Di sekolah, Mezza tidak begitu dikenal. Ia selalu berjalan dengan mata yang sangat fokus dengan langkah kakinya. Semua siswa hanya melintasi dan mengabaikan keberadaanya. Tidak masalah baginya. Dia sengaja tidak memiliki teman seumur hidupnya. Keputusannya untuk memilih homeschooling bahkan ditolak kedua orang tuanya mentah-mentah. Terpaksa, Mezza menjalani kehidupan sekolah yang berbeda dengan siswa lainnya yang saling bergandengan tangan dan berjalan berkelompok ke manapun mereka pergi. Mezza, dia selalu sendirian.
Taaakkkkk!!
Sebuah gelang karet menembak dahi Mezza. Ia pun menghentikan langkahnya di ambang pintu kelas dengan raut datar. Dia tidak bereaksi apa pun meski tanpa persiapan. Rasa sakitnya benar-benar dia tahan, sepertinya dahinya juga tidak sampai berdarah. Sesuatu yang dia syukuri, karet itu tidak mengenai kacamatanya.
"Celaka! Gue salah orang!" umpat seorang siswa laki-laki yang berdiri di depan papan tulis dengan penampilan berantakan, lalu kancing baju yang tidak dibenahkan, memperlihatkan kaos oblong hitamnya, jelas tanpa dasi.
Suara tawa dari luar kelas membuat cowok itu menoleh ke arah siswi lain yang muncul di balik punggung Mezza."Tembakan lo tanpa perhitungan, Gam!"
"Ck! Udah nggak kena orangnya, kena dahinya lagi! Padahal kalo kena lo mau gue turunin lagi nyampek ke dada lo."
"Maksud lo?!"
"Siapa tahu dada lo yang montok itu bisa meletus seketika. Niat baik gue, kasian jantung lo, ruang khusus untuk jantung lo pasti kesempitan!"
Siswi itu menganga lebar, tertohok atas perkataan mesum Gama. "Gue bunuh lo!" dongkol Elsie, cewek paling menor dan berdada montok itu sering dipanggil Tante Elsie oleh teman sekelasnya. Meskipun dia juga sering ditegur guru-guru agar tidak memakai make-up tebal ke sekolah.
Gama berjalan mendekat ke arah Elsie. Dia mengambil karet bekas tembakannya yang mengenai Mezza. Dia lakukan sekali lagi untuk memperbaiki tembakannya yang sudah meleset. "Kenapa lo laporin sama wali kelas kalo gue ngerokok di rooftop?" Jari Gama hendak menarik karet itu."Jangan main-main di kelas! Habis ini bu Helena masuk," tegur Adrian pada Gama. Dia hanya memperhatikan Mezza yang masih bediri di ambang pintu. Dia ingin menegur Gama lebih keras lagi, tapi sebenarnya dia malas sekali berurusan dengan cowok yang tidak punya sopan santun dan selalu membuat onar di kelasnya. Pembelaannya sampai di sana, dia bahkan tidak mau turun tangan, hanya duduk tenang di bangkunya.
Gama melirik Adrian. Lalu menurunkan tanganya di depan wajah Elsie yang siap menantangnya. "Gue anggap kita seri. Gue tahu, lo balas dendam soal gincu lo yang gue habisin waktu kelas seni, kan?”
Elsie medengus keras mengingat seminggu yang lalu Gama malah mencuri gincunya karna warna merah cat airnya habis. “Hooh, itu lipstick gue yang paling mahal, tahu! Gara-gara lo gue cuma bisa pakai sisa lipstick yang murah!”
Gama terkekeh mengejek, melihat raut wajah dongkol teman sebangkunya yang semarah itu padanya, apalagi melihat bibir merah mencolok Elsie. "Lo mending jadi tukang pelacur sana, biar muka tante menor lo itu berguna! Lumayan kan dapat duit, bisa buat beli lipstick yang mahalan lagi."
Mezza tidak peduli dengan drama anak-anak SMA yang sok menjadi orang dewasa itu. Dia langsung menuju tempat duduknya yang berada di pojok belakang. Tempat paling aman baginya. Teman sebangkunya pindah kelas beberapa hari yang lalu karna merasa bosan satu bangku dengannya. Alasan yang tidak masuk akal itu memang benar adanya. Padahal ada cara yang lebih mudah, tinggal meminta siswa lain tukar tempat. Tapi rumitnya, tidak ada yang mau duduk bersama Mezza. Gadis yang tenang tanpa ekspresi membuat semua siswa ketakutan. Kenyataannya, Mezza tidak pernah punya pikiran mengginggit, memukul, membunuh atau bahkan menelan mereka hidup-hidup ke dalam perutnya. Sayangnya, Mezza lebih suka jika semua orang takut padanya. Itu akan mempermudah tujuannya, yaitu tidak ingin orang lain menganggapnya teman.
Elsie tersenyum miring. "Make-up itu penghargaan diri! Lihat tuh Si Culun! Mending gue yang menor tapi cantik. Kalo Mezza, kan kebarus jadi udik gitu! Kucel! Jelek! Bahkan sampai hilang respon, udah tingkat anti sosial kali dia. Emang siapa yang mau tertarik sama siswa kayak dia!” cibirnya menjadikan Mezza sebagai sasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEZZALUNA [TERBIT]✔
Teen Fiction{Cerita ini sudah terbit di Teori Kata Publishing. Bonus Chapter versi novel cetak) ••••••• *Cerita ini tentang anak-anak yang beranjak remaja, yang merasa kehilangan tempat untuk pulang, juga sebagian dari mereka yang sedang mencari jatih diri. Cer...