Chapter 10

6.7K 886 11
                                    

Dua hari berlalu begitu saja. Dan selama dua hari ini, Aleth tidak lagi membicarakan tentang Akademi. Meskipun secara eksternal dia mendukung keputusan suaminya untuk memasukkan Luca ke akademi segera, hati wanita itu berkata lain.

Luca sendiri tidak terlalu peduli, atau bisa dibilang bahwa dia sama sekali tidak ingin memperhatikan Aleth. Fokusnya saat ini hanyalah untuk meningkatkan kekuatan fisik dan elemennya.

Dia sendiri sadar jika kekuatannya saat ini tidak memadai, saat itu hanya dengan satu pukulan dan dia telah terluka parah. Tubuhnya masih terlalu lemah, dan dia tidak menyukai hal itu.

Jadi, saat Lia membawa sepoci teh melati ke taman belakang untuk tuan mudanya, dia melihat pemandangan seorang pemuda yang tengah melakukan gerakan aneh.

Pemuda itu telungkup di tanah, menumpu tubuhnya dengan kedua tangan dan menaik-turun kan tubuhnya. Pemuda itu tidak lain adalah Luca, dia mengenakan kemeja putih khas Eropa kuno dan itu sedikit basah oleh keringat, membuat kulit punggungnya terlihat secara samar di depan mata Lia.

Tahu bahwa tidak sopan melihat ini, Lia membalikkan tubuhnya dan memanggil tuan mudanya. Telinga gadis itu memerah, "Tuan muda.."

Luca yang sedari tadi sibuk melakukan push-up akhirnya mengalihkan perhatian. Dia menyudahi latihannya, berdiri dan kemudian berucap, "Lia kau disini..." Luca menatap aneh pada Lia yang mengarahkan punggungnya kepada dirinya.

"Mengapa kau memunggungi ku?" pemuda itu kini tengah duduk di kursi dan mengelap keringatnya dengan sapu tangan bersih, dia melanjutkan; "Bukankah kau membawa teh? Tuangkan aku secangkir, tenggorokan ku benar-benar kering."

Lia tentunya ingin menyajikan secangkir teh pada tuan mudanya, tapi gadis itu tidak bisa. Kemeja tuan mudanya basah oleh keringat dan itu menjadi tembus pandang, tidak sopan melihat itu, tapi tidak sopan juga memunggungi seseorang, terlebih lagi itu tuan mudanya.

Jadi, dengan telinga serta wajah yang memerah, Lia perlahan berkata, "T-tuan muda, pakaian anda.."

"Ada ap---" Luca semula bingung dengan kata-kata Lia, namun saat pemuda itu menurunkan pandangannya ke arah pakaiannya, dia berhenti.

Kemeja yang ia kenakan sudah basah oleh keringat dan itu menempel di tubuhnya, memperlihatkan secara samar tubuh pemuda itu. Luca menghela nafas, dia mengambil rompi cokelat yang tersampir di kursi dan memakainya, sembari membatin; 'Gadis kuno...'

Setelah selesai mengenakan rompi, Luca membuka mulutnya kembali; "Sudah, berbalik lah. Aku sangat haus."

Mendengar suara tuan mudanya, Lia perlahan berbalik dan berjalan mendekat. Wajah gadis itu masih memerah dan dia menurunkan pandangannya, tidak berani melihat ke atas.

Luca di sisi lain hanya menggelengkan kepala saat melihat betapa pemalunya gadis zaman kuno. Saat ini dia masih mengenakan pakaian, bagaimana jika suatu saat nanti ia bertelanjang dada? Luca yakin bahwa gadis pelayan nya itu akan langsung pergi dengan wajah semerah tomat.

Meminum secangkir teh yang sudah dituangkan Lia, Luca secara perlahan menenangkan dahaganya. Dia meregangkan otot-ototnya sebentar, kemudian bertanya; "Apakah dia sudah pergi?"

Lia tahu betul siapa yang dimaksud oleh tuan mudanya. Gadis itu untuk sementara waktu membuang rasa malunya sebelum menjawab dengan mantap, "Nyonya Aleth sudah pergi menuju Ibukota. Dia berangkat setengah jam yang lalu menggunakan kereta kuda."

Luca mengangguk menerima kabar. Wanita itu ingin menemui putrinya yang berada di Akademi, dia mengatakan bahwa dia merindukan putrinya. Yah, Luca tidak yakin akan hal itu. Lagipula wanita seperti Aleth hanya akan memikirkan dirinya sendiri, tapi itu baik jika ia peduli tentang anaknya. Setidaknya, wanita itu masih memiliki sedikit kebaikan.

"Aku ingin membersihkan diri." Luca berdiri dan merenggangkan tubuhnya yang kaku. Dia sudah tidak nyaman dengan pakaian yang menempel di kulitnya.

Lia dengan sigap berkata, "Saya akan menyiapkannya." kemudian dia bergegas pergi setelah membungkuk dengan sopan kepada Luca.

Luca hanya memperhatikan kepergian Lia yang terburu-buru, pemuda itu berjalan dengan santai menyusuri taman belakang.

Ini sudah awal musim semi, bunga-bunga di taman mulai bermekaran dan menunjukkan warna-warna yang indah. Luca mendekati bunga mawar yang mekar dengan indah, warnanya semerah darah dan itu terlihat sangat cantik.

Mata cokelat pemuda itu sedikit menunduk saat dia melihat mawar-mawar itu. Tangannya yang ramping dengan ringan terangkat dan akan menyentuh tangkai mawar itu, ingin memetiknya. Namun sebelum jari-jarinya menyentuh tangkai, telapak tangan yang lebih besar menggenggam tangannya.

Nafas hangat seseorang berhembus disebelah telinganya, di susul dengan suara seorang laki-laki yang ringan; "Jangan memetik mawar sembarangan. Tanganmu akan terluka."

Luca terkejut. Dia menghempaskan tangan yang memegangnya dan berbalik dengan waspada. Pandangannya segera disambut oleh seorang pria berambut cokelat yang tengah tersenyum padanya.

Pria itu benar-benar sangat tampan, wajahnya seperti dewa, sempurna dan tanpa celah. Rahang tegasnya terpahat dengan baik dan bibir tipis yang saat ini masih menyunggingkan senyum tampak sangat lembut, matanya yang berwarna kuning menambahkan nilai ketampanan dalam diri pria itu. Berdiri dibawah sinar matahari, pria itu benar-benar secerah penampilannya, bahkan mungkin lebih cerah dari matahari yang saat ini menggantung di langit.

"Lama tidak bertemu, adik kecil~"

Adik kecil...

Mendengar nama panggilan itu, Luca mengerutkan keningnya. Otaknya secara cepat mulai berpikir, dia tidak meneruskan ingatan pemilik asli dan juga seingatnya Victor tidak memiliki saudara. Ayahnya adalah anak tunggal, sedangkan ibunya sendiri hanya mempunyai adik laki-laki yang tinggal di kota yang jauh dan sudah lama tidak berhubungan - informasi ini ia dapatkan secara diam-diam guna menghindari kejadian yang tidak di inginkan - , jadi secara teori, tidak mungkin bahwa pria di depannya adalah kakak sepupunya.

Bahkan jika teman--- sepertinya pemilik asli tidak mempunyai teman? Pemilik asli lebih menyukai berada di rumah dan bersama dengan ibunya ketimbang bermain dengan anak-anak bangsawan lainnya. Dan hal ini sangat membantu Luca, karena dia tidak perlu khawatir dia salah mengenali orang.

Dia memikirkan banyak hal, namun hanya tiga detik berlalu, saat pria bermanik kuning di depannya kembali bersuara. "Kau tidak mengenaliku?" Suaranya mengandung kesedihan yang berlebihan, "Adik kecil yang selalu memanggilku 'kakak' kini tidak mengenaliku setelah hanya sepuluh tahun tidak bertemu.." (T^T)

Sepuluh tahun...

Celah yang bagus, akan menjadi wajar jika Luca tidak mengenalinya. Segera Luca mengerutkan keningnya dan bertanya, "Siapa kau? Mengapa kau bisa memasuki kediaman Marquess?"

Pria itu tidak menjawab pertanyaan Luca, melainkan tertawa ringan, "Kau sama sekali tidak berubah. Masih saja suka bertanya."

Luca semakin mengerutkan keningnya. Dia memandang tidak suka pada pria di depannya. Saat dia akan membuka mulutnya untuk kembali bersuara, suara pria lain menginterupsi.

"Kau...?"

⚜︎⚜︎⚜︎

Note:

Akhirnya!!!!

Sebenernya aku ga dapet ide sama sekali pas selesai ngetik chap 9, bahkan sampe buat awalan chap 10 aja bener² ga dapet²

Tadinya aku mau up sehari sekali secara rutin, tapi karena ide ga muncul setiap hari dan kadang aku lumayan sibuk sama sekolahku yang notabene nya emang lagi sibuk-sibuknya, jadi aku mutusin up semau aku Alias ga terjadwal.

Jadi maaf kalo kedepannya aku up agak lama atau mungkin bisa berminggu-minggu (tergantung situasi) tapi aku bakal usahain buat up secepet yang aku bisa.

Terus juga, makasih yang udah baca ceritaku plus nge-vote dan kasih aku semangat juga~!

٩(ര̀ᴗര́)ᵇʸᵉ

[BL] Back To Medieval TimesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang