Chapter 24

3.6K 367 17
                                    

Serigala hitam dan Luca saling bersitatap selama beberapa detik, sebelum kemudian pemuda bermata cokelat itu akhirnya mengalihkan pandangannya. Dia tidak boleh terburu-buru, mau bagaimanapun itu adalah binatang roh tingkat menengah yang memiliki pikiran sendiri. Akan jadi masalah jika serigala itu menganggapnya musuh dan pergi melarikan diri. Jadi dia harus menahannya.

Manik cokelatnya beralih pada daging yang ada di mulut serigala itu. Mungkin karena baru diambil dari tubuh binatang lain, itu masih meneteskan darah yang sangat kental. Bahkan moncong serigala itu ternoda oleh darahnya yang mana membuat penampilan serigala itu sangat menyeramkan dimata Luca.

Dia mencoba menetralkan detak jantungnya, berkata pada diri sendiri jika itu adalah binatang roh yang memiliki pikiran. Jadi itu tidak akan tiba-tiba menerkam dirinya.

Setelah cukup lama berdiam diri, Luca akhirnya bersuara dengan suara canggung. "Apa daging itu untuk ku?"

Bukannya dia merasa terlalu percaya diri, tapi karena serigala itu seperti tidak berniat memakan daging berdarah di mulutnya membuat Luca mau tidak mau berpikir seperti itu.

Siapa yang mengira bahwa serigala hitam itu akan berjalan mendekatinya, membuat jantung pemuda itu hampir melompat keluar. Luca tidak berani bergerak, maniknya mengikuti pergerakan sang serigala yang berhenti tepat di depannya dan kemudian melepaskan daging yang sedari tadi ia gigit ke tanah.

Serigala itu menggeram dengan samar. Seolah mengatakan, ambilah.

Luca tentu saja tidak menolak. Daripada buah-buahan liar yang ia temui sepanjang jalan, daging ini jelas akan lebih mengenyangkan. Memikirkan ini, perutnya kembali bersuara. Rasa lapar yang menerjang telah menutupi rasa takut akan serigala di hadapannya. Mengambil daging itu, Luca mengamatinya sebentar.

Tidak mungkin baginya untuk memakan daging merah berdarah, belum lagi itu adalah daging mentah. Jadi dia berdiri, berniat untuk mencuci daging itu di sungai yang sempat ia gunakan untuk mandi.

Luca hanya mengenakan rok daun yang menutupi area penting miliknya, jadi kaki mulus pemuda itu terekspos tanpa halangan di depan mata sang serigala. Saat pemuda itu berjongkok untuk mencuci daging, secara samar bisa terlihat dua bongkahan daging lembut yang mengintip dibalik daun.

Serigala itu mengalihkan pandangannya. Tidak tahu kenapa tubuhnya merasa sedikit panas, padahal matahari saat ini tertutup awan.

Luca di depan, tentu saja tidak memperhatikan serigala itu. Dia selesai mencuci sepotong dagingnya dan berniat untuk memasak itu diatas api. Memikirkan hal ini dia membutuhkan beberapa kayu untuk menyalakan api.

Akibatnya pemuda itu sibuk mengumpulkan ranting kayu, tidak peduli dengan roknya yang beberapa kali tertiup angin dan tidak menyadari fakta bahwa ada satu binatang yang sedari tadi tengah menatapnya dengan tatapan panas.

***

Sudah sehari semalam Aleth tidak melihat anak dari suaminya itu. Bukannya dia khawatir, hanya saja dirinya penasaran kemana anak itu pergi. Dan karena rasa penasaran itu lah dia akhirnya memanggil pelayan pribadi Luca.

Wanita itu memegang cangkir berisi teh ditangannya dengan lembut dan para pelayan yang ada disampingnya dengan hati-hati mengipasi Nyonya mereka. Persis layaknya seorang ratu dan hal inilah yang membuat Lia menjadi kesal.

Tapi meskipun kesal dengan perilaku wanita di depannya, Lia sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa menunduk hormat dan bertanya dengan sikap layaknya seorang pelayan.

"Anda memanggil saya kesini, apa ada yang perlu saya kerjakan?" ucapnya dengan nada hormat yang agak dipaksakan.

Untungnya Aleth tidak memerhatikan nada suara pelayan itu. Dia dengan fokus menikmati tehnya, menghirup dan menyesap teh itu dengan anggun layaknya seorang bangsawan. Dia seperti tidak mendengarkan suara Lia sama sekali dan disaat Lia mulai berpikir untuk mengundurkan diri, suara wanita itu terdengar.

"Dimana Tuan mu? Aku sudah lama tidak melihatnya." suaranya lembut, namun membawa ketajaman terselubung yang membuat Lia mau tidak mau merinding dibuatnya.

Tapi meskipun begitu, Lia dengan lancar menjawab pertanyaan Aleth. "Menjawab anda, Tuan muda mengatakan jika ia akan berkeliling. Saya tidak tahu kemana lebih tepatnya dan saya juga tidak berani mempertanyakan hal itu."

Meskipun Tuan Muda tidak memberinya perintah untuk menyembunyikan keberadaannya, tapi Lia tahu benar jika ia memberitahu Aleth maka perjalanan pemuda itu ke ibukota pasti akan terganggu. Wanita ini tentunya tidak ingin Luca berada di Ibukota, dia ingin memperkecil kemungkinan untuk pemuda itu memasuki akademi.

"Benarkah?" Aleth yang bertanya hanya karena penasaran tentu saja tidak peduli dengan jawaban yang diberikan oleh Lia. Wanita itu bahkan tidak melirik Lia saat dia kembali bersuara, "Kapan dia akan kembali?"

Dia tidak menunggu jawaban dari Lia dan memilih untuk menjawab pertanyaannya sendiri. "Yah, kapan pun itu, bukannya aku akan peduli. Lebih baik dia tidak pernah kembali atau bisa saja anak itu mati di saat perjalanan, bukan?"

Di akhir kata ia akhirnya melirik Lia dengan senyum yang sangat lembut, tapi Lia bisa mengetahui bahwa ada kilatan jahat di mata milik wanita itu.

Meskipun kesal dengan kata-kata yang diucapkan Aleth, Lia tidak bisa membalasnya. Statusnya yang hanyalah seorang pelayan tidak memungkinkannya untuk membalas kata-kata wanita yang berstatus sebagai istri sang Marquess. Dia hanya bisa menundukkan kepalanya dalam diam.

Tidak mendapat respon dari pelayan itu, Aleth tersenyum sarkas. Dia melambaikan tangannya dan berbicara dengan nada merendahkan, "Pergilah, pelayan tidak berguna sepertimu memang pantas melayani anak sialan itu."

Mengepalkan tangannya dengan kuat, Lia menundukkan kepalanya dengan sopan dan pergi meninggalkan ruangan yang membuat dirinya hampir terbakar karena amarah.

***

Luca telah menyelesaikan acara makannya dan kini pemuda itu beralih ke pakaian yang telah ia jemur sebelumnya di atas sebuah batu. Untungnya itu sudah mengering, jadi dia bisa segera memakainya.

Mengenakan pakaiannya satu persatu, mata pemuda itu sesekali melirik serigala hitam yang saat ini tengah tertidur pulas. Setelah dipikir-pikir lagi, Luca menyadari bahwa serigala ini mungkin tidak semenakutkan itu. Memang benar bahwa di awal pertemuan mereka serigala itu hendak menerkamnya, tapi mungkin itu dilakukan karena serigala itu merasa terancam.

Belum lagi dia adalah binatang roh tingkat menengah, pasti tidak akan menyerang orang sembarangan.

Mungkin aku bisa berbicara dengan nya?

Menepuk debu di pakaiannya, Luca akhirnya mendekati serigala hitam itu dengan perlahan. Niatnya adalah untuk berbicara dengan baik dan meminta binatang roh itu untuk melakukan kontrak dengannya. Tapi tentu saja dengan syarat jika serigala itu mau, jika tidak maka Luca tidak akan memaksanya. Meskipun dirinya akan kecewa karena tidak bisa mendapatkan binatang roh tingkat menengah itu.

Tersisa dua langkah lagi untuk benar-benar berada di depan sang serigala, namun Luca menghentikan langkahnya. Walaupun sudah meyakinkan diri, tapi tetap saja rasa takut itu masih ada.

Pemuda itu mengambil sebatang ranting yang tergeletak disampingnya dan mulai menusuk-nusuk tubuh serigala hitam.

"Permisi.." Suaranya berhenti sejenak kala pandangannya tertuju pada area tertentu di tubuh serigala itu. Setelah mengkonfirmasi hal itu, Luca melanjutkan kata-katanya.

"Ekhem.. Tuan serigala bisakah kita bicara?"

↷✦; c o n t i n u e d ❞

[BL] Back To Medieval TimesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang