Sudah bulan ketiga untuk pernikahan antara Ardian dan Erika. Kini mereka sedang menghabiskan waktu bersama di tepi pantai yang sejuk dan indah pemandangannya. Mereka sering mengunjungi tempat ini semenjak keduanya di persatuan kembali. Entah makna apa yang tersirat sehingga mereka selalu bahagia dengan tawa penuh bangga.
Erika menjatuhkan kepalanya di atas pundak Ardian. Mereka sibuk duduk di tepi pantai yang di lapisi tanah putih serta kerang-kerang kecil. Dengan tangan yang saling menggenggam, keduanya larut sambil berangan-angan.
"Apa yang Kakak suka dari pantai?" tanya Erika sambil mengelus punggung tangan suaminya. Ardian menatap mata Erika sekilas, lalu tersenyum penuh laras. "Kakak suka pantai yang ada Erika nya."
"Berarti kalau nggak ada Erika, Kakak nggak suka pantai?"
"Suka, cuma rasanya ada yang beda."
"Emang apa, sih? Tujuan Kakak suka bawa Erika ke pantai?" Erika mengalihkan pandangannya, menatap Ardian dari samping untuk bertanya. "Tujuan Kakak suka bawa Erika kesini bukan karena Kakak mau nunjukin cantiknya pantai ke Erika, tapi Kakak mau nunjukin cantiknya Erika ke pantai."
Wanita itu terkekeh mendengar gombalan dari mulut suaminya. "Erika se-cantik itu ya menurut Kakak? Hahaha."
"Iya, melebihi pantai dan se-isinya."
Keromantisan mereka berhasil menghadirkan banyak kesan. Semenjak menikah dengan Ardian, Erika tidak pernah mengubah cara panggilannya, sebutan 'Kakak' sudah melekat di dalam hidupnya.
Erika memandangi setiap bentuk wajah milik Ardian cukup lama. Terkadang ia masih tidak menyangka, jika pria di sebelahnya, yang dulunya Erika tinggalkan karena kesalahpahaman kini justru menjadi obatnya untuk bertahan. Erika tidak menyesal pernah kembali ke masa lalu, mungkin semesta memang sengaja mengajaknya masuk ke dalam mesin waktu itu untuk membuktikan kebenaran, kejujuran, kesetiaan, ketulusan dan persahabatan.
Kini Erika tahu, apa sebenarnya takdir itu. Mengingat bahwa dirinya pernah mencoba mengubah sebuah takdir, membuat Erika malu untuk mengingat kejadian dulu. Coba saja Erika mendengarkan apa kata Bu Mirta, pasti ia hampir tidak akan pernah kehilangan Ardian untuk selamanya.
Erika juga semakin malu mengingat perihal semesta yang kembali memberinya kesempatan ketiga untuk kembali ke tempat nya semula dan membawakan takdirnya di depan mata.
"Kakak tahu, dulu Erika hampir menghilangkan peran Kakak dalam hidup Erika untuk selamanya." ungkap Erika mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu. Namun, dengan santainya Ardian menjawab, "Kakak nggak perduli, asalkan bukan Erika yang hilang."
"Kenapa?"
"Kalau ada barang yang hilang, bisa di cari lagi. Tapi, kalau Erika yang hilang? Kakak harus cari dimana lagi?"
Mendengar jawabannya saja membuat hati Erika bergetar. Erika terharu, Ardian sungguh laki-laki yang selama ini Erika mimpikan. "Kak Ian..."
Erika memeluk suaminya erat. Seakan-akan tidak ingin melepaskannya. Akan ada saatnya dimana kehilangan Ardian menjadi bagian rasa sakit yang tidak ada tandingannya. Begitu pun sebaliknya, jika Ardian yang lebih dulu merasakan kehilangan, maka Ardian akan meminta kepada malaikat untuk mencabut nyawanya sehari setelah Sang Pencipta merampas Erika dari hidupnya.
"Jangan pernah hilang dari bumi ya, Erika?" kata Ardian penuh kecemasan.
"Iya. Erika akan selalu ada di samping Kakak."
"Jangan tinggalin Kakak lagi, Kakak nggak mau sendirian."
"Iya, sayang..."
Tiba-tiba tubuh Ardian membeku. Pria itu melepaskan pelukannya, menatap Erika tidak percaya. Apakah telinganya tidak salah dengar?
KAMU SEDANG MEMBACA
BISIKAN SEMESTA || THROWBACK ✓
Подростковая литература"Aku ingin mengulang waktu itu." Kalau saja kalimat dan keinginan itu tidak muncul di benaknya, pasti semua ini tidak akan terjadi. Erika Ayuningtyas, seoarang mantan Atlet Nasional yang bekerja di pusat keolahragaan. Memiliki banyak cerita, banyak...