41

39K 2K 36
                                    


Haihai!

Don't forget to vote!

~ HAPPY READING ~

Zea sekarang tengah berdiri di balkon kamar miliknya sembari memandangi bulan yang sedang bertugas memancarkan cahayanya.

Cahaya yang bisa menerangi seluruh dunia. Entah sudah keberapa kalinya Zea dibuat kagum dengan benda langit tersebut.

Namun, tiba-tiba Zea kembali teringat akan sesuatu.

"Lo gak lupa kan, kita itu tumbuh bareng-bareng, kemana-mana selalu bareng, Lo gak pergi gue juga gak pergi. Itu prinsip kita"

"Sampai dimana Lo masuk SMA dan gue naik kelas sebelas. Awalnya kita baik-baik aja, sampai seseorang datang dan ngehancurin semuanya. Seseorang yang selama ini selalu ngebuat Lo sakit hati karena gue selalu ngebela dia"

"Putri. Dia adalah orang yang merusak segalanya."

"Dan gue paham kenapa Lo ngubah penampilan Lo. Itu karena Lo mau buktiin kalo yang pantes buat gue itu cuma Lo. Grazea Aldebaran Wijaya. Gue tau Zea dan gue paham perasaan Lo!"

"Sampai dimana putri mutusin buat pindah ke sekolah kita cuma untuk bersaing sama lo. Dan lama-kelamaan, dia makin menjadi-jadi. Dia ngancem gue buat jauhin Lo. kalo enggak, papa gue taruhannya"

"Abang Lo gak ngebenci Lo Zea, cuma gue yang ngehasut mereka. Gue yang udah buat abang Lo benci ama adik kandungnya sendiri"

Zea menghelakan nafasnya pelan. Jadi ini adalah jawaban atas semua pertanyaannya semenjak ia memasuki tubuh gadis ini.

Begini lah hidup manusia. terkadang mereka diberi pilihan yang rumit, yang membuatnya harus meninggalkan salah satu diantaranya.

Termasuk hal yang mereka anggap paling berharga sekalipun.

Zea berjanji pada tubuh yang sekarang ditempatinya, ia akan sepenuh hati menjaga dan menyayangi orang-orang yang menjadi bagian dari hidupnya.

Ia memutuskan untuk menjadi dirinya sendiri dan melanjutkan alur yang seharusnya terjadi.

Lamunan Zea membuyar saat ponsel miliknya berdering. Ia pun segera mengambil lalu mengecek ponselnya.

Jantung Zea berdetak lebih cepat saat melihat nama Rafael yang tertera di layar ponsel miliknya. Dengan ragu, Zea pun mengangkat panggilan tersebut.

"Zea?"

"I-iya kak?" Jawab Zea gugup.

"Lo belum tidur?"

"Belum kak, Zea belum ngantuk"

Zea mendengar suara helaan nafas dari seberang sana.

"Mulai sekarang Lo berhenti manggil gue dengan sebutan kak"

"Gimana kalo Lo panggil gue Fael aja?"

"Iya"

"Iya apa?"

"I-ya Fael"

Transmigrasi Viola [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang