O.18

62 7 2
                                        

"Awan, nanti pulang dijemput Papa, ya? Aku tunggu di rumah. Oke?" Riksha mengelus pipi Awan yang masih menunjukkan ekspresi sendu.

Mengangguk pelan, Awan akhirnya masuk ke toko kue. "Hati-hati, Bunda." Baru akan menutup pintu, ia berbalik. "Kak, maksud Awan Kak Riksha."

Tertawa kecil, Riksha melambaikan tangan, bersiap naik di jok belakang motor Jura. "Iya. Dah!"

"Pegangan." Jura memperingati setelah memutar gas motor pelan. Merasakan rematan di pinggangnya, Jura menahan senyum. "Pegangan, Sha, bukan nyubit jaket gue," ucapnya sembari satu tangannya menarik tangan Riksha untuk melingkar di pinggangnya.

"Aku ... lebih nyaman kaya tadi." Riksha memundurkan duduknya, kembali hanya memegang jaket Jura.

Jura mengembus napas panjang. "Ya udah, gue bawa motornya pelan aja."

"Memangnya mau ngebut?"

"Iya. Udah gerimis, Sha."

"Semoga gak cepat deras."

Nyatanya, semesta sepertinya tidak berpihak pada mereka. Hujan deras turun tiba-tiba, membuat Jura menepikan motornya di depan ruko yang sedang tutup dan meminta Riksha turun.

"Nih, pakai jas hujannya. Gue baru beli kemarin."

Riksha mengerjap. Merah muda?

Mendapati sang puan hanya diam, Riksha menekuk kedua alisnya. "Lu gak suka warnanya? Mau pakai yang gue?" tanyanya menawarkan jas hujan hitam.

"Oh, gak perlu. Kaget aja kamu beli jas hujan warna merah muda."

"Emang lu suka warna apa?"

"Kuning."

Mengangguk, Jura akhirnya memakai jas hujannya terburu-buru karena hujan bertambah deras. "Bisa pakainya, gak?" tanya Jura.

Masalahnya, Riksha terlihat kesulitan mencari lubang kepala jas hujan. Ia menariknya ke kanan, lalu ke kiri. Tapi, tak kunjung kepalanya menyembul di lubang yang tepat.

Menahan tawanya, Jura membantu Riksha memakai jas hujan. "Nah, keluar juga kepalanya."

Wajah Riksha memerah karena tadi sempat panik. "Makasih."

Jura terdiam, menatap Riksha yang nampak menggemaskan dalam jas hujannya. Ia memakaikan tudung jas hujan Riksha dan menarik kedua ujung tali di tudungnya hingga wajah Riksha tertutup.

"Jura, aku gak bisa melihat," protesnya menggenggam kedua tangan Jura.

Masih bertanya-tanya akan apa yang Jura lakukan. Perlahan dapat ia hirup harum Jura yang perlahan menguat, hingga akhirnya Riksha merasa ada sedikit tekanan di dahinya.

Jura berada di hadapan Riksha. Dengan mata tertutup, tengah mengecup pelan dahi Riksha yang terhalang tudung jas hujan. Bertahan beberapa detik dalam posisi itu, Jura memundurkan dirinya, melonggarkan tali di tudung Riksha hingga wajah Riksha kembali terlihat.

"Kamu habis ngapain tadi?"

Menggeleng, Jura kembali memakai helm dan menaiki motornya. "Yuk, sebelum tambah deras."

Memilih tak bertanya lebih lanjut, Riksha menaiki motor Jura. Matanya menyipit begitu tetesan air perlahan semakin terasa sakit mendarat di wajahnya. Ia menunduk, berlindung di balik pundak lebar Jura.

"Pegangan yang benar, Sha. Gue ngebut sedikit."

Mengangguk, Riksha akhirnya melingkarkan tangan di pinggang Jura. "Hati-hati."

"Aman."

Beberapa belas menit perjalanan, hingga akhirnya mereka sampai di rumah Riksha dengan langit yang masih menurunkan hujan.

Ꮒꫀᥲɾ ℳᥡ Ꮒꫀᥲɾtᖯꫀᥲt || Ꮖk᥉ᥲᥒ Ᏼꪮᥡ᥉ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang