13

1.4K 119 12
                                    

flashback

"Riel, Riel sekarang giliran mu untuk menjaga." ucap Ziel dengan girang

Kiel memperhatikan mereka dari sofa sembari membaca buku, "hump, kalian ini. Kita sudah berumur 7 tahun, masih aja main petak umpet."

dua sejoli yang sedang asyik bermain langsung mengalihkan pandangan ke Kiel.

"hehhh.. apa kau cemburu karna kami tidak mengajak mu, El?" ejek Riel sambil menutup mulut nya.

Ziel tertawa keras, "ahahahahhh.. apa kau mau ikut juga, El? tinggalkan buku mu yang membosankan itu."

Kiel mengendus kesal, lalu menutup buku miliknya. "baiklah kalau kalian memaksaku untuk ikut."

"eh, siapa juga yang memaksamu? kau bermain saja dengan buku mu itu." kata Ziel sambil tertawa di ikuti dengan tawa Riel.

wajah Ziel memerah, "kalian ini... apakah menyenangkan menggangguku? akan ku habisi kalian jika tertangkap."

"aaaaa takutt.." ucap Riel dan Ziel secara bersamaan, kemudian berlari bersama.

"Kalian jangan lari yaa..." teriak Kiel sembari mengejar kedua adiknya.

***

Saat ini Ziel sedang mencari tempat persembunyian yang aman, lalu matanya tertuju pada sebuah pintu putih dengan nuansa elegan. Sangat berbeda dengan pintu-pintu lain di mansion besar itu yang dominan dengan gelap.

Ziel membuka pintu putih tersebut. Kamar ini milik seorang Jane Genovie atau sekarang biasa di panggil sebagai Jane Marshelino. Yup, Nyonya besar mansion ini.

"YAA." Nada marah sang pemilik kamar sembari melempar sebuah gelas kaca ke arah pintu membuat Ziel terkejut.

Saat Jane tersadar ketika yang membuka pintu adalah putranya, Ia langsung berjalan ke arah Ziel.
"Oh, I'm sorry. Mommy tidak bermaksud jahat sayang. Lain kali tolong ketuk pintunya terlebih dahulu ya." Ucapnya dengan lembut sembari menggendong putranya tersebut.

"Tidak apa, mommy. Maaf karena El masuk sembarangan." Lirih Ziel di pelukan Jane.

Jane lalu duduk memangku putranya, "Eum, E-El. kenapa kemari?" ucapnya bingung.

Melihat mommy-nya yang seperti bingung, Ziel tau apa yang sedang dipikirkan oleh Jane. "Ini Ziel, mommy."

"O-Oh tentu saja, mommy tau. Putra bungsu mommy yang paling manis." kata Jane mencoba tenang.

Ziel mengendus, "Tapi, mommy. Yang paling manis dan cantik di antara kita itu Riel bukan Ziel."

Jane menarik nafas panjang menahan emosi, mencoba menenangkan diri. "Tentu saja, untuk mommy kamu yang paling manis. Karena kamu yang paling mommy sayang."

Dahi Ziel berkerut, "Mommy tidak sayang Kiel dan Ziel?" tanyanya dengan polos.

"Sayang, tapi kamu yang paling mommy sayang."

"Kenapa?" tanya Ziel lagi.

"Ka-" ucapan Jane terpotong, karena ada yang membuka pintu kamarnya dengan keras.

"Ketemu kamu." Teriak Kiel dan Riel bersamaan. Riel terdiam sebentar saat meliat ada pecahan kaca di dekat pintu. Lalu berjalan mendekati Ziel.

"Ayo kita main lagi, El." Ucap Riel sambil menarik tangan Ziel.

"Tu-tunggu El, Ka-kaki mu berdarah banyak. Kenapa kau tidak memakai alas kaki?" Ziel sambil berkaca-kaca melihat banyaknya darah di kaki Riel.

"Benar kata Ziel, kenapa kamu tidak memakai alas kaki? sini mommy obatin." Jane dengan nada lembut.

Mafia TripletsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang