini, ketika tiba-tiba kilatan cahaya muncul tepat di depan matanya.
Secara refleks, Luca memejamkan matanya karena kilatan itu. Setelah beberapa detik, kelopak matanya perlahan terbuka dan pupilnya membesar karena terkejut akan apa yang ia lihat.
Tepat di depannya, sebuah perisai tembus pandang berwarna keperakan muncul. Itu memiliki pola rumit dan terlihat sangat kuat. Luca mengagumi perisai itu, dia menggerakkan tangan kanannya dan perisai itu mengikuti kemana tangannya pergi.
Mendudukkan dirinya, Luca mengamati perisai di depannya. Bagaimana dia melakukannya tadi? Tunggu.... Apa dengan menggosoknya?
Luca memulai percobaannya dan kembali menggosok cincin itu dengan ibu jarinya seperti yang ia lakukan tadi. Tapi... Tidak terjadi apa-apa?
Pemuda itu menatap bingung sebentar sebelum secara asal menggosok cincin ke arah sebaliknya dan... Perisai yang ada di depannya menghilang!
Manik cokelatnya berkilat.
Setelah beberapa kali melakukan percobaan, Luca menyimpulkan bahwa dia hanya perlu menggosok permukaan cincin di jari telunjuknya searah jarum jam untuk mengaktifkan dan berlawanan arah jarum jam untuk menonaktifkan.
Karena terlalu fokus dengan perisai yang ia miliki, Luca tidak menyadari bahwa seseorang telah memasuki kamarnya dan juga tengah melihat perisai keperakan yang di kendalikan Luca.
"Aku tahu jika itu adalah perangkat sihir yang bagus, tapi aku tidak menyangka jika itu akan sebagus ini.."
Menonaktifkan perisai, Luca menoleh kearah pintu kamar dan menatap tidak suka pada seseorang yang masuk tanpa sopan santun ke kamarnya. "Apa yang kau lakukan di sini?"
"Untuk tidur, tentu saja." Ivan tersenyum main-main, dia hanya mengobrol sebentar dengan Paman Victor dan memutuskan untuk melihat adik manisnya. Juga untuk menggoda anak ini.
Menutup pintu di belakangnya, dia berjalan menuju ranjang, berniat untuk duduk di sana.
Tapi sebelum jarak antara dirinya dan ranjang itu mencapai satu meter, sebuah lengan halus dan putih menghalanginya. Ivan mengangkat sebelah alisnya dan mengarahkan pandangannya pada sang pemilik lengan.
"Sepertinya kau salah kamar, Tuan Olivier." Luca tersenyum.
Menggenggam lengan yang menghalanginya dan menurunkan itu secara perlahan, Ivan membalas. "Aku lebih senang jika kau memanggilku kakak."
Dia benar-benar mengabaikan kata-kata Luca dan hanya fokus pada dua kata terakhir.
Orang ini benar-benar...
Dengan senyum terlampau manis yang hampir menakutkan, Luca menunjuk pintu kamarnya, "Sudah larut, silahkan gunakan kakimu dengan benar dan segera keluar dari kamarku." ^_^
Duduk dipinggir ranjang, Ivan mengangkat sebelah alisnya saat dia mendengar ucapan pemuda di depannya. Sudut bibir pria itu perlahan ditarik menjadi sebuah senyuman, "Bukankah kau sedikit tidak sopan? Aku tamu di sini."
"Harusnya aku yang mengatakan itu! Kau adalah tamu, maka berperilaku lah layaknya seorang tamu!" Luca benar-benar kesal dengan Ivan.
Pertama, pria itu mengintip dan memasuki kamarnya dengan tidak sopan. Kedua, dia bahkan berani mengatakan jika dirinya tidak sopan. Dan yang terakhir, senyumnya itu benar-benar menjengkelkan!
Tahu bahwa dia benar-benar melewati batas kali ini, Ivan memutuskan untuk berhenti menggoda adik manisnya, "Baiklah baiklah, jangan marah. Aku hanya bercanda adik manis."
"Jika kau sudah selesai dengan candaan mu itu, silahkan keluar."
"Ayolah adik manis, apa kau sangat ingin mengusirku?" Ivan kembali memasang ekspresi sedih.
Luca di sisi lain memutar matanya dalam hati, dia menyilangkan tangannya dan hanya menatap Ivan. Mata itu dengan jelas mengatakan, keluar.
Ivan menghela nafas. Dia berdiri dan menghampiri Luca, menarik tangan pemuda itu dan membuat dia duduk berdampingan di pinggir ranjang. "Jangan marah, aku kesini juga bukan tanpa alasan."
Luca masih tidak berbicara, dia masih menatap Ivan. Namun arti tatapan itu berbeda dari sebelumnya, mata cokelatnya membawa kilatan pertanyaan.
"Aku akan kembali ke Akademi besok. Mengenai dirimu, aku akan mengusahakannya." Ivan menjeda sedikit ucapannya saat melihat Luca benar-benar mendengarkan kata-katanya, setelah beberapa saat dia melanjutkan. "Jangan terlalu berharap, Akademi Roxana sangat ketat." Ivan menjentikkan jarinya di dahi Luca. Itu hanya jentik kan pelan.
"Aw!" Luca menggosok dahinya, lalu dia bersuara tidak peduli. "Siapa yang terlalu berharap. Bukannya tidak ada kesempatan lagi.. aku masih bisa memasuki Akademi tahun depan."
"Mana bisa seperti itu? Aku pasti akan berjuang untukmu~" Ivan mencubit pipi kanan Luca, membuat pemuda itu merasa kesal dan melepaskan tangan pria itu dengan kasar.
"Apakah sudah selesai? Kalau ya, kau bisa pergi sekarang."
"Mengapa kau sangat ingin mengusirku?"
"Ini sudah larut dan aku mengantuk. Apa itu cukup?" Luca menatap Ivan dengan tatapan malas. Dia tidak berbohong, dia benar-benar mengantuk saat ini.
"Baiklah, aku akan kembali." Ivan tersenyum, bukan senyum menggoda seperti biasa, melainkan senyuman lembut. "Selamat malam." ucapnya. Dia mengusap rambut Luca sebentar sebelum bangkit dan berjalan menuju pintu.
Saat tangannya terulur untuk membuka pintu, suara Luca terdengar dari belakang. Memanggilnya, "Ivan.."
Ivan menoleh, dia menatap Luca. Manik berwarna kuningnya seolah bersinar karena pantulan cahaya. Seperti mata seekor kucing yang bersinar di malam hari.
Luca sedikit terpesona dengan mata itu.
Ivan yang tidak mendapatkan respon, bertanya, "Ada apa?"
Kembali tersadar, Luca berdehem sedikit guna menghilangkan rasa malu karena terpesona oleh mata pria di depannya. Dia menstabilkan suaranya dan berucap, "... Terimakasih."
Ivan tersenyum, dia mengedipkan salah satu matanya. Berucap dengan nada santai, "Tidak masalah."
Pintu kamar ditutup. Kamarnya kembali menjadi sunyi, Luca membaringkan dirinya di ranjang, kelopak matanya memberat. Tidak butuh waktu lama untuk pemuda itu terlelap dan memasuki kabut mimpi.
---
Ada yang masih inget??
(ಥ ͜ʖಥ)
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Back To Medieval Times
FantasySeorang pemuda tampan yang entah bagaimana bisa terlempar ke abad pertengahan dan terlebih lagi dunia itu adalah dunia dalam novel! Nasib menjadi karakter figuran dan mati dengan sia-sia. Luca : "Aku akan merubah semuanya." Kemudian... Para lelaki :...