13. Rumor

1.7K 72 4
                                    

Hallo hallo cinta💗

Udah lama nggak up. Tes ombak dulu ya sayyy. Kalau kencang, kencang juga dong up terbarunya🤭

Kalian ada yang kangen sama Gus Arav nggak? Atau kangen Naresha? Atau kangen aku nih??

Maaf ya beb baru up, jangan lupa rekomendasikan cerita ini ke temen-temen kalian. Oke deh langsung aja.

Oh iya semua yang aku tulis nggak ada buat sama sekali nyinggung' apalagi menjelekkan para anak ponpes. Semua yg aku ketik ini karangan aku kok dan kebutuhan alur cerita.

Kalau ada typo mohon dikoreksi

Happy reading sayang 💗

•••

Suara Arav masih terbayang-bayang padahal orangnya tengah membereskan ruang tamu. Naresha merasa janggal, tidak mungkin dalam waktu yang cukup singkat pria dua puluh empat tahun itu bisa menemukan rumah sebagus ini. Kalau soal biaya yang dikeluarkan, Naresha yakin melihat dari prinsip Arav saja, Arav punya tabungan berpuluh-puluh juta di bank.

Yang jadi pertanyaan, rumah ini murni hasil Arav cari sendiri atau dibantu orang lain? Sebenarnya hal sepele. Namun Naresha juga ingin tau asal muasalnya, tidak mungkin kan dia asal tempati tanpa info yang jelas?

Naresha bergidik, mengelus lengannya. Mengamati rumah minimalis ini apa mungkin sama orangnya dijual murah karena berhantu? Bagaimana kalau dia diganggu? Bagaimana kalau tiap malam ada suara orang menyapu pakai sapu lidi? Suara langkah kaki, suara seseorang, paling parah menyeramkan tiba-tiba menarik kakinya dari bawah kolong kasur, dan wajah hancur penuh darah dengan senyum lebar muncul tepat di depan wajahnya saat tertidur?

Hih! Membayangkan saja Naresha parno sendiri, apalagi dirinya belum bisa baca Al-Qur'an, iqra saja masih tergagap-gagap. Bagaimana kalau hantunya lebih pro dibandingkan dirinya? Lebih hafal ayat kursi daripada dirinya yang hanya bisa baca bismillah?

"Nggak! nggak! Gus harus tidur disini! pokoknya dia nggak boleh ninggalin gue!"

Baru saja Naresha akan berdiri, pintu kamar sudah dibuka.

Ceklek!

"Dek? Masih nggak ada bahan makanannya."

"Terus?" Tanya Naresha enteng. "Tinggal gofood, Gus. Selesai."

"Kamu tidak bisa masak?"

Duarrrr!

Seperti dilempar rudal siang-siang bolong. Rasanya tubuh Naresha kaku. Tiga detik kemudian gadis itu menggeleng cepat sembari menggaruk kepalanya.

"Anu, Mama nggak pernah ijinin Resha belajar masak. Meskipun nggak pernah, nggak ada niatan sih, lagian pasti nanti punya pembantu, Gus kan banyak uang."

"Tidak ada pembantu, aku yang akan mengajarimu. Sekarang, cepat ganti baju! kita ke supermarket."

"Eh! bentar!" Naresha membolak-balik tubuh Gus Arav, mengamati penampilan suaminya.

"Lo beneran mau pake sarung? Ke supermarket?" Tanyanya merasa sedikit aneh.

Gus Arav mengangguk, dia rasa tidak masalah pakai sarung ke supermarket. Toh, tujuannya sama aja, berbelanja.

"Ganti! masa nggak malu?"

Dahi Arav mengkerut. Malu? kenapa harus malu? lagipula dia pakai baju bukan bertelanjang, kan? Arav menggelengkan kepala. Aneh-aneh saja pikiran gadis itu.

"Kita cuma beli-beli bahan makanan bukan mau heeling."

Naresha memajukan wajahnya. "Dan kita juga mau ke supermarket bukan ke sholawatan."

Gus Arav Aldighari (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang