18. I TRY TO HIDE

28 4 0
                                    

Ardian mengantar Erika pulang. Tentu saja dengan berjalan kaki. Sebenarnya Ardian merasa tidak enak dengan Erika, apalagi sekarang Erika adalah kekasihnya. Tapi, tanpa mengeluh sedikitpun Erika mau Ardian ajak hujan-hujanan dan rela berjalan kaki berduaan bersamanya.

Sejak dari rumahnya, Ardian belum melepas genggaman tangan Erika yang begitu erat. Erika masih terisak. "Hey... Kenapa masih nangis? Kakak nyakitin hati Erika?"

Erika menggeleng.

"Terus? Perkataan Kakak ada yang salah?"

"Bukan. Perlakuan keluarga Kakak bikin Erika terharu."

Satu jam yang lalu...

"Dia gapapa kita biarin gitu aja?" tanya Erika sedikit cemas melihat kepergian Via. Ardian hanya membalasnya dengan senyuman manis. "Gapapa, kenapa emang nya?"

"Tapi, dia kan pernah jadi bagian hidup Kakak sebelum adanya Erika."

Ardian mengubah posisi duduknya. Menatap mata Erika serius, sambil merapihkan rambut Erika yang masih basah. "Erika, dengerin Kakak. Walaupun Kakak pernah jatuh cinta sama dia, tapi bukan berarti perasaan itu akan Kakak bawa terus. Masa lalu sebaiknya kita lupakan beserta kenangannya. Buat apa menyimpan luka terus menerus? Lebih baik Kakak obatin luka itu dengan adanya tokoh utama baru. Yang perannya nggak akan Kakak ganti sampai kapanpun."

"Kakak baru kenal sama Erika beberapa minggu, beda sama Via yang udah dua tahun kenal sama Kakak."

"Kakak kan pernah bilang, yang menjadi titik ternyaman itu bukan karena berapa lama kita bersama, tapi bagaimana kita diperlakukan saat kita masih bersama. Dan, menurut Kakak sendiri, Kakak lebih nyaman dengan adanya Erika."

"Bukannya masa lalu selalu jadi pemenangnya?" Erika terus memojokkan Ardian. Namun, jawaban Ardian berhasil membuatnya semakin cinta. "Dulu sih Kakak mikirnya gitu. Tapi, setelah adanya Erika, kata-kata itu hilang gitu aja dari kamus. Kali ini, orang baru yang harus jadi pemenangnya, kayak Erika."

Pipi Erika mulai merona seperti tomat. "Berhenti gombal!"

"Siapa yang gombal? Kakak serius."

"Terus kenapa di depan cewek itu Kakak sok-sok an cium pipi, Erika?!" Erika masih tidak menyangka dengan kejadian barusan.

"Biar dia cepat-cepat pergi."

"Oh, jadi Erika cuma di jadiin bahan cemburuan."

"Nggak gitu, Erika..."

"Cukup tahu, sih." Erika pura-pura merajuk. Kembali memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya dengan tatapan sinis. Tapi, lagi-lagi Ardian membuat jantungnya hampir copot.

Cup

"Maaf, ya..." katanya setelah mencium pipi Erika sekali lagi. Erika menoleh dengan mata lebar. Kalau seperti ini terus Erika bisa mati di tempat. "KAKAK! KALAU KELUARGA KAKAK LIHAT, GIMANA?!"

"Mau tambah lagi? Boleh."

"Udah, stop!" Erika mendorong wajah Ardian agar menjauh darinya. Erika tidak bisa seperti ini terus, bisa gila dirinya.

"Bilang aja kalik kalau mau lagi."

"Nggak!"

"Pacaran terus ya kalian berdua." Andre, Naya dan Nara datang menghampiri mereka. Kepergian Via dianggap acuh. Bahkan, sempat membuat Naya jengkel. Bisa-bisanya Via pergi begitu saja tanpa pamit, seakan-akan tidak melihat mereka bertiga di depan TV. Itu lah yang membuat Naya tidak terlalu suka dengan Via. Sopan santun nya mines.

"Gimana masakan Tante? Enak kan?" tanya Naya ingin mendapatkan komentar. Erika mengangguk senang, "Enak bangetttt, Tante!"

"Tinggal dikit lagi, tuh. Ayo, habisin. Atau mau Om suapin?" Erika terdiam beberapa saat. Perlakuan Andre yang seperti ini mengingatkan dirinya dengan Ayah nya yang sudah lama tiada. "N—nggak usah, Om. Erika bisa makan sendiri kok."

BISIKAN SEMESTA || THROWBACK ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang