06. Win

1.1K 93 2
                                    

"I win."

Ucap Rama tenang, tapi terlihat jelas ia sangat senang dengan kemenangannya. Sementara Raskal membungkuk. Keringatnya bercucuran. Rautnya menegang mengatur napasnya sembari ia mengatur rasa sakit di bahunya.

Rasa itu sakit sekali. Rasanya sampai Raskal sulit menegakkan badannya sendiri. Rasa nyeri menyambar kuat ketika Raskal bergerak sedikit saja. Sangat menyiksa.

Tapi akhirnya Raskal memaksakan diri dan wajahnya mendadak pucat saat rasa sakitnya menghantam kuat.

Dengan sisa tenaganya Raskal menahan rasa sakit itu. Tapi Raskal tidak bisa menahan kelimpungan dan matanya berkunang-kunang.

Jian yang sudah paham kondisi sahabatnya langsung berhambur. Dengan hati-hati Jian memegang bahu Raskal.

Tapi Raskal menepis pelan. Ia tidak mau terlihat kesakitan walau wajahnya berubah pucat total. Ia pun juga nggak mau Nala tahu kesakitannya. Selama ini Raskal menyembunyi itu dari Nala dan Raskal nggak mau Nala jadi mengkhawatirkannya.

Rama dan Denis mendekati Raskal dan Jian. Diam-diam Rama dan Denis tahu perubahan Raskal dari sebelum bermain hingga sampai saat ini. Pemuda itu nggak baik-baik saja. Wajahnya sangat pucat. Namun Raskal bersikeras terlihat kuat.

Rama mendengus, mungkin Raskal berlagak seperti itu supaya Nala tidak terlalu mengkhawatirkannya di sisi lapangan sana. Nala yang tampak khawatir di sana cuma bisa diam. Jian meminta Nala tetap di sana. Meski cemas Nala cuma bisa menurut.

Di sisi Nala sekarang sudah ada Santa yang menemani. Rama menatap dua gadis itu di sana lalu beralih menatap Raskal.

"Kal, kalau lo lagi sakit seharusnya tadi lo tolak tantangannya." Ujar Denis cemas. "Gue beneran nggak enak sama lo. Gue minta maaf karena tadi udah ngajak lo. Gue bantu antar ke ruang perawatan ya. Muka lo pucat banget. Kayak mayat."

Raskal menggeleng, ia membiarkan Jian membawa sebelah tangannya ke pundak Jian. "Gue yang mau. Nggak usah minta maaf."

Lalu Raskal menatap Rama, "lo mau apa?"

"Join ke klub gambar," ujar Rama singkat. Rautnya tak terlihat ada kecemasan ke arahnya. Bukan bermaksud Raskal butuh perhatian. Tapi rautnya memancing kekesalan Raskal.

Apalagi tadi Rama menatap Nala di sisi lapangan di hadapannya. Cukup lama, dan Raskal tidak suka melihat pemandangan itu.

"Gue udah liat hasil gambar lo di labo seni. Hasil gambar lo sesuai apa yang gue mau buat acara kemerdekaan nanti yang akan diselenggarakan dua bulan lagi. Gue nawarin lo buat join."

Alis Raskal bertautan. "Harusnya nggak ada yang tau hasil gambar gue ada di labo seni."

"Lo kira cuma lo doang yang bisa akses labo seni?" Rama memasukkan kedua tangannya ke dalam saku, "gue liat lukisan lo dan gue suka hasilnya. Makanya gue nawarin lo buat join."

Raskal dan Rama saling menatap. Sementara Denis dan Jian merasa canggung akan ketegangan mereka. Mereka pikir manusia es dan datar cuma satu orang yang mereka temui di semasa hidup mereka. Tapi nyatanya Rama dan Raskal hidup dan ada di dunia mereka.

"Mereka lagi ngomongin apa, ya, Nal?" Santa bertanya sambil matanya memicing. Mencari jawaban atas pertanyaannya melalui pemandangan yang Santa lihat sekarang. Siapa tahu tanpa Nala jawab Santa tahu sendiri.

Tapi hasilnya nihil. Yang ia lihat para pemuda itu cuma saling menatap tanpa bisa mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Mau mencoba mendekat, tapi Jian sudah nyuruh untuk tetap di tempat. Santa mendengus. Semakin bertambah umur sifat keponya juga semakin bertambah. Justru kini mulai mendarah daging. Santa juga jadi nggak sabaran.

Secret Admirer IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang