Chapter 8

6.9K 884 11
                                    

Berdiri di depan pintu, Victor menatap linglung wajah putranya. Pemuda yang selama empat hari ini hanya berbaring, kini tengah menatapnya dan secara perlahan tersenyum.

"Ayah, mengapa berdiri diluar? Masuklah."

Tersadar, Victor segera berjalan mendekat dan memeluk pemuda yang masih tampak pucat. Pria itu menghela nafas lega kemudian berbisik dengan suara serak, "Akhirnya kau sadar..."

Luca membeku dengan pelukan tiba-tiba ini. Dia tidak terbiasa. Menerima sebuah pelukan yang benar-benar hangat, yang benar-benar dilakukan karena ia disayangi oleh orang yang memeluknya. Perasaan ini... Yang sudah lama ia bayangkan di dunia sebelumnya. Kini bisa terwujud di dunia ini.

Mata cokelat pemuda itu perlahan memerah dan dia secara perlahan mulai membalas pelukan Victor.

'Aku hidup sebagai dirimu sekarang... Tidak salah jika aku menganggapnya sebagai ayahku, 'kan?'

***

Di sebuah pekarangan yang luas, beberapa wanita bangsawan tengah asik mengobrol dan meminum teh mereka.

Ini adalah pesta teh yang diadakan sebulan sekali, yang tentunya dihadiri oleh wanita-wanita bangsawan. Salah satunya adalah Aleth. Wanita yang sudah lebih dari enam bulan ini memegang gelar Marchioness, kini tengah meminum tehnya dengan anggun.

"Nyonya Lawrence, ku dengar putrimu berhasil memasuki Akademi Roxana?" Salah satu wanita bangsawan bertanya.

Aleth yang mendengar itu, langsung menegakkan punggungnya dan berkata dengan bangga. "Itu benar. Putriku berhasil memasuki Akademi itu, dan lulus dengan hasil yang bagus!"

"Selamat untuk putrimu!"

"Selamat selamat!"

Para wanita bangsawan itu mulai memberikan selamat dan Aleth menjawabnya dengan senyum. "Terima kasih.."

Mereka saling memuji, memakan camilan dan bergosip. Kemudian salah seorang pelayan yang di bawa Aleth maju dan membisikkan sesuatu.

Wanita itu sontak melebarkan matanya, kemudian ekspresinya berubah menjadi khawatir dan cemas. Dia dengan terburu-buru berdiri dan membungkuk sopan pada bangsawan yang lain.

"Maaf aku tidak bisa menemani kalian lebih lama lagi. Aku mendapat kabar jika putraku sudah sadar, aku mohon undur diri." Ucap Aleth sebelum dia berlalu pergi.

Setelah kepergian Aleth salah seorang bangsawan bersuara, "Nyonya Lawrence sungguh sangat penyayang. Dia bahkan menganggap anak kandung Marquess Lawrence sebagai anaknya."

"Oh ayolah. Jika dia benar-benar menyayangi dan mencemaskan putra kandung sang Marquess untuk apa dia ada di sini bersama kita? Bukankah seharusnya dia di sana merawat anak itu dengan baik?" Wanita dengan gaun berwarna ungu meminum tehnya, kemudian melanjutkan dengan nada menghina. "Sungguh bermuka dua."

Pesta teh menjadi hening sesaat sebelum seseorang mulai mencairkan kembali suasana. Mereka dengan cepat melupakan obrolan mengenai Aleth dan melanjutkan pesta dengan gembira.

***

"Apa kau baik-baik saja?" Victor bertanya dengan cemas, "Ada sesuatu yang tidak nyaman?"

Luca menatap pria yang tengah memperhatikannya dengan cemas. Mulai hari ini dia adalah ayahnya, sosok yang tidak pernah ia temui di dunia sebelumnya kini dia dapatkan di dunia ini.

Pemuda itu sudah menyingkirkan emosi terharunya dan kini tersenyum, "Aku baik-baik saja ayah. Jangan terlalu cemas."

"Bagaimana aku tidak cemas? Kau tidak sadar selama empat hari dan saat kau sadar, aku bahkan tidak diberitahu? Pelayan-pelayan itu---"

"Jangan salahkan mereka, ayah." Luca menggenggam tangan pria itu, "Aku yang memintanya. Ayah pasti sangat sibuk akhir-akhir ini, aku tidak ingin mengganggu."

Hal ini benar adanya dan Victor tidak membantah. Tapi lelaki itu tetap bersikeras, "Setidaknya kau bisa meminta pelayan untuk mengirim pesan. Kau tidak tahu seberapa cemas ayah saat melihatmu di kabut itu." Victor membawa ingatannya kembali ke hari dimana dia menemukan anaknya itu.

Putranya dengan lemah terduduk di tanah dengan sihir perak yang mengelilingi tubuh lemah pemuda itu. Punggungnya bersandar pada dinding di belakangnya dan nafas pemuda itu lemah. Ada darah di sudut bibirnya dan saat Victor berlari mendekat dan memeluk putranya, pria itu bisa merasakan bahwa mungkin beberapa tulang retak.

Mengingat kejadian mengerikan itu, Victor menghela nafas lega dan berkata: "Untungnya sihir perak itu melindungimu, jika tidak--- Aku bersyukur kau selamat."

Mendengar hal itu, Luca mengerutkan keningnya dan bertanya, "Sihir... Perak?"

Victor mengangguk. Pria itu melirik ke arah sepasang cincin yang ada di jari putranya, "Cincin itu sepertinya perangkat sihir. Dimana kau membelinya, Nak?"

Luca juga memperhatikan cincin itu dan kembali teringat pada sosok kabur yang ia lihat di dalam kabut. Apakah dia...?

"Luca?" Victor meninggikan suaranya sedikit saat melihat putranya melamun, dia bertanya, "Ada apa?"

Tersadar dari lamunan singkatnya, Luca menggelengkan kepalanya dan tersenyum, dia menjawab pertanyaan sebelumnya. "Cincin ini... Aku membelinya secara acak."

"Benarkah?" Victor berkata dengan tidak percaya.

"Ya!" Luca mengangguk dengan yakin. Lalu mengalihkan topik, "Ngomong-ngomong ayah, saat di kabut aku bertemu dengan seseorang yang langsung menyerangku."

"Aku sudah menduganya!" Meskipun kabut sihir berbahaya, itu tidak dapat menyebabkan keretakan pada tulang seseorang. "Apa kau melihat wajahnya? Beritahu ayah, aku akan segera menghabisi orang itu!"

Dia sangat menyayangi putranya bahkan dia belum pernah memukulnya. Bagaimana bisa orang tidak dikenal memukul bahkan menyebabkan putranya hampir menuju jurang maut!

"Tidak, aku tidak melihat wajahnya." Luca menggelengkan kepalanya. "Tapi kurasa dia tidak berniat membunuhku. Dia langsung pergi setelah memukulku dan tidak melakukan hal ekstra."

Luca sebenarnya baru terpikirkan hal ini sekarang. Yah, meskipun orang itu tidak berniat membunuhnya, namun satu pukulan darinya menyebabkan dia terluka parah. Jadi tentu saja tidak di maafkan!

"Meskipun begitu, ayah masih harus menyelidikinya."

Luca mengangguk tanda mengerti. Ia ingin bertanya tentang sesuatu, saat suara seorang wanita menginterupsi.

"Luca?! Kau sudah bangun nak!"

Aleth dengan tergesa berjalan mendekat, kemudian menyapa suaminya terlebih dahulu sebelum bertanya dengan cemas. "Bagaimana keadaan mu? Apa kau baik-baik saja?"

'Ini dia, ratu drama mulai berakting.' batin Luca malas.

Tidak mendengar jawaban dari pemuda itu, Aleth diam-diam mengutuk. Wanita itu dengan sabar bertanya dengan lembut, matanya sedikit memerah, "Aku dan adikmu sangat mengkhawatirkan mu, Nak. Jika bukan karena dia harus belajar di Akademi---"

"Aku baik-baik saja bibi." Luca tidak ingin mendengarkan omong kosong wanita ini dan memilih untuk mengalihkan pandangannya pada sang ayah yang sudah berdiri di samping ranjang. Pemuda itu berkata dengan lelah: "Aku ingin istirahat."

Jelas sekali bahwa dia tidak ingin berbicara dengan Aleth. Victor mengetahui itu tapi dia hanya mengangguk dan berkata pada istrinya, "Biarkan Luca beristirahat."

Aleth tidak merasa kesal. Wanita itu sendiri jelas tidak ingin berlama-lama di sini. Dia mengucapkan beberapa patah kata sebelum mengusap kepala Luca dan tersenyum. "Beristirahat lah dengan baik."

Pasangan suami istri itu pergi meninggalkan ruangan. Sebelum pergi, Victor memberitahu pelayan pribadi putranya -Lia- untuk menjaga anaknya dengan baik yang segera dibalas anggukan oleh gadis itu.

Sedangkan di dalam ruangan, Luca menggosok rambutnya yang telah di usap oleh Aleth dengan jijik. Wanita itu dan anaknya tidak pantas berada di sini bersama dengan ayahnya, sepertinya dia harus memikirkan cara mengusir hama-hama ini lebih cepat.

࿇ ══━━━━✥◈✥━━━━══ ࿇

[BL] Back To Medieval TimesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang