"Tata, tahu nggak...."
"Nggak."
"Gue belum selesai ngomong." Mira memasang wajah kesal.
Gempi terkekeh pelan. "Apa?"
"Nggak jadi!" Mira bersidekap dada.
Gempi ingin mencolek dagu Mira tapi Mira menepisnya pelan. "Ututu, ada yang marah, nih."
Kedua lelaki datang membawa pesanan bakso keduanya.
"Yeyey, ditraktir bakso sama Tata." Mira tersenyum girang.
"Ini bukan buat lo, siapa suruh lama ke kantin." Danar sedikit menjauhkan mangkok bakso yang di tarik Mira.
Mira memonyongkan bibirnya. "Terus, gue harus pesan lagi, gitu?"
Danar tersenyum masam saat melihat tatapan tajam Gempi. "Bercanda, tadi Gempi mesanin lo juga."
Lingga tersenyum geli melihat wajah kaku Danar, ada yang berbeda dari senyum Lingga dan Gempi menyadari itu.
Mira kembali tersenyum lebar saat Danar mendorong kembali mangkok itu. "Makasih, Tata."
Selesai makan, mereka memutuskan nongkrong di kantin karena hari ini tidak ada pelajaran karena guru-guru sedang rapat setelah upacara tadi.
"Kemarin yang juara satu siapa?" tanya Mira penasaran.
"Abang gue dong," jawab Gempi.
Mira terlihat kagum, dia tahu Farzan selalu jadi juara satu. "Keren juga Abang lo"
"Lo nggak nanya gue?" tanya Danar.
Mira mengedikkan bahunya. "Gue udah tahu jawabannya, pasti nggak juara, kan?"
"Dih, sok tahu lo! Gue kemarin hoki, lo tahu? Gue ambil posisi Gempi tahun lalu." Danar menepuk dadanya bangga.
Mira menoleh ke arah Gempi untuk menuntut jawaban dan yang ditatap hanya mengangguk.
"Itu cuma kebetulan." Mira malas karena salah tebak.
"Ling, tumben diam? Biasanya lebih cerewet dari Danar." Mira penasaran.
Lingga menggeleng pelan.
Gempi menoleh ke Lingga lalu menepuk bahunya. "Kalau ada masalah tuh cerita, jangan di pendam sendiri."
"Betul tuh, terus kalau lo ngga mau cerita sama kami, gunanya kami di sini apa?" timpal Mira.
"Nanti." Lingga beranjak dari duduknya.
"Ling, bunuh diri itu dosa, tapi kalau lo bunuh diri, gue ikhlas." Mira dan Gempi menatap horor Danar dan yang ditatap hanya nyengir.
Lingga memutuskan menyendiri di rooftop sekolah, dia tidak baik-baik saja, tapi dia juga tidak mau membebani teman-temannya.
"Bun, Yah," lirihnya.
Lingga berteriak berharap bisa sedikit mengurangi beban pikirannya.
Lingga mengusap kasar matanya yang mengeluarkan air lalu berteriak lagi. "Kenapa gue selemah ini sih?!"
Masalahnya kali ini benar-benar berat sehingga membuat batinnya sesak.
Lingga terkejut saat ada seseorang menepuk pundaknya.
"Lo nggak sendiri, Ling."
Lingga berbalik dengan menundukkan kepalanya dalam. "Ta, gue harus apa?"
Ia, dia Gempi, dia mengikuti Lingga karena takut Lingga berbuat macam-macam, dia tahu Lingga orangnya nekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMPITA
Teen FictionGempita, seorang pelajar sekaligus pebalap yang lumayan dikenal. Selalu ceria meski banyak masalah, dia gadis yang kuat.