12

45 3 1
                                    

"Apa yang terjadi, Gempita?" tanya orang yang dipanggil Sense tadi oleh Gempi.

Gempi terdiam tidak sanggup menceritakan kejadian naas yang terjadi langsung di depan matanya.

Sense mengode temannya dan temannya langsung mengerti.

Gempi anak didik kesayangan Sense karena rajin dan ulet saat latihan, tidak banyak tingkah.

"Keluarga pasien?" tanya suster yang keluar.

Gempi langsung berdiri. "Saya, sust. Apa Abang saya baik-baik saja?"

Suster itu terdiam sejenak dan dengan berat dia harus menyampaikan sesuatu. "Pasien butuh banyak darah, dan darah pasien tergolong langkah, apa ada keluarga yang sama dengan darahnya?"

Gempi menunduk lalu menggeleng. "Saya akan cari."

Gempi tahu semua golongan darah keluargnya, hanya golongan darah eyang dan Kakak Davina yang sama dengan Ezra, dan Gempi tidak mungkin minta tolong dengan orang yang sudah lama meninggal, juga tidak mungkin jika minta bantuan dengan saudara Davina, mengingat semua saudara Davina sangat pelit.

"Pasien butuh 2 katong darah secepatnya."

Gempi mengacak rambutnya kasar. "Kenapa harus lo sih? Kenapa bukan gue?"

"Gempita, kalau boleh saya tahu apa golongan darah Abang kamu?" tanya Sense yang mensejajarkan tinggi badannya dengan Gempi.

Gempi mendongak. "Darahnya AB."

Sense tertegun sebentar. "Saya akan bantu cari?"

"Terimakasih atas niat baiknya, Sanse."

Gempi merogoh tasnya lalu mengirim pesan di grup keluarga dari Davina, berharap mereka sudi membantunya.

Lama, tidak ada yang meresponnya, mereka hanya membacanya.

Sense menepuk pundak Gempi hingga membuat Gempi kaget. "Kamu nggak perlu khawatir, nak, di organisasi ada yang sama darahnya dengan Ezra."

Gempi menatap Sense dengan rasa haru. Sense hanya orang luar namun sudi membantunya. Sedangkan keluarganya saja tidak ada yang peduli.

Tidak lama, orang yang di tunggu datang, di susul oleh Sena dan Davina yang sudah menangis.

"Gimana keadaan Ezra, nak?" tanya Davina.

"In Sha Allah, Ezra baik-baik aja, Ma." Gempi berusaha menguatkan Davina walau pun dia lebih takut daripada Davina.

2 Orang yang ingin mendonorkan darahnya di arahkan oleh Sense ke ruangan dokter yang menangani Ezra tadi.

Gempi mendekap tubuh Davina. "Ini semua salah Gempi, andai Gempi nggak ajak Ezra balapan, ini semua nggak bakal terjadi."

Sena menepuk pundak Gempi yang sudah bergetar menahan air mata. "Jangan salahin diri sendiri, ini semua takdir."

Gempi melepas dekapannya. "Tapi ini memang salah Mpi, Pa! Kenapa harus Ezra? Kenapa bukan Mpi? Mpi tersiksa Pa! Apa Mpi nggak bisa bahagia? Kalau iya, kenapa tuhan ciptain Gempi? Apa hanya untuk disakiti?"

GEMPITA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang