O.19

64 6 0
                                        

"GOAL!!"

Riksha berdiri sembari bertepuk tangan, meskipun sedikit kesulitan karena Awan memeluk lengan kanannya dengan raut bahagia begitu bola yang Jura tendang berhasil menerobos penjagaan lawan dan memasuki gawang.

"Bapak Tirek keren!" seru Awan turut berjingkat ria.

Di sana, Jura tengah tertawa dalam pelukan kawan-kawannya di tengah sorot lampu.nRambutnya diusak hingga berantakan. Bukannya menghindar, Jura justru menepuk balik pundak persona yang berstatus sebagai pelatihnya.

Bertepatan dengan itu, suara pluit tanda berakhirnya pertandingan terdengar, bersahutan dengan riuh seruan juga tepuk tangan serta erangan tak terima dari pihak yang kalah.

"ZUZU!" Aru melambaikan tangannya sembari berjingkrak.

Jura balas melambaikan tangan sebelum tubuhnya ditubruk hingga jatuh di permukaan lapangan indoor itu.

"Aduh, Bapak Tirek bisa gepeng," ucap Awan memerhatikan tubuh Jura yang ditindih enam orang.

Setelah selebrasi kecil-kecilan tim mereka, Jura akhirnya mendapatkan waktu istirahat sebelum pembagian hadiah di penghujung acara. Kaki jenjangnya membawa dirinya ke arah Riksha dan Awan yang tengah menikmati sosis bakar di salah satu stan makanan.

"Bapak Tirek keren!" seru Awan menunjukkan kedua ibu jarinya yang tengah menggenggam dua sosis bakar berbeda warna.

"Awan belepotan makannya," decak Jura mengelap pipi Awan dengan jerseynya.

"Bau!" Awan menjauhkan diri dari Jura. "Bau keringat."

Riksha terkekeh, lantas mengeluarkan tisu dari tasnya dan mengelap bibir Awan yang kotor hingga ke pipi. "Makannya yang benar, Awan."

"Udah gede, makan masih kaya anak SD," omel Jura berkacak pinggang.

"Buat kamu." Riksha memotong omelan Jura dengan menyerahkan satu gelas minuman soda.

Senyum Jura mengembang, dengan senang hati menerima minuman itu dan menenggaknya hingga tandas. "Makasih, Sha."

"Sama-sama," balas Riksha dengan senyum tipisnya.

Jantung Jura kembali berdebar, mengabaikan keramaian yang berada di sekitar mereka, di mana stan makanan dan minuman berjejer rapih di halaman tengah dengan lagu berjudul Kuning yang diputar dari speaker sekolah di penghujung hari ini. Perhatian kecil yang Riksha berikan entah mengapa terasa amat istimewa di matanya.

"Cantik," gumam Jura tanpa sadar.

"Iya, memang cantik," timpal Aru yang tiba-tiba berada di samping Jura, membuat yang lebih muda tersentak.

Senyum tipis Riksha perlahan menghilang begitu mendapati Aru di hadapannya. Ucapan Harsa terus terputar di otaknya. Apa iya Kak Aru hanya bermain-main?

Awan buru-buru mengalihkan pandangan dari Aru yang baru saja menatapnya. "Awan ingin takoyaki."

"Makan terus," decak Jura.

"Biar, masa pertumbuhan." Riksha menggaet lengan Awan, menuntunnya ke stan lain. "Mau berapa?"

"Enam. Awan tiga, Kak Riksha tiga."

Riksha menggeleng. "Aku kenyang. Buat kamu semua aja."

Mengangguk semangat, Awan membiarkan Riksha memesan enam buah takoyaki untuk ia makan nanti. Sedangkan dua kakak-beradik yang mereka tinggal hanya bisa menghela napas dan mengekor di belakang.

"Awan kaya ada masalah sama lu, Ru." Jura berbisik.

Aru hanya diam, tak mau memberi penjelasan apapun terutama kejadian semalam yang membuatnya terus uring-uringan di cafe sampai cafe tutup dan Jaenal harus menariknya keluar dari cafe.

Ꮒꫀᥲɾ ℳᥡ Ꮒꫀᥲɾtᖯꫀᥲt || Ꮖk᥉ᥲᥒ Ᏼꪮᥡ᥉ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang