"Kita mau ke mana, Ra?" tanya Riksha yang ketiga kalinya.
Jura mengulum senyum. Tangannya dengan lihai memutar kemudi mobil Aru yang ia pinjam sambil terus memohon tadi pagi dan berakhir ia harus membelikan lava cake selusin besok.
"Tunggu aja, ya. Perjalanannya agak jauh."
Riksha menatapnya bingung. Ia tiba-tiba diminta membawa baju ganti dan jaket tebal sebelum mereka berangkat.
"Gue udah izin sama Om Dirga semalam lewat video call. Gue juga udah share location, jadi Om Dirga tahu kita pergi ke mana aja. Tenang aja," jelas Jura tersenyum manis.
Riksha mengerjap. Lengkungan labium yang Jura berikan membuatnya terhanyut selama beberapa saat sebelum Jura mengalihkan pandangan lebih dulu pada jalanan di depan mereka.
"Lu tidur aja kalau capek atau ngantuk. Kita nanti berhenti untuk makan siang sebentar," ujar Jura melihat arloji di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 12 siang.
"Aku gak ngantuk."
"Lu baru tidur jam dua pagi, 'kan? Bangunnya jam tujuh. Tidur lagi aja, biar nanti pas bangun keadaan lu fit, gak kecapekan." Jura mengelus pelan surai Riksha, membuat si puan sedikit menghindar.
Mendapati sorot terkejut dan sedikit tidak terima dari netra Jura, Riksha berdeham, "Aku gak terbiasa dielus gitu."
Mengangguk paham, Jura membalas, "Berarti lu nanti harus terbiasa."
"Kenapa?"
Jura terkekeh sebelum menatap Riksha lamat. "Karena gue bakal sering ngelakuin itu."
Mengerutkan kening, Riksha akhirnya memilih abai dan bersandar nyaman di kursinya. Pikirannya berlabuh pada Awan yang tadi sempat merengek untuk ikut, namun ditolak mentah-mentah oleh Jura. Perdebatan kecil tak terelakkan itu memakan waktu hampir setengah jam dan cukup membuat Riksha jengah.
Akhirnya Awan diam begitu Riksha berjanji mereka akan ke taman bermain minggu depan, tepat pada ulang tahun Awan. Yang lebih muda tertawa riang dan memberikan kelingkingnya pada Riksha yang dikaitkan dengan senang hati.
"Kak Riksha janji, ya?"
Entah dari mana datangnya, sekelibat bayangan melewati pikirannya hingga ia mematung.
"Bunda janji, ya?" ucap anak laki-laki dengan pipi gembul kemerahan. Senyumnya ditarik hingga membentuk lengkungan labium yang manis dan lucu dalam waktu bersamaan.
Riksha seketika terduduk tegap di kursinya, meremat seat belt. "Tadi itu ... kapan?" gumamnya begitu suara lain juga potongan kecil kejadian turut terputar dalam memorinya.
Melirik Riksha beberapa kali, Jura akhirnya bertanya, "Kenapa, Sha?"
Menoleh perlahan, Riksha akhirnya menggeleng. "Bukan apa-apa."
"Serius?"
"Iya, Jura."
"Sha?"
"Enggak ada apa-apa, Jura." Riksha tersenyum tipis.
Jura mengembuskan napas lelah. "Sha, lu bisa ngomong apapun sama gue, jangan dipendam sendirian."
"Aku tahu, tapi ini gak penting sama sekali." Riksha mengalihkan pandangan ke jendela samping, kembali mengabaikan ekspresi khawatir Jura yang ditunjukkan untuknya.
"Ya udah." Jura hanya bisa mengalah. Menghadapi keras kepalanya Riksha memang hal yang sangat sulit, nyaris mustahil bagi Jura.
Melirik sebentar, Jura akhirnya menahan senyum. Telinga persona di sampingnya ini entah mengapa mulai memerah, sangat kontras dengan kulit putihnya yang sedikit pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ꮒꫀᥲɾ ℳᥡ Ꮒꫀᥲɾtᖯꫀᥲt || Ꮖk᥉ᥲᥒ Ᏼꪮᥡ᥉
Novela Juvenilft. Kim Minji and Jo Zoa ⚠️ JANGAN COPAS! R16+ --> update every Sunday Tentang Azzura yang menemukan semestanya, juga Antariksha yang menemukan warna baru dalam hidupnya. . . . . "Ganggu banget." "Dibanding mengganggu, gue lebih suka nyebutnya menja...
