"Tuh bocil ngapain di tempat sepi malam-malam," gumam Gempi saat menyoroti anak itu.
Gempi memutuskan menghentikan motornya tepat di samping anak laki-laki itu.
"Woi! Ngapain kamu di sini malam-malam?" tanyanya seraya melepas helmnya.
Anak itu menatap Gempi bingung lalu tersenyum senang. "Kakak bisa lihat aku?" Dia menunjuk dirinya.
Alis Gempi mengkerut. "Maksud kamu?"
Anak itu menggeleng.
"Kamu nggak takut di sini sendiri?" tanya Gempi lagi.
"Kalau waktu masih hidup sih takut," jawabnya semakin membuat Gempi bingung.
"Maksud kamu, kamu udah meninggoy, gitu?" Anak itu mengangguk lemah, Gempi tertawa kencang.
"Bocil, kamu masih hidup. Rumah kamu di mana? Biar saya antar. Bahaya malam-malam di luar."
Jelas Gempi tidak takut, orang anak itu kakinya masih napak. Gempi tidak sebodoh itu sehingga tidak bisa membedakan mana hantu benaren.
Anak itu menunduk sedih. "Aku nggak tahu."
Gempi menarik napas malas. "Kamu nggak usah nakut-nakutin saya, saya nggak takut sama setan."
"Ta...." ucapannya terpotong dengan teriakan seorang wanita paruh baya.
"Rio, pulang yuk," ajak wanita itu.
Oh, namanya Rio. Gempi membatin seraya mengangguk-angguk.
"Nah, tadi katanya udah meninggal. Ini belum, kan?"
Wanita itu mengoleh. "Duh, maaf ya Neng, anak saya memang suka begini." Wanita itu sepertinya tidak enak karena kelakuan anaknya.
"Kok bisa bu?"
Wanita itu hanya menunduk, dia terlihat sedih, Gempi tidak akan bertanya lagi, takut menyinggung perasaan wanita tersebut.
Gempi terdiam sejenak. "Maaf Bu, bukan maksud saya buat Ibu sedih."
"Gapapa Neng," katanya dengan senyum ramah.
"Mari Bu, saya antar." Gempi memasang helmnya kembali.
Untung saja Gempi malam ini tidak memakai moge atau trailnya, tadi dia memutuskan memakai motor matic milik Davina.
"Nggak usah, Neng."
"Udah, ayo Bu. Malam-malam gini bahaya loh." Gempi memaksa.
Wanita itu dengan terpaksa menaikkan paksa anaknya.
"Udah, Bu?"
"Iya Neng."
"Nanti Ibu tunjukin jalannya ya."
Gempi jelas tahu kalau jalan ini jauh dari pemukiman warga, jalan ini juga jarang ada orang lewat.
Setelah lama berkendara, akhirnya sampai di kediaman anak tadi.
"Makasih ya, Neng."
Gempi tersenyum lebar. "Sama-sama Bu."
"Mampir dulu Neng."
"Lain kali aja Bu, udah malam soalnya."
"Yaudah, hati-hati ya."
Gempi membelokkan motornya lalu membunyikan klakson sebelum melajukannya.
Setelah Gempi pergi, barulah wanita itu masuk rumah dengan susah payah membujuk anaknya masuk.
"Gue sholat aja dulu.".
Saat melihat mesjid, Gempi berhenti untuk sholat, walau pun mesjid itu sudah sepi, tapi Gempi tidak takut.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMPITA
Teen FictionGempita, seorang pelajar sekaligus pebalap yang lumayan dikenal. Selalu ceria meski banyak masalah, dia gadis yang kuat.