4

72 5 1
                                    

Lingga memeluk Bundanya dari belakang. "Bunda."

"Kenapa?"

"Bunda masih nyimpen foto wanita itu?"

"Buat apa, Nak?"

"Teman Lingga mau cari tahu kejadian sebenarnya, Bunda bertahan dulu ya, Lingga mohon." Air mata Lingga membasahi wajahnya.

Bundanya mematikan kompor dan berbalik. "Iya, Bunda bertahan demi kamu."

Lingga tersenyum haru. "Jadi, fotonya masih ada?"

Bundanya hanya mengangguk.

"Boleh kirim ke nomor Lingga nggak? Biar Lingga kirim ke teman."

Mama menunjuk ponselnya yang ada di atas meja makan. "Kirim sendiri ya, Mama mau lanjut masak."

"Siap, ibu negara," kata Lingga seraya hormat membuat Mamanya tersenyum.

Setelah menemukan yang dia cari, dia segera mengirimnya ke ponsel lalu meneruskannya ke nomor Gempi.

Gempi yang sedang ngemil di depan tv melihat ponselnya menyala, menandakan ada pesan masuk.

Gempi membuka ponselnya dan langsung meremas ponselnya saat melihat foto yang di kirim.

Gempi berdiri lalu berlari menuju garasi tanpa menutup toples dan juga tidak mematikan tv-nya.

•••

"Mau ketemu siapa?" tanya satpam yang sedang berjaga.

"Sama pemilinya, ada kan?" tanya Gempi balik.

"Maaf sebelumnya, ada kepentingan apa dan apa Anda sudah buat janji?" tanya satpam itu lagi.

"Saya ada kepentingan yang nggak perlu Anda tahu dan saya nggak perlu buat janji terlebih dahulu. Awas! Saya mau masuk!"

Satpam menahan Gempi agar tidak masuk. "Maaf nona, Anda tidak boleh masuk tanpa membuat janji terlebih dahulu."

Gempi menarik napasnya jengah. "Bu Dina!" Gempi berteriak kepada sang resepsionis.

Bu Dina segera berlari, takut anak bosnya itu ngamuk dan berakhir memecatnya. "Iya nona?"

"Siapa yang buat peraturan bahwa saya nggak boleh masuk sebelum membuat janji?!" tanya Gempi tegas.

Menurut karyawan Sansena, Gempi lebih menakutkan daripada Papanya.

Dina menunduk. "Maaf nona, dia satpam baru di sini, juga nona sudah lama tidak ke kantor jadi dia tidak mengenal nona."

Gempi memutar bola matanya malas lalu masuk tanpa mengatakan apapun.

"Tandai wajahnya, Pak, anaknya lebih arogan daripada Papanya," kata Dina memberi peringatan.

Satpam itu mengangguk dengan wajah yang sudah pucat pasih, takut di pecat karena membuat kesalahan.

Gempi berjalan masuk dengan wajah datar serta tatapan tajam khasnya.

"Apakah Sansena Pramudya ada di dalam?" tanya Gempi pada sekertaris baru Sena.

"Anda siapa dan ada keperluan apa?"

Gempi berdecak. "Tinggal bilang ada atau nggak! Kenapa mesti banyak tanya sih."

"Ada."

GEMPITA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang