Part 7

50 23 0
                                    

Adrian mempersilahkan Mezza masuk ke apartemennya. Mezza pikir Adrian tinggal di komplek atau semacamnya. Cowok itu rupanya tinggal di sebuah apartemen minimalis, tapi memiliki dekorasi yang rapi dan bersih dengan interior serba kayu hingga membuat setiap ruangan terlihat nyaman. Ada sebuah kaca besar yang menembus pemandangan balkon. Kalau malam, di sana pasti bisa melihat bintang.  Sayangnya, dia datang ke rumah Adrian saat sore hari.

"Ini apartemen kakak gue." Adrian berjalan terus menuju dapur.

Sudah ditebak oleh Mezza, kalau Adrian tidak mungkin tinggal sendirian meski dia adalah cowok. Apartemen sebagus ini tidak mungkin dimiliki bocah SMA, kecuali Adrian memang anak orang kaya.

"Gue tinggal sama kakak gue. Orang tua gue ada di Surabaya. Sejak SMP, gue sekolah di Jakarta karna ikut kakak gue yang bekerja di dekat sini," beritahu Adrian secara tuntas tentang dirinya. Padahal gadis yang berkunjung ke rumahnya itu tidak bertanya padanya bahkan berkeinginan untuk mengulik semua tentang keluarga cowok itu. Mezza adalah tipe orang yang sangat menghargai privasi seseorang. Sama seperti apa yang dia tidak suka, ketika orang lain ingin tahu semua tentang kehidupannya.

"Mau minum apa?" tanya Adrian.

"Air putih aja," jawab Mezza meletakkan tasnya di atas sofa dan duduk di sana. Ruang tamu berdekatan dengan meja makan dan dapur. Dia juga mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Kotak makan berwarna abu-abu.

Ketika Adrian menyodorkan segelas air putih di atas meja kaca di depan Mezza, dengan malu-malu, Mezza mengembalikan kotak makan yang pernah diberikan Adrian padanya. Cowok itu tersenyum karna Mezza menghabiskan makanan yang dia masak sendiri dari rumah.

"Enak, nggak bekalnya?" tanyanya meminta pendapat.

"Enak, kok. Makasih," ucap Mezza. 

Adrian tersenyum simpul tapi hatinya hampir dibuat terbang. Ucapan terima kasih dari Mezza benar-benar langka untuk dia dapatkan. Sekalinya gadis itu bebicara, dia seolah hidup di planet lain. Asing. Tapi dia ingin tetap tinggal di sana.

"Sebentar ya, gue ambil bukunya dulu." Adrian lalu masuk ke salah satu pintu kamar yang berhadapan.

🍂🍂🍂

Kamar dengan hiasan cahaya ungu di balik layar PS besar  menempel di dinding. Ada juga komputer di atas meja rak dengan buku-buku berjejer di bawahnya. Di belakang komputer itu, terdapat jendela kaca besar yang nampak gedung-gedung bertingkat.

Adrian mengambil buku Geografinya di dalam rak. Dia membawa bola global dunia berukuran sedang.
Perlengkapan sudah dia bawa. Saat Adrian keluar kamar, sesuatu yang membuatnya terpenjarat pada bibir Mezza, gadis itu tersenyum dengan seekor kucing di pangkuannya. Mungkin saja sekarang Adrian adalah teman sekelas pertama Mezza yang melihat gadis itu tersenyum manis seperti itu? Tidak ada ketakutan sama sekali kalau kucingnya akan ditelan Mezza, Ia justru merasa damai melihat sikap lembut Mezza pada binatang imut itu.

"Sepertinya dia suka sama lo?" sahut Adrian menghampiri Mezza lagi yang duduk beralas karpet. Adrian pun ikut duduk di bawah meletakkan buku dan bola globle dunia.
Mezza langsung mengginggit bibir bawahnya, mengakhiri senyumannya ketika melihat Adrian duduk berhadapan dengannya. Entah berapa lama cowok itu memperhatikannya. Dia berharap Adrian tidak melihat wajah cerianya yang seperti tadi. Itu kelihat bodoh sekali baginya.

Adrian lalu mengulurkan tangannya untuk mengelus atas kepala kucing yang berada dipangkuan Mezza. "Dia kucing liar yang terluka. Kakak laki-laki gue adalah psikiater di klinik dekat sini. Dia menemukan kucing ini saat pulang, lalu membawanya pulang," jelas Adrian sendiri tanpa Mezza bertanya. Sejak awal, Adrian memang mendominasi obrolan, menjawab tentang dirinya sendiri, meski tidak ada yang tanya.

MEZZALUNA [TERBIT]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang