Part 14

28 16 0
                                    

Luna lebih suka sup daging atau sup sayur?” tanya Salma meraih celemeknya.

“Aku suka semua sup kok, Tan. Pokoknya yang enak!” Luna sangat antusias membantu Salma menyiapkan bahan-bahan yang akan mereka masak.

Setelah meletakkan panci yang berisi air, Salma memutar knop kompor untuk menyalakan apinya. “Syukurlah. Tante pikir kamu anaknya pilih-pilih makanan.”

“Luna itu omnivora, Umi. Dia doyan semua makanan. Tapi tubuhnya kecil nggak gendut-gendut, ajaib kan, Umi?” ledek Suha mencuci beberapa sayuran di wastafel.

Ejekan Suha pada Luna pun membuat tawa gelih meramaikan ruang dapur itu.

.
.
.
.
.

Jika hari itu bisa diulang.

Mezza langsung meletakkan garpu beserta sendoknya di atas piring. Makan siang bersama keluarganya memang sangat hambar baginya. Meskipun langka untuk mendapatkan momen ketika seluruh kelurga berkumpul pada jam-jam siang. Kedua orang tuanya hanya membahas tentang progres film yang dimainkan oleh Zivana.  Tidak ada obrolan seru seperti yang dilakukan Ardrian dan Salma tadi malam.

Mezza keluar rumah mencari taksi. Asistennya itu tengah izin menjenguk ayah Gama, katanya ada keperluan mendesak yang harus Janet selesaikan dengan pria itu. Ia jadi bosan ditinggal di rumah sendirian bersama keluarga besarnya.

Lampu merah membuat taksi berhenti. Bayangan Mezza masih terngiang-ngiang oleh senyuman wanita yang Ia temui tadi malam bersama Adrian. Tidak dihiraukan lagi kalau cowok itu memiliki hubungan dengan Suha.

🍂🍂🍂

Gama menyodorkan sebotol air mineral dingin dari kulkas pada gadis yang mematung di depan layar televisi. Pemberitaan tentang kembalinya aktor Ehan yang akan membintangi sebuah film bersama Zivana dengan pesat menyebar ke semua media. Gosip kedekatan mereka yang pernah merenggang akhirnya dipertanyakan. Apakah kedua selebriti muda ini akan memberikan informasi tentang hubungan mereka?

Mezza menyaksikan Ehan hanya tersenyum tipis menghadapi beberapa wartawan yang memberikan pertanyaan padanya. Cowok itu malah menjelaskan kalau mereka hanya sebatas lawan pemain.

"Acara televisi zaman sekarang nggak ada bagusnya, makanya gue nggak suka nonton TV." Gama menekan tombol power pada remote control TV.

Gama duduk di samping Mezza yang termenung di atas sofa. "Gue tahu, lo pasti iri sama kakak lo yang bisa terjun jadi seleb? Lo itu produk gagal, Za," senyumnya miring mengejek Mezza.

Mezza mendengus keras. Seberapa pedulinya Gama padanya, cowok itu tidak benar-benar paham dengan posisinya. Sampai sekarang, tidak ada rasa iri pun tentang prestasi kakaknya dalam dunia akting. Ia justru merasa tidak berguna ketika melihat keadaannya sendiri. Waktu kecil ayahnya sudah melatih keberaniannya, namun ketika dia beranjak dewasa, banyak hal yang membuatnya ketakutan. Ia begitu kesulitan untuk mengendalikan keadaan, dan menaklukan rasa takutnya.

"Lo nggak tahu, Gam," balas Mezza, "gue udah merusak segalanya."

“Sehebat apa lo? Emang bisa ngerusak seluruh dunia?” Gama terus meledek Mezza.

Mezza melirik Gama sebal. “Gue udah ngerusak hubungan kakak gue sama Kak Ehan. Mereka putus gara-gara gue,” jelasnya.

Gama terdiam sejenak. "Cewek udik kayak lo jadi pelakor?” Suara tawanya mendadak pecah.

Tonjokan kepalan Mezza langsung menyerang bahu Gama. "Sekarang lo makin nyebelin ya!" dongkol Mezza.

Gama melekatkan tatapannya pada Mezza sambil menahan senyum. "Muka kalem lo ilang tuh!" Telunjuk Gama menyentuh ujung hidung Mezza.

MEZZALUNA [TERBIT]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang