O.10

84 16 0
                                        

"Dari sini belok ... kanan kayanya?" Awan menggigit pipi dalamnya. Ragu ke mana arah yang benar menuju kosan Riksha.

Jura sudah menahan emosi karena beberapa kali ia salah berbelok karena petunjuk Awan yang ngaco, hingga akhirnya harus berputar balik.

"Iya, kanan!"

"Oke!"

"Eh, kiri!"

"ANJ--"

Suara klakson dari motor di belakangnya membuat Jura meneriakkan kata maaf karena sudah berbelok ke arah yang berlawanan dengan lampu seinnya.

"Lu ... ingat atau gak jalan ke kosan dia?"

Awan takut-takut menggeleng. "Gak terlalu."

Jura mengerang, berbagai sumpah serapah ia lantunkan. Kalau saja bukan di keadaan seperti ini, Jura yakin sudah memukuli persona yang duduk di belakangnya.

"T-tirek ...."

"Apa?!" sahut Jura ngegas.

Awan memilin jaket yang Jura kenakan. Matanya menatap jalan yang tampak benar-benar asing. Kanan dan kirinya terdapat dinding beton yang menjulang tinggi memagari bangunan yang ada di dalamnya.

Awan tergugu, "Awan ... gak kenal jalan ini."

Motor seketika berhenti, membuat tubuh Awan terdorong ke depan. Mereka sama-sama hening. Kepalan tangan Jura mengerat, berusaha meredam amarah yang memuncak di ubun-ubunnya.

"M-maaf."

"Lu tahu sekhawatir apa gue sekarang?" tanya Jura dengan gigi bergemeletuk.

Awan bungkam. Takut kalau ia salah kata, maka lebih dari satu pukulan akan mendarat telak di kedua pipinya.

"Untuk kali ini, apa lu bisa berguna sedikit aja?" lanjut Jura menoleh menatap Awan tajam.

Pandangan Awan segera turun menatap jalan beraspal. "Maaf."

Jura hanya bisa mendesah kasar, "Jalannya terlalu sempit buat putar balik. Turun! Gue mau jalan mundur."

Patah-patah Awan mengangguk. Ia turun, membiarkan Jura mulai memundurkan motornya.

"Eh!" seru Awan berjongkok memungut sesuatu. Gantungan kunci berbentuk cupcake yang merupakan suvenir limited edition dari toko kuenya. "Ini ... punya Bunda. Awan yang kasih, ada nama Bunda di bagian belakang gambarnya."

Jura menatap Awan serius. "Naik, buruan!"

Awan melompat naik, tanpa sempat berpegangan, Jura sudah memacu motornya cepat, hampir membuat Awan terjungkal.

Jalan yang awalnya sempit, mulai melebar. Melihat ada dua persona dalam jarak beberapa belas meter di depannya, tangannya mulai gemetar menahan marah begitu mengenali salah satunya.

"Bunda!"

"Bajingan!" Jura segera memberhentikan motor dan membuka helmnya.

Pemuda yang terkejut akan kedatangan Jura tidak mampu melindungi diri begitu helm yang Jura pegang menghantam kepalanya dengan membabi buta, membuatnya terjatuh dengan kepala mengucurkan darah.

Segala ucapan kasar terus Jura serukan setelah ia melempar helmnya lalu memukuli wajah pemuda di bawahnya tanpa ampun.

Tubuh Riksha meluruh dalam dekapan Awan. Ia masih menangis karena ketakutan, kedua tangannya dengan gemetar membalas dekapan Awan.

"Bunda, Awan di sini. Bunda jangan takut. Awan udah datang, ya." Awan mengelus rambut Riksha yang berantakan, berusaha merapikannya.

Sembari berbisik, sedikit Riksha melirik Jura yang baru berdiri setelah puas menghajar Galen yang kehilangan kesadaran. Begitu Jura berlari ke arah Riksha untuk memeriksa keadaannya, pandangan Riksha lebih dulu menggelap.

Ꮒꫀᥲɾ ℳᥡ Ꮒꫀᥲɾtᖯꫀᥲt || Ꮖk᥉ᥲᥒ Ᏼꪮᥡ᥉ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang