20. YOU WOULD BE SO PROUD

24 3 0
                                    

Hari Senin

Erika sedang persiapan bersama team nya. Kali ini mereka sedang melakukan pemanasan di dalam arena, sebentar lagi pertandingan akan segera di mulai. Naura tidak sengaja menyenggol kaki Erika, reflek wanita itu meminta maaf karena Nuara kira kaki yang ia senggol milik Ayu. "Sorry, sorry..."

Saat mata mereka bertemu, Naura di buat malu. Erika tersenyum. "Santai aja, gapapa kalik."

Naura merasa heran melihat sikap Erika yang biasa saja. Beda sekali dengan dirinya, setiap Erika menyenggolnya dengan tidak sengaja Naura langsung naik pitan. "Heran, kok lu nggak pernah benci sama gue. Gue selama ini mau ambil posisi lu loh?"

"Yang penting kan tetap nggak bisa ambil posisi itu? Hahaha." balas Erika dengan gurauan. Naura tersenyum kecut. Melihat balasan Erika, Naura jadi makin malu. "Sorry ya, Ka. Buat yang kemarin."

Erika menepuk pelan pundak Naura. "Santai, gue nggak pernah dendam sama lu kok. Kita kan satu team."

"Semoga hari ini lu berhasil dapat emas!"

"Bukan gue doang. Tapi, kita semua harus bisa bawa pulang emas!"

"BETULLLL!!!" sorak yang lainnya bersamaan. Tiba-tiba Mayang datang dengan membawa kertas yang berisi nomer urut pertandingan mereka. "Semuanya naik ke atas tribun. Kita siap-siap, peralatannya di pakai semua. Kalau ada peralatan yang sering copot di pakai in lakban."

"Siap, Sabeum." para Atlet mulai naik ke atas tribun. Terkecuali dengan Erika. Ia masih sibuk melihat deretan tribun penonton dari bawah arena. Erika belum melihat Nugroho, begitu pun dengan para sahabatnya. Seketika nama Olif terlintas. "Lu baik, Lif. Tapi lu juga jahat."

"Seenggaknya gue bangga punya sahabat kayak lu. Sebelum perasaan dendam itu menguasai diri lu sendiri."

Melihat Erika termenung. Mayang pun mencoba menghampirinya. "Erika? Kenapa masih di bawah sini? Ayo, naik!"

Erika tersadar. "I—iya, Sabeum." Mayang menggelengkan kepalanya heran. Mayang tahu Erika sedang gugup. Maka dari itu Mayang mencoba menguatkannya. "Main yang maksimal ya."

"Siap, Sabeum."

"Kaki kamu aman?"

"Aman, Beum. Engkel nya sudah Erika lapisi tapping." Mayang mengangguk. Mencium kening Erika untuk menyalurkan rasa semangatnya. "Fokus ya, Erika."

Mayang pergi lagi menuju meja panitia, meninggalkan Erika yang sedang terharu dengan sikap Mayang barusan. Ternyata masih banyak orang yang menyayanginya. Tapi, mengapa di masa depan semua orang mulai pergi satu persatu dari hidupnya? Apa yang pernah dikatakan Mayang itu benar? Jika setiap orang selalu ada masanya.

Dan, masa ini yang selalu ingin Erika ulang secara terus-menerus. Erika memejamkan matanya. Membayangkan kedua orangtuanya hadir di tempat ini, sekaligus meyakinkan dirinya agar tidak kembali bertindak bodoh. "Erika, ingat satu hal. Sekarang lu atlet nya, bukan lagi jadi pelatih yang duduk di pojok arena."

"Lu atlet terbaik, lu pelatih terbaik. Mau di masa depan atau masa lalu buktikan ke semua orang kalau lu adalah Erika, atlet nasional kebanggaan semua orang."

"Walaupun ini bukan pertandingan PON, tapi gue harap lu bisa main dengan maksimal." monolog Erika untuk dirinya sendiri. Erika harus bisa, ia harus bangkit. "ERIKA, LU PASTI BISA!!"

Di lain tempat. Sejak kemarin Olif masih saja merenung. Ia sudah tiba di Rusia pagi tadi. Tapi, rasanya Olif tidak memiliki semangat bertanding seperti sebelumnya. Perkataan Erika selalu terngiang-ngiang di dalam kepalanya. Hanya ada satu pertanyaan di benak Olif. Benarkah selama ini perbuatannya salah? Seolah-olah perasaan dendam itu tidak ingin lepas dari dalam dirinya.

BISIKAN SEMESTA || THROWBACK ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang