"Hati-hati." Dirga menuntun Riksha menaiki anak tangga menuju kamarnya. Pelan-pelan ia berjalan demi memastikan kalau anaknya tak akan terjatuh atau kesakitan di tiap langkahnya.
Riksha menarik napas lega begitu ia sampai di kamar, terduduk nyaman di atas kasur yang sudah ia tinggalkan selama hampir setahun. Matanya menatap sekeliling kamarnya yang terlihat tak berubah. Rasa rindunya terbayarkan, ia akhirnya bisa kembali ke kamar yang ia hias bersama sang mama kandung yang kini sudah tenang di atas sana.
"Riksha lapar? Mau makan apa?"
Riskha menoleh, memfokuskan pandangan pada Dirga. "Gak mau apa-apa, Riksha mau tidur."
Dirga mengangguk, meninggalkan Riksha yang mulai merebahkan diri, ia menutup pintu kamar, menuju ruang kerjanya.
Mengetik nama kontak yang sudah ia simpan di HP, Dirga menekan tanda panggil. "Halo. Saya mau bertemu kamu."
"Makasih, Harsa. Gue berhutang budi banyak banget sama lu," ucap Aru membungkuk 90° di hadapan Harsa yang menatapnya dingin.
"Gitu doang?" cibir persona yang merupakan teman dekat dari adiknya, juga yang telah membantu Aru mendapatkan semua rekaman CCTV di tempat Galen melecehkan dan membakar kosan Riksha.
Aru kembali menegangkan tubuh. "Lu yang bilang kalau lu gak mau dibayar pakai uang."
Harsa berdecak. Ia menyandarkan diri di punggung sofa. Kopi yang dihidangkan di hadapannya mulai tak lagi menarik bagi Harsa. "Lu tahu gue maunya apa, Ru."
"Gak usah mengada-ada. Lu maunya apa? Buruan bilang sebelum lu gue usir." Aru menunjuk pintu ruangan manager cafe dengan dagunya.
Harsa mengembus napas kasar, berdiri lalu mendekat pada Aru. Ia mencondongkan tubuh ke arah persona yang sudah berada di hadapannya. "A kiss is enough for me."
Mata Aru memincing. "Lu gila."
"Permintaan gue itu doang, Ru." Harsa mengusap labium Aru dengan ibu jarinya. "We used to do that before."
Aru menepis tangan Harsa. "Itu udah tiga tahun lalu."
"Ya, sebelum lu pindah dan putusin gue gitu aja."
"Harsa, lu gak usah bawa-bawa masa lalu. Move on."
Harsa terkekeh sinis, "Gampang banget mulut lu ngomong. Gue mati-matian nyembunyiin hubungan gue sama lu di depan Jura, tapi cuma karena gue udah bukan cowok polos yang lu suka, lu langsung ngajak gue putus."
"Kita putus karena gue udah gak nyaman sama lu, Harsa. Udah. Gak usah banyak basa-basi, lu mau gue bayar pakai apa?" tekan Aru mengeratkan kepalan tangannya.
"Gue udah jawab tadi. Lu yang banyak basa-basi." Harsa mengembus napas malas.
"Sialan," desis Aru berusaha meredam amarahnya.
Harsa mengangkat sebelah alisnya. "So?"
Beberapa menit Aru bertengkar dengan pikirannya, akhirnya mau tak mau ia mengangguk. Salah gue yang udah terlanjur janji buat bayar dia. Seharusnya, gue tahu kalau akhirnya bakal kaya gini.
Senyuman tipis terbit di ujung bibir Harsa. Ia berbalik, mengunci pintu sebelum kembali mendekat pada Aru yang nampak gelisah. Dengan lembut, Harsa menyentuh rahang Aru dan mengelusnya. "Take it easy. Ini bukan pertama kalinya buat kita, 'kan?"
Pandangan mereka bertemu. Dua pasang netra yang menatap dengan cara berbeda, satu penuh kerinduan, dan yang satu hanya menatap dingin.
Berusaha menyembunyikan senyum getirnya, Harsa mengikis jarak di antara mereka. Mengembus napas sebentar, sebelum mempertemukan bibir keduanya. Harsa tak terburu-buru untuk bergerak, ia ingin menikmati waktunya sebentar dan membuang rasa rindu pada persona di hadapannya yang masih diam tak merespon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ꮒꫀᥲɾ ℳᥡ Ꮒꫀᥲɾtᖯꫀᥲt || Ꮖk᥉ᥲᥒ Ᏼꪮᥡ᥉
Teen Fictionft. Kim Minji and Jo Zoa ⚠️ JANGAN COPAS! R16+ --> update every Sunday Tentang Azzura yang menemukan semestanya, juga Antariksha yang menemukan warna baru dalam hidupnya. . . . . "Ganggu banget." "Dibanding mengganggu, gue lebih suka nyebutnya menja...
