"Woi!"
Riksha menoleh tanpa menghentikan langkah. Nampak tak peduli pada panggilan persona yang berlari ke arahnya.
"Heh, gue manggil lu!" tegur Jura berhasil menyelaraskan langkah.
"Lantas?" Riksha hanya menatap jalanan di depannya.
Wajah Jura menekuk. Buku yang berada di tangan Riksha kini menjadi sasaran kejahilannya. Ia mengambil paksa lalu berlari dengan menenteng buku itu.
"Jura!" seru Riksha mengembus napas malas. Niatnya mengejar langsung hilang begitu paham kalau Jura hanya mencari perhatian.
Derap langkah Jura memelan saat sadar Riksha tidak mengejar. "Gak seru," dengkusnya melempar buku tulis itu ke dalam tempat sampah depan kelas dan meninggalkannya.
Helaan napas terdengar dari mulut Riksha. "Gue ada salah apa?" gumamnya memungut buku tulis kimianya dari tempat sampah.
"Bunda!" sapa Awan dari balik pintu kelas. "Bukunya kenapa?"
Riksha menggeleng. "Gak kenapa-kenapa. Jatuh tadi."
Mengangguk tanpa curiga, Awan mengeluarkan bungkus roti dari kantong celananya. "Awan beli roti kelebihan. Buat Bunda aja satunya, ya?"
Satu alis Riksha terangkat. "Sejak kapan ada kata kelebihan makanan buat kamu?"
"Hehe."
"Makan aja, aku mau tidur." Riksha menepuk kepala Awan yang jauh lebih tinggi darinya. "Bangunin aku kalau guru udah datang."
"Oke!"
Jura memandangi dari jauh sambil bersandar pada dinding di ujung selasar. Mata tajamnya menatap tak suka. Beberapa siswa yang berlalu-lalang sampai tidak berani menyapanya.
Tapi, tentu tidak berlaku bagi dua temannya yang baru saja dari kantin.
"Sendirian aja." Dean menepuk pundak Jura.
"Jomlo, ya?" tawa Harsa berjongkok di sebelah kaki Jura.
Melirik sinis, Jura memukul main-main kepala Harsa. "Pakai nanya."
"Lihatin siapa, sih? Seram banget mukanya," ujar Dean melongok ke arah pandang Jura.
"Gak ada," ketusnya berlalu lebih dulu begitu guru kimia mereka sudah terlihat.
Berlalu ke mana?
Ya, bolos.
Mana ada Jura mau ikut kelas yang dapat membuat otaknya meledak. Harsa dan Dean mengekorinya, ikutan bolos ke halaman belakang sekolah yang jarang diperhatikan guru dan pengawas siswa. Padahal nilai akademik mereka berada nyaris di bawah rata-rata.
"Tirek jelek ke mana, ya? Pelajaran terakhir tadi dia gak ada," tanya Awan saat mereka berjalan bersama ke gerbang sekolah.
Riksha mengangkat bahu acuh. Namun, netranya tiba-tiba menangkap eksistensi Jura tengah berdiam di atas motor, persis di depan gerbang sekolah.
Merasa diperhatikan, Jura memandang mereka dengan senyuman lebar. "Awan!" serunya.
Bukannya menghampiri, Awan justru bersembunyi di balik tubuh Riksha. "Ngapain manggil Awan, sih?" bisiknya.
Jura menekukan kedua alis. "Sini, woi! Ambilin tas gue, Harsa, sama Dean!"
"Gak. Ambil aja sendiri," sahut Riksha menarik tangan Awan melewati Jura.
"Gue gak ngomong sama lu," balas Jura tak kalah sinis, "Wan, buruan ambil!"
Awan mengangguk takut-takut. Wajah Jura berubah keruh begitu beradu pendapat dengan Riksha. Baru akan berbalik arah, lagi-lagi tangan Awan dicekal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ꮒꫀᥲɾ ℳᥡ Ꮒꫀᥲɾtᖯꫀᥲt || Ꮖk᥉ᥲᥒ Ᏼꪮᥡ᥉
Teen Fictionft. Kim Minji and Jo Zoa ⚠️ JANGAN COPAS! R16+ --> update every Sunday Tentang Azzura yang menemukan semestanya, juga Antariksha yang menemukan warna baru dalam hidupnya. . . . . "Ganggu banget." "Dibanding mengganggu, gue lebih suka nyebutnya menja...
