05. INCIDENT

102 8 0
                                    

Keesokannya harinya, Erika kembali datang ke Bersua Cafe dengan wajah berseri-seri. Ia sudah mantap dengan keputusan nya hari ini. Mengubah semua itu tidak sesulit yang dibayangkan, bukan? Pasti semuanya akan berhasil.

Setelah sarapan bersama Nugroho, Erika datang ke bersua pukul delapan pagi, entah apa yang akan di lakukan wanita itu, yang terpenting Erika ingin bertemu Ardian. Hampir sepuluh menit Erika berjalan kaki dari rumah menuju tempat tujuannya, akhirnya wanita itu tiba di daun pintu.

Erika mendorong pintu selamat datang bersamaan dengan Ardian yang hendak keluar. Saat mata mereka saling bertemu, keduanya reflek membeku.

"A-anu..." ucap Erika gugup.

"Erika," panggil Ardian spontan.

"Iya?"

"Gue minta maaf."

Erika mengerutkan keningnya, "For what?"

"Maaf, kalau ucapan gue empat hari yang lalu bikin lu sakit hati." sesal Ardian atas perkataannya beberapa hari yang lalu. Erika menanggapinya dengan tersenyum simpul, "Gapapa, Kak, justru gue yang harusnya minta maaf. Maaf ya, kalau ucapan gue yang kemarin agak ngelantur."

"Kak?" kali ini Ardian yang di buat kebingungan. Panggilan itu terdengar sangat asing di telinganya, apalagi Erika yang memanggilnya. Padahal jelas-jelas mereka sempat berdebat hebat kemarin, rasanya sangat aneh.

"Iya, Kak Ardian, kan?"

"Gue nggak terbiasa kalau lu yang manggil."

"By the way, emang empat hari yang lalu lu nunggu gue disini sampai malam?" tanya Erika penasaran dengan jawaban pria itu. Ardian menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal, lantaran bingung harus memberi jawaban yang seperti apa. "Gue... Gue cuma mau minta maaf sama lu karena ngerasa bersalah aja."

"Tapi, kan, nggak harus nungguin gue sampai malem juga."

"Udah ya, gue mau ke kampus, ada urusan." Ardian kabur begitu saja dari hadapan Erika yang sedang berusaha mencari tau jawaban jujur dari mulutnya. Tapi, sebenarnya Ardian juga tidak tahu mengapa ia berniat untuk menunggu Erika selama tiga hari berturut-turut. Padahal, tidak biasanya Ardian bersikap seperti itu.

"Aneh," Erika mengangkat kedua pundaknya acuh. Meskipun terlihat tidak peduli, namun hati Erika rasanya ingin meledak sekarang juga. Ini kali pertamanya Erika kembali bercakap-cakap dengan Ardian tanpa dibaluti rasa kesal seperti sebelumnya.

Erika merindukan semua moment itu. Sudah waktunya Erika membuktikan tentang kesalah pahaman yang sudah bertahun-tahun merusak hubungan nya dengan pria yang sebenarnya masih ia cintai. Apakah yang dikatakan semua teman-temannya itu benar atau tidak, sungguh Erika ingin tahu sendiri.

Tiba-tiba dering telpon menyadarkan Erika dari lamunan yang sempat merasuki dirinya. Panggilan itu berasal dari Olif. Erika mengangkat salah satu alisnya, tidak biasanya Olif menelponnya di pagi hari. Karena saat hari libur, wanita itu selalu saja bangun siang, kisaran jam sepuluh siang. "Tumben banget, nih, anak."

Dengan segera mungkin, Erika menerima panggil tersebut. "Halo,"

"Erika..."

Awalnya wajah Erika terlihat tenang, namun saat mendengar suara isak tangis Olif jiwanya dibuat cemas. "Lif, kok lu nangis? Kenapa?"

"Mama sama Adik gue, Ka..."

"Mereka kenapa, Olif?!"

"Mereka bunuh diri... Mereka udah nggak ada, Erika... Gue sendirian..."

Erika menjauhkan ponselnya, segera melihat tanggal yang berada di layar ponsel kemudian menatap lurus ke depan dengan tatapan hampa.

7 Februari 2014.

BISIKAN SEMESTA || THROWBACK ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang