22

41 2 1
                                    

"Cie, udah saudaraan aja nih berdua." Gempi menggoda Danar dan Mira yang baru saja ke luar dari mobil.

Ia, orang tua mereka baru saja melangsungkan pernikahan dua hari yang lalu.

Keduanya memutar bola matanya malas. "Nggak jelas banget."

"Ling, lo doang yang nggak punya saudara."

"Ling, suruh Bunda lo hamil lagi, biar lo nggak kesepian," ujar Danar.

Lingga tidak peduli dengan perkataan mereka berdua. "Masuk, yuk."

Mereka berjalan beriringan menuju kelasnya.

"Nar, Ra. Seru kan punya saudara?" tanya Gempi berniat menggoda Lingga yang tidak punya saudara.

Danar mengangguk antusias. "Banget, apalagi udah bisa diajak adu urat. Beh, nikamatnyo."

"Atau gini aja Ling, kalau nggak mau nyuruh Bunda lo hamil lagi, ayah lo aja suruh nikah sama janda beranak, biar lo punya saudara," timpal Mira yang berakhir kepalanya berada di ketek Lingga.

Lingga menjitak kepala Mira yang ada di keteknya. "Enak aja lo bilang."

Danar dan Gempi tertawa melihat raut wajah tertekan Mira.

"Ling, udah. Gue cuma bercanda." Lingga melepaskan Mira.

Mira terengah-engah. "Hampir aja napas gue habis."

"Gampang, tinggal diisi kentut Danar," kelakar Gempi.

"Enak aja. Bukannya hidup lagi malah tambah mati."

Danar menggeplak kepala Mira. "Mati tuh cuma sekali, dan nggak ada levelnya. Mana ada tambah mati."

"Ada-ada aja lo Ta. Bayanginya aja kayak mau metong, apalagi dilakuin," kata Lingga dengan senyum geli.

Setelah sampai di depan kelas mereka bertiga yang tertutup dan mereka yakin bahwa di dalam sudah ada guru yang mengajar.

"Gue tinggal ya," kata Mira lalu berjalan meninggalkan mereka bertiga yang sedang mengintip.

"Gimana nih?" tanya Gempi tidak mengeluarkan suara sedikit pun, hanya gerakan mulut yang Danar mengerti, Danar menggeleng tidak tahu.

"Udah lah. Pasrah aja." Lingga mengetuk pintu lalu membukanya sebelum ada instruksi dari dalam.

Setelah pintu terbuka, mereka dikagetkan dengan mata melotot gurunya.

"Bagus! Baru masuk sekolah lagi udah terlambat," sindirnya.

"Wuih, beneran Bu? Guys, besok kita semua bisa datang terlambat," jawab Gempi kelewat santai.

Danar menginjak kaki Gempi. "Itu sindiran, bodoh!"

Gempi mengangguk pelan. "Iya, gue tahu."

"Siapa yang nyuruh kamu ngejawab?!"

"Saya punya mulut, makanya saya gunain. Buat apa Tuhan ngasih mulut kalau kita nggak gunain." Gempi berjalan menuju bangkunya diiringi tatapan tajam oleh gurunya.

"Ngapain kalian bengong di situ? Sini masuk." Gempi memanggil keduanya yang masih berdiri di ambang pintu dengan ekspresi kaget.

Mereka masuk dan sama, mereka juga mendapat tatapan tajam dari guru itu.

"Siapa yang nyuruh kalian masuk?!"

"Terus, Ibu? Siapa yang nyuruh Ibu mengajar hari ini? Bukannya hari ini free ya?" cecar Gempi membuat guru itu naik pitam.

"Masih berani kamu sama saya?"

"Emang Ibu setan? Kalau setan baru saya takut."

Mereka yang ada di kelas mati-matian menahan tawa mendengar jawaban Gempi yang tidak ada takut-takutnya sama sekali.

GEMPITA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang