Di lorong mansion suara sepatu bergema. Luca mengamati dinding mansion yang terdapat beberapa lukisan, manik pemuda itu berkilat kagum dengan seni di dunia ini.
Dirinya kini tengah berjalan menuju ruang kerja Victor yang berada di lantai satu. Mansion ini memiliki total tiga lantai, lantai pertama khusus untuk menjamu tamu dan juga letak ruang kerja sang Marquess, lantai kedua adalah tempat para tamu menginap dan juga kamar Luca serta tempat perpustakaan berada. Luca asli yang memintanya setelah ayahnya membawa kembali Aleth dan putrinya, yang kemudian menempati kamar di lantai tiga. Jelas terlihat bahwa anak itu tidak ingin berbaur dengan kedua orang itu.
Dan alasan mengapa Luca pergi ke ruang kerja adalah karena dia harus meminta izin ayahnya untuk bisa keluar dari kediaman. Akan tidak sopan jika dia tidak meminta izin dan membuat pria itu khawatir, juga dia tidak ingin menciptakan peluang bagi kedua ibu-anak itu untuk melakukan sesuatu seperti memfitnahnya.
Berbelok di tikungan, Luca bisa melihat sebuah pintu kayu yang kusennya diukir dengan ukiran indah. Dengan langkah ringan, pemuda itu perlahan berada di depan pintu. Tangan kanannya dengan lembut mengetuk pintu, kemudian membukanya, di iringi dengan suara bertanya, "Ayah...?"
"Luca?"
Victor memanggil dengan bingung. Pasalnya pemuda itu hanya memunculkan kepalanya saja, rambut hitamnya terlihat lembut dan wajah tersenyum malu putranya terlihat sangat imut. Pria itu menghentikan pekerjaannya dan tidak bisa menghentikan tawanya; "Apa yang kau lakukan nak? Masuklah."
"Hehehe.." Luca tertawa konyol, pemuda itu masuk kedalam ruangan kemudian menutup pintunya kembali sebelum berjalan mendekat ke arah meja ayahnya. Mata cokelatnya tertuju pada beberapa berkas yang tergeletak di sana, dia bertanya dengan lembut, "Apa ayah sibuk?"
"Seperti yang terlihat.." Victor mengangkat bahunya acuh, pria itu kembali tersenyum, "Lupakan itu, kenapa kau datang kemari?"
Luca menatap ayahnya ragu-ragu.
Melihat keraguan putranya, Victor berucap lembut, "Tidak apa, katakanlah."
"Em... Aku ingin meminta izin ayah untuk keluar kediaman," Takut bahwa ayahnya akan marah, pemuda itu melanjutkan dengan terburu-buru; "tentu saja itu dengan izin ayah! Aku tidak akan pergi jika ayah tidak mengizinkannya."
"Hah.." Victor menghela nafas, pria itu bangun dari duduknya dan menatap putranya dengan tatapan lembut.
Pria yang bergelar Marquess itu mengelus rambut putranya dan berkata, "Mengapa ayah tidak mengizinkannya? Kau juga sudah lama tidak keluar, pergi dan bermainlah. Minta pelayan untuk menyiapkan kereta kuda."
"Jika menggunakan kereta kuda, aku tidak bisa bermain.." Luca mengerucutkan bibirnya lucu, melihat bahwa pria di depannya akan menolak dia dengan segera meraih lengan Victor dan berkata dengan nada membujuk. "Aku hanya akan berjalan-jalan di sekitar sini, aku janji sebelum gelap aku sudah berada di rumah! Ya??"
Tak berdaya dengan putranya, Victor mengangguk. "Bahagiakan dirimu."
"Ayah yang terbaik! Terima kasih!!"
***
Luca menyampirkan jubah yang dibawa Lia ke bahunya. Jubah berwarna hitam itu memiliki ukiran samar yang terlihat di kainnya dan terbuat dari sutra terbaik, penjepit jubah adalah sebuah permata berwarna biru tua yang terlihat sangat mahal.
Pemuda bermanik cokelat itu memakai tudungnya dan berkata pada Lia dengan penuh semangat, "Ayo kita berangkat!"
"Ayo!!"
Mereka berdua meninggalkan gerbang mansion.
Kediaman Marquess Lawrence terletak di pinggiran ibukota, Luca tidak berniat untuk pergi ke jantung ibukota karena jaraknya yang jauh. Dia hanya ingin melihat-lihat sekitar karena ini pertama kalinya dia keluar dari kediaman Lawrence setelah ia pindah.
Pinggiran kota sangat makmur, mereka berdua pergi ke pasar terdekat dan banyak pedagang menjajakan makanan mereka. Alasan yang diberikan Luca kepada Lia adalah dia ingin makan diluar. Jadi gadis itu segera menarik tuan mudanya menuju restoran yang cukup mewah, memesan meja VIP - yang berada di lantai dua -, dan hidangan kemudian duduk untuk menunggu.
Luca membuka tudung jubahnya - ini adalah meja VIP dan terdapat sekat yang memisahkan pandangan pelanggan lain - dan memandang Lia yang berdiri di sampingnya, "Mengapa terburu-buru untuk makan?" Dia masih ingin melihat-lihat.
"Anda belum makan siang, tuan muda." Lia berkata dengan tegas.
Merasa tak berdaya, Luca berkata, "Kalau begitu duduklah, kita akan makan bersama."
Melambaikan tangannya dengan panik, Lia berkata dengan gelisah, "Mana mungkin saya berani? Anda adalah tuan muda saya, akan tidak so--"
"Kau adalah temanku." Luca memotong ucapan Lia. Pemuda itu menatap Lia dengan tulus, manik cokelatnya berkilau dengan indah saat dia dengan senyuman berkata, "Kau sudah bersamaku sejak lama, aku menganggap mu sebagai temanku. Jadi teman, duduk dan makanlah bersama ku, oke?"
Luca benar-benar serius dengan ucapannya. Hal pertama yang ia lihat adalah Lia dan orang yang pertama ia ajak bicara juga Lia, selama 2 minggu terakhir ini Lia lah yang selalu bersamanya. Gadis itu mengurusi segala kebutuhannya dan juga membawakan sesuatu yang ia perlukan. Dia benar-benar menganggap gadis itu sebagai teman.
Tuhan tahu bahwa Luca di dunia sebelumnya sangat pemilih, terutama soal pertemanan. Seseorang yang berhak menjadi temannya adalah seseorang yang tulus memperlakukannya tanpa ada muslihat di balik senyum baiknya. Seseorang yang akan tetap berada di sisinya meskipun orang lain menentangnya dan Luca melihat semua itu pada diri gadis ini.
Melihat bahwa tuan mudanya keras kepala, Lia tidak berdebat dan akhirnya duduk di depan Luca dengan kepala tertunduk. Sebenarnya gadis itu cukup senang karena dianggap sebagai teman, tuan mudanya memang sangat baik!
Makanan dengan cepat di antar dan Luca mengangguk sopan pada pelayan yang mengantar. Hidangan yang dipesan lumayan banyak dan kebanyakan dari mereka adalah makanan Eropa, Luca melihat itu dan tidak berkata apa-apa. Pemuda itu dengan anggun memakan makanannya, manik cokelatnya sedikit berkeliaran ke area bawah restoran.
Ini adalah restoran bergaya Eropa kuno dengan para bangsawan yang makan dengan elegan dan juga mengobrol. Mayoritas adalah perempuan yang nampaknya seperti tengah pamer atau sesuatu seperti itu.
Pandangannya tertuju pada seorang gadis berambut merah muda dengan manik berwarna emerald miliknya. Gadis itu mengenakan pakaian pelayan dan tengah sibuk mengantarkan pesanan para pelanggan.
Melihat gadis itu, Luca tiba-tiba teringat deskripsi novel.
Rambut merah mudanya terikat dan senyum senantiasa terpatri di wajahnya yang cantik, meskipun keringat membasahi dahinya, mata gadis itu tidak menunjukkan keluhan. Manik berwarna emeraldnya memancarkan cahaya indah saat sisi wajahnya terkena sinar matahari.
Seketika mata pemuda itu membulat terkejut, 'Aerin...?'
⚜️⚜️⚜️
Siapa itu Aerin???????????
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Back To Medieval Times
FantasySeorang pemuda tampan yang entah bagaimana bisa terlempar ke abad pertengahan dan terlebih lagi dunia itu adalah dunia dalam novel! Nasib menjadi karakter figuran dan mati dengan sia-sia. Luca : "Aku akan merubah semuanya." Kemudian... Para lelaki :...