O.25

36 3 1
                                        

"Mau munt--"

Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Aru sudah berlari ke arah toilet wanita, meninggalkan tiga persona yang sama-sama menarik napas dan berusaha mengumpulkan nyawa mereka yang sempat hilang setengahnya di udara sebelum mereka dijatuhkan pertama kali.

"Jantung Awan, Kak." Awan menepuk-nepuk dadanya.

Riksha menoleh pelan, masih mencoba mengatur napas. "Jantung kamu kenapa?"

"Sepertinya tertinggal di puncak wahana," balas Awan dengan pandangan kosong ke arah langit.

Wahana hysteria yang mereka pilih di urutan ketiga setelah Ontang-anting dan Kora-kora sepertinya bukan pilihan yang tepat. Karena kini isi perut mereka seakan naik hingga ke kepala.

Jura terduduk di salah satu bangku panjang yang tersedia. "Siapa yang ngide naik itu?" decaknya melirik sinis Aru yang baru kembali dari toilet.

Berdecih, Aru segera mendudukkan diri di sebelah Jura. "Kepala gue sakit banget."

"Lemon tea bisa bantu mengatasi mual dan pusing, Kak. Awan belikan, ya?" Awan menarik tangan Riksha untuk mengunjungi salah satu kios minuman.

Kakak-beradik yang tengah duduk itu mengerjap, tidak menyangka Awan akan mengambil inisiatif lebih dulu. Menyenggol lengan Aru, Jura mendengkus.

"Lu apain itu bocah?"

"Gak gue apa-apain."

"Bohong banget. Nanti hidung lu mendelep."

Aru buru-buru menyentuh hidungnya, lalu memukul pundak Jura cukup keras hingga membuat yang lebih muda mengaduh. "Adik tidak berakhlak."

"Kakak tidak punya adab."

Tatapan sengit mereka terurai setelah Awan dan Riksha datang dengan masing-masing dua gelas ice lemon tea di tangan mereka. Senyum polos Awan dan tatapan teduh Riksha membuat hati mereka berdesir.

"Segar banget, gila."

"Esnya?"

"Lu, Sha."

Riksha mendengkus geli, menyerahkan satu gelas pada Jura. "Simpan dulu kata-kata manisnya, Jura."

Aru bergidik melihat bagaimana adik semata wayangnya itu menggombal tepat di sebelahnya. "Menggelikan," ucapnya sembari menerima uluran gelas dari Awan, "terima kasih, Awan."

"Sama-sama, Kak Aru." Awan terkekeh. Namun, matanya kini berfokus pada helaian rambut yang masuk ke mulut Aru. Dengan ragu, jemarinya berusaha menyingkirkan rambut itu dan menyelipkannya di belakang telinga si puan.

Nyaris tersedak, Aru hanya bisa mematung. Anjir, ini Awan kerasukan apa?!

Riksha dan Jura sampai melongo melihat interaksi kedua persona di sebelah mereka. Riksha sampai harus membantu Jura menutup mulutnya.

"Dipelet. Adik lu dipelet, Sha."

"Kakak kamu boleh aku santet, Jura?"

Merasakan aura negatif, Aru buru-buru berdiri. "Kita lanjut main yang lain, yuk!" ajaknya berusaha meredam rasa gugupnya.

"Naik komedi putar!"

Semua lantas setuju dengan usul Awan. Wahana santai setelah wahana ekstrim memang pilihan yang paling tepat bagi mereka sekarang. Mengikuti langkah Awan yang memegang peta wahana, Jura kembali fokus pada HP di tangannya. Kedua telinganya kembali disumpal TWS.

"Jura, kamu lagi ngerjain apa di HP?" Riksha menatap Jura lamat.

"Ah, gak ada." Sedikit menjauh, Jura hanya memberikan senyum tipis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ꮒꫀᥲɾ ℳᥡ Ꮒꫀᥲɾtᖯꫀᥲt || Ꮖk᥉ᥲᥒ Ᏼꪮᥡ᥉ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang