08. MEMORY

62 3 0
                                    

Ardian duduk di belakang cafe. Melempar batu-batuan kecil sembarangan untuk menghilangkan kejenuhannya. Jujur saja, dulu Ardian sangat senang bila Via datang mengunjunginya, tapi ketika Ardian sadar bahwa selama ini dia hanya di anggap sebagai second choice, perlahan rasa itu pun mulai pudar sedikit demi sedikit. Padahal saat itu, Via adalah wanita yang benar-benar Ardian cintai.

Melihat Ardian sendirian, Erika memilih menyusulnya. Erika duduk di sebalah Ardian, ikut melempar batu-batuan kecil seperti yang sedang Ardian lakukan. "Ngapain kesini?"

"Pengin aja."

"Mending lu masuk."

"Cewek tadi siapa, Kak?" tanya Erika pura-pura tidak tahu. "Teman." balas Ardian singkat.

"Tapi, Erika dengar kalau dia suka sama Kakak."

"Biarin aja." balasnya masih cuek. Erika kembali bertanya, Erika hanya ingin tahu jawaban yang dulu belum sempat ia dengarkan. "Kakak nggak ada perasaan sama dia?"

"Nggak tahu."

"Kok nggak tahu?"

"Nanya mulu kayak Dora." serkas Ardian jengah. Tahu jika pertanyaannya di acuhkan, Erika ikut kesal. "Iya-iya, ini nggak nanya lagi!"

"Lu pernah punya sahabat atau teman nggak sih, yang ujungnya kalian harus terpaksa pisah?" tiba-tiba Ardian memberikan satu pertanyaan yang cukup panjang. Namun, pertanyaan itu membuat luka Erika sebelas tahun yang lalu kembali muncul. "Pernah."

"Oh iya?"

Erika mengangguk. "Heem. Dia cewek, namanya Gisel. Kita bukan teman satu sekolah, tapi satu cabang olahraga. Walaupun beda club kita selalu ketemu setiap ada turnamen, dari situ kita memutuskan untuk menjadi sahabat. Di pertandingan dia selalu beda kelas sama Erika, misalnya Erika masuk di kelas 53kg sedangkan dia pasti di bawahnya kayak kelas 50kg, jadi kita nggak pernah jadi lawan di setiap event."

"Tapi, tiba-tiba Gisel memilih kelas yang sama dengan Erika. Mau nggak mau Erika tetap harus melawan dia di pertandingan itu. Waktu final berlangsung, ada kesalahan point antara kita berdua. Yang harusnya Erika dapat tiga point, gagal karena wasit menganggap tendangan Erika di kepala nggak sah."

"Disana Erika ngerasa di curangin, banyak kesalahan point yang membuat Erika kalah. Erika dapat perak, dan dia dapat emas. Semenjak kejadian itu, kita jadi semakin jauh, bahkan sampai sekarang Erika nggak pernah dengar kabar dia lagi."

"Sebenarnya salah Erika, sih. Karena peraturan pertama di setiap pertandingan adalah jangan jadikan lawanmu sebagai seorang sahabat. Tapi, Erika malah melanggar peraturan itu."

Ardian fokus mendengarkan cerita Erika sampai akhir. Melihat sorot mata yang dipenuhi kesedihan membuat Ardian merasa bersalah. "Sorry, kalau gue bikin lu sedih."

"Gapapa, hitung-hitung Erika juga pengin cerita ke orang lain."

"Jangan di ingat lagi, kita ganti topik aja. Gimana kalau orang yang lu suka? Pasti lu pernah kan suka sama orang atau bahkan sampai cinta?"

Erika menatap Ardian, terus memperhatikannya sampai senyuman pahit terukir di wajahnya. "Pernah juga."

"Sampai sekarang?"

"Iya, sampai sekarang."

"Kok bisa?" tanya Ardian heran yang membuat Erika terkekeh. "Erika juga nggak tahu. Perasaan itu setiap hari muncul."

"Dia ganteng?"

"Ganteng banget."

"Baik?"

"Baik juga."

BISIKAN SEMESTA || THROWBACK ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang