Sepanjang koridor sekolah mulai digantikan oleh cahaya lampu. Beberapa ruangan sekolah mulai dikunci oleh satpam yang hendak mengakhiri shift-nya.
"Saya tunggu di gerbang ya, Mas. Saya mau cek tempat parkiran dulu," ucap satpam tersebut pada seseorang yang masih ada di dalam ruang Laboratorium Kompoter.
"Iya, Pak. Sebentar lagi." Cowok itu mencabut flashdisk dari CPU setelah menyimpan dokumen tugas sekolahnya.
Sebelum keluar laboratorium komputer, dia harus mengunci pintu sesuai perintah satpam sekolah. Ia menyandang tasnya dengan benar pada kedua pundaknya.
"Gila! Horor banget nich sekolah kalo jam segini!" umpatnya menelusuri koridor, sesekali mengawasi keadaan sekitar. Siapa yang tahu kalau dia ketemu penampakan di sekitar sini.
Sesaat suara decit sepatu yang cepat terdengar di lantai tiga. Seorang gadis berlari kencang hingga bola matanya ikut memutar cepat.
"Luna. Kenapa dia?" herannya mengikuti arah gadis itu berlari.
Sesampainya dia di tangga menuju rooftop. Dia mendengar percakapan Luna dan siswi yang selalu bersama gadis itu. Padahal yang dia tahu, Luna begitu dekat dengan Suha, tapi percakapan mereka malah terdengar saling meninggikan nada dan memperdebatkan sesuatu.
Cowok itu memang tidak sopan masih menguping pembicaraan kedua gadis itu. Luna semakin tertekan oleh sikap Suha yang berubah-ubah.
"Apa kamu nggak capek, Lun? Nggak capek jadi boneka orang tua kamu sendiri?" senyum Suha miring.
Sekuat tenaga, Luna mendorong kesal Suha sampai tertidur. Luna makin menekan pundak sahabatnya itu.
"Dasar! Kurang ajar!" bentak Luna.
Suha sendiri mulai mengangkat tangannya menjenggut rambut Luna. Mereka berdua mulai saling menyakiti fisik mereka satu sama lain. Suha yang awalnya di bawah tekanan Luna kini berganti Luna yang tertidur dengan tekanan lebih kuat dari Suha.
Melihat kondisi gawat kedua gadis itu, siswa yang sedari tadi hanya sebagai penonton pun melangkahkan kakinya. Namun secapat kilat, Janet melintasinya dengan raut cemas. Janet kuwalahan memisahkan pergulatan Suha dan Luna. Tidak ingin tinggal diam, cowok tadi menarik tubuh Suha dan mendorong gadis itu menjauh dari Luna yang sudah terkapar lemas.
Janet langsung memeluk Luna erat-erat. Dia memeriksa semua bagian tubuh Luna yang memerah.
Saat itu juga tangan Suha gemetar. Ternyata dia baru sadar sudah lepas kendali atas emosinya. Dia melihat sahabatnya yang berada dalam dekapan pengasuhnya.
"Jangan sakiti Luna!" Cowok yang tadi langsung membentak Suha. Dia juga berusaha untuk menyadarkan Luna yang berada di pangkuan Janet.
Suha melihat sahabatnya terkapar lemah membuatnya ketakutan sendiri. Langkahnya makin mundur sampai tak sadar dia sudah memijak ujung gedung sekolah. Tubuhnya yang tak seimbang pun terhuyung ke belakang. Cowok yang tadi ikut menyelamatkan Luna menyadari Suha sudah mulai terjatuh bergegas menggapai tangan gadis itu.
"Gama, cepat tarik dia!" perintah Janet pada keponakannya. Dia makin cemas melihat Suha sudah bergelantungan di atap gedung.
Kelopak mata Luna mulai meredup. Dia melihat cowok yang memegang erat lengan seorang gadis. Dia masih sadar bahwa lengan gadis itu adalah tangan Suha. Tapi entah kenapa, kepalanya sangat pusing dan penglihatannya mulai buram, semakin gelap hingga dia tidak dapat menangkap lagi kejadian selanjutnya.
Gama menarik kuat tangan Suha agar naik ke atap. Tidak tahu kenapa, Suha malah berusaha melepaskan ikatannya. "Nama kamu, Gama kan?" Gama berdecak. Masih sempat-sempatnya gadis itu bertanya tentang sesuatu yang tidak penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEZZALUNA [TERBIT]✔
Teen Fiction{Cerita ini sudah terbit di Teori Kata Publishing. Bonus Chapter versi novel cetak) ••••••• *Cerita ini tentang anak-anak yang beranjak remaja, yang merasa kehilangan tempat untuk pulang, juga sebagian dari mereka yang sedang mencari jatih diri. Cer...