Bara menyandarkan kepala belakangnya ke dinding , lalu memejamkan mata. Kondisinya terlihat kacau, dengan noda darah di kemeja yang dikenakannya. Kedua tangannya yang masih terasa gemetar, lalu dia usapkan ke wajahnya yang tampak kalut. Baru tadi pagi dia berjanji pada Luna jika dirinya akan selalu menjaga perempuan itu. Tapi sekarang, apa yang terjadi ini?
Luna tertabrak mobil di depan mata kepalanya sendiri. Dia merasa gagal dan hanya bisa menyalahkan diri sendiri. Seharusnya dirinya bisa lebih memperhatikan perempuan itu saat mereka berada di dalam mobil tadi.
"Minum dulu, Pak," tegur Dandi sembari mengulurkan sebotol air mineral.
Bara membuka mata, lalu menerima botol itu dan meneguk isinya. Lagi-lagi helaan napas berat keluar dari bibir pria itu kemudian. "Kamu sudah menghubungi Mas Rendra?"
"Sudah, Pak. Beliau dan Bu Amira langsung bertolak pulang dari Bandung begitu saya mengabari. Kalau Mas Dion..... Bu Amira meminta saya untuk tidak mengabarinya dulu," jawab Dandi.
Bara mengangguk, lalu menghela napas lagi. "Semua ini salahku, Dan..... Aku lengah dan kurang memperhatikan Luna karena sibuk mengecek email masuk tadi."
"Anda jangan menyalahkan diri sendiri, Pak. Mbak Luna terlalu baik hati hingga reflek bergerak cepat untuk menyelamatkan anak kecil itu," balas Dandi.
"Bagaimana keadaan balita itu? Di IGD tadi dia juga ikut diperiksa kan?" tanya Bara.
"Hanya sedikit lecet saja, Pak..... tapi masih mudah menangis..... mungkin masih syok. Orang tuanya menyampaikan ucapan terima kasih dan permohonan maaf. Tadi mereka mau ikut menunggu Mbak Luna operasi, tapi saya meminta mereka pulang saja untuk menenangkan anak mereka," terang Dandi.
Bara mengiyakan. "Anak itu pasti kaget dan ketakutan."
Dandi mengangguk. "Anda sebaiknya membersihkan diri Anda dulu dan mengganti pakaian, Pak. Saya membelikan pakaian untuk Anda tadi."
"Nanti saja, Dan..... Aku mau menunggu operasi Luna selesai dulu. Kalau dia sudah dipindahkan ke kamar rawat, baru aku membersihkan diri di sana nanti," balas Bara tak bersemangat.
Dandi hanya bisa mengangguk mengiyakan, lalu ikut duduk di seberang kursi yang diduduki Bara. Dandi diam sembari memperhatikan Bara yang kembali menyandarkan kepala belakang dan memejamkan mata lagi. Dandi masih ingat saat atasannya itu menghubunginya tadi, terdengar sangat panik dan ketakutan. Dia memaklumi kekalutan Bara karena setahu dia, sang atasan memang sangat mencintai tunangannya yang sempat kabur itu.
Awalnya hubungan Dandi dan Bara hanya sekedar atasan dan bawahan di kantor. Tapi semenjak Luna kabur, hubungan mereka menjadi semakin dekat. Bara seringkali mengandalkan Dandi dalam banyak hal, baik itu urusan pekerjaan mau pun urusan pribadi. Hingga akhirnya Dandi menjadi orang kepercayaan Bara kemudian. Harus Dandi akui jika menjadi tangan kanan Bara memang terasa sangat melelahkan. Tapi semua itu sebanding dengan gaji dan fasilitas yang Bara berikan untuknya dan juga keluarganya. Bahkan menurut Dandi, apa yang diberikan Bara sudah terlalu banyak. Karena itu Dandi berjanji dalam hati untuk mengabdikan dirinya sepenuh hati.
Lamunan Dandi buyar saat mendengar suara derap kaki yang berlari mendekat. Dia segera berdiri saat melihat Rendra dan Amira yang baru saja datang. Sedangkan Bara hanya membuka mata tanpa berniat berdiri.
"Bagaimana keadaan putriku, Bar?" tanya Rendra.
Amira lantas duduk di sebelah Bara dan menyentuh lengan adiknya itu. "Luna baik-baik saja kan, Bar?"
"Ada sedikit pendarahan di kepala, tapi tidak serius. Dokter mengatakan hasil scan kepala tadi menunjukkan tidak ada cidera yang fatal. Hanya saja-.........." ucap Bara terhenti dan kemudian terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan "ONESHOT STORY"
Random[20+]..... Berisi kumpulan cerita tamat yang berbeda-beda judul di setiap babnya. Semoga terhibur..... #UP pertama 16 Juni 2022#